SlideShare a Scribd company logo
1 of 685
Download to read offline
“Menuju Masyarakat yang Cerdas
dan Pemerintah yang Responsif”
“Tantangan Tata Kelola Pemerintahan
di 33 Provinsi“
“TantanganTataKelolaPemerintahan
di33Provinsi“
Tentang Partnership
(Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan)
Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan (Partnership) adalah sebuah organisasi multi pihak
yang didirikan oleh tokoh-tokoh terkemuka Indonesia dari unsur pemerintah, masyarakat sipil,
dan sektor swasta yang bekerja dengan badan-badan pemerintah dan organisasi masyarakat sipil
(CSO) untuk mempromosikan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik (good governance).
Partnership didirikan tahun 2000 sebagai sebuah proyek Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB–
United Nations Development Programme/UNDP) dan menjadi badan hukum Indonesia yang
independen sejak tahun 2003.
Partnership bekerja untuk menciptakan lingkungan yang mendukung reformasi di mana berbagai
komponen masyarakat bersama-sama membahas, mengadvokasi dan mendukung pelaksanaan
unsur-unsur penting agenda reformasi di Indonesia.
Kontak:
Kemitraan Bagi Pembaruan Tata Pemerintahan
Jl. Wolter Monginsidi No. 3, Kebayoran Baru,
Jakarta Selatan 12110
Indonesia
+62-21-7279-9566
+62-21-720-5260, +62-21-720-4916
infoigi@kemitraan.or.id
http://www.kemitraan.or.id/igi
ISBN: 978-602-1616-02-4
Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 2012
Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 2012
“Tantangan Tata Kelola Pemerintahan
di 33 Provinsi”
Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 2012
Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 2012
“Tantangan Tata Kelola Pemerintahan
di 33 Provinsi”
1.	 Said Muniruddin - Peneliti Provinsi Aceh
2.	 Edi Indrizal - Peneliti Provinsi Sumatera
Barat
3.	 Iswanto - Peneliti Provinsi Sumatera Utara
4.	 Nurhamlin - Peneliti Provinsi Riau
5.	 Muslim Ansori - Peneliti Prov. Kepulauan
Riau
6.	 Bagus Giri Purwo - Peneliti Provinsi Jambi
7.	 Marini Purnomo - Peneliti Provinsi Bangka
Belitung
8.	 Liliana - Peneliti Provinsi Sumatera Selatan
9.	 Heri Sunaryanto - Peneliti Provinsi
Bengkulu
10.	 Rofandi Hartanto - Peneliti Provinsi
Lampung
11.	 Herry Yogaswara - Peneliti Provinsi DKI
Jakarta
12.	 Ahmad Helmy Fuady - Peneliti Provinsi
Banten
13.	 Fauzan Djamal - Peneliti Provinsi Jawa
Barat
14.	 Lukman Hakim - Peneliti Provinsi Jawa
Tengah
15.	 M. Faried Cahyono - Peneliti Provinsi DI
Yogyakarta
16.	 Abdul Quddus Salam - Peneliti Provinsi
Jawa Timur
17.	 Iis Sabahudin - Peneliti Provinsi Kalimantan
Barat
18.	 Kisno Hadi - Peneliti Provinsi Kalimantan
Tengah
19.	 Al isyah - Peneliti Provinsi Kalimantan
Barat
20.	 Yuyun Kurniawan - Peneliti IGI Provinsi
Kalimantan Barat
21.	 Anwar Fachri - Peneliti Provinsi Nusa
Tenggara Barat
22.	 Tedi Erviantono - Peneliti Provinsi Bali
23.	 Zarniel Suria Woleka - Peneliti Provinsi
Nusa Tenggara Timur
24.	 Ihsanul Amri - Peneliti Provinsi Sulawesi
Selatan
25.	 Darwis Said - Peneliti Provinsi Sulawesi
Barat
26.	 Mochammad Subarkah - Peneliti Provinsi
Sulawesi Tengah
27.	 Anton Miharjo - Peneliti Provinsi Sulawesi
Utara
28.	 Asyriani - Peneliti Provinsi Sulawesi
Tenggara
29.	 Funco Tanipu - Peneliti Provinsi Gorontalo
30.	 Mohamad Ikhsan Tualeka - Peneliti
Provinsi Maluku
31.	 Husen Alting - Peneliti Provinsi Maluku
Utara
32.	 Yotam Senis - Peneliti Provinsi Papua
33.	 Maria I. Arim - Peneliti Provinsi Papua
Barat
Penulis:
Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 2012
Tim Editor:
Abdul Malik Gismar
Inda Loekman
Lenny Hidayat
Hery Sulistio
Ramot N. Aritonang
Muhammad Chozin
Fitrya Ardziyani Nuril (Dian)
Layout dan Desain:
Ramot N. Aritonang
Zulfikar Arief - Rana Creative Solution
ISBN: 978-602-1616-02-4
Cetakan Pertama, Agustus 2013 oleh Rajawali Cipta Sentosa
Copyright © 2013
The Partnership for Governance Reform (Kemitraan)
Jl. Wolter Monginsidi No.3, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12110 Indonesia
Materi dari publikasi ini dapat diproduksi ulang untuk tujuan non-komersial (silahkan kirim salinan kepada infoigi@kemitraan.or.id).
Segala bentuk produksi ulang dengan cara apapun untuk tujuan komersial harus mendapatkan izin dari
(Kemitraan).
Diterbitkan Oleh:
The Partnership for Governance Reform (Kemitraan)
Jl. Wolter Monginsidi No.3, Kebayoran Baru Jakarta Selatan 12110
Telp. 021-7279 9566, Fax. 021-7205 260/7204 916
Email: infoigi@kemitraan.or.id; website: www.kemitraan.or.id; www.kemitraan.or.id/igi
Didukung Oleh:
The Australian Agency for International Development (AusAID)
Analisa, pendapat, dan rekomendasi dalam laporan ini adalah dari penulis dan tidak mewakili
pandangan pendiri, teman serikat, mitra dan program dari The Partnership for Governance Reform
(Kemitraan). Kesalahan atau kelalaian dalam laporan ini adalah tanggung jawab penulis.
Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 2012
DAFTAR ISI
Daftar Isi			
Daftar Singkatan
Kata Pengantar Direktur Eksekutif
Pengantar Editor
Jalan Terjal Akses Informasi Publik
Provinsi Aceh
Provinsi Sumatera Barat
Povinsi Sumatera Utara
Provinsi Riau
Provinsi Kepulauan Riau
Provinsi Jambi
Provinsi Bangka Belitung
Provinsi Sumatera Selatan
Provinsi Bengkulu
Provinsi Lampung
Provinsi DKI Jakarta
Provinsi Banten
Provinsi Jawa Barat
Provinsi Jawa Tengah
Provinsi D. I. Yogyakarta
Provinsi Jawa Timur
Provinsi Kalimantan Barat
Provinsi Kalimantan Tengah
Provinsi Kalimantan Selatan
1
3
27
47
65
83
107
135
157
171
187
205
227
243
269
285
303
319
337
361
i
iii
ix
xi
i
Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 2012 ii
377
393
419
437
455
475
507
525
545
561
583
601
619
643
Provinsi Kalimantan Timur
Provinsi Sulawesi Selatan
Provinsi Sulawesi Barat
Provinsi Sulawesi Tenggara
Provinsi Sulawesi Tengah
Provinsi Gorontalo
Provinsi Sulawesi Utara
Provinsi Bali
Provinsi Nusa Tenggara Barat
Provinsi Nusa Tenggara Timur
Provinsi Maluku
Provinsi Maluku Utara
Provinsi Papua
Provinsi Papua Barat
Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 2012iii
DAFTAR SINGKATAN
ADHB	
ADHK	
AHP	
AIDS	
AKB	
AKI	
AMH	
APBA	
APBD	
APHI	
APINDO	
: Atas Dasar Harga Berlaku
: Atas Dasar Harga Konstan
: Analytic Hierarchy Procedure
: Acquired Immune Deficiency Syndrome
: Angka Kematian Bayi
: Angka Kematian Ibu
: Angka Melek Huruf
: Anggaran Pendapatan dan Belanja Provinsi Aceh
: Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
: Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia
: Asosiasi Pengusaha Indonesia
APK	
APM	
Bappeda	
BEP	
BOS	
BKPMD	
BPK	
BPKD	
BPKH	
BPKP	
BPMD	
BPPPA	
BPS	
BP2KB	
BRR	
BUMN	
CSR	
DAK	
DAS	
DAU	
Depdagri	
DPKD	
DPRD	
: Angka Partisipasi Kasar
: Angka Partisipasi Murni
: Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah
: Break-even Point
: Bantuan Operasional Sekolah
: Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah
: Badan Pengawas Keuangan
: Badan Pengelola Keuangan Daerah
: Balai Pemantapan Kawasan Hutan
: Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
: Badan Penanggulangan Bencana Daerah
: Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
: Badan Pusat Statistik
: Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana
: Badan Rehabilitasi dan Rekontruksi
: Badan Usaha Milik Negara
: Corporate Social Responsibility
: Dana Alokasi Khusus
: Daerah Aliran Sungai
: Dana Alokasi Umum
: Departemen Dalam Negeri
: Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah
: Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 2012 iv
DPR RI	 : Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
DI	 : Daerah Istimewa
Dispenda	 : Dinas Pendapatan Daerah
Disnakertrans	 : Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi
DIY	 : Daerah Istimewa Yogyakarta
DK FTZ	 : Dewan Kawasan Free Trade Zone
DKI	 : Daerah Khusus Ibukota
DPKD	 : Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah
DPKKA	 : Dinas Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Aceh
DPKAD	 : Dinas Pengelola Keuangan dan Aset Daerah
DPRA	 : Dinas Perwakilan Rakyat Aceh
DPT	 : Daftar Pemilih Tetap
EDOB	 : Evaluasi Daerah Otonom Baru
EKPPD	 : Evaluasi Kinerja Penyelenggara Pemerintahan Daerah
EPPD	 : Evaluasi Penyelenggara Pemerintahan Daerah
FGD	 : Focus Group Discussion
Gapensi	 : Gabungan Pelaksana Kosntruksi Nasional Indonesia
Gerindra	 : Gerakan Indonesia Raya
Golkar	 : Golongan Karya
GK	 : Garis Kemiskinan
GKNM	 : Garis Kemiskinan Non Makanan
GKM	 : Garis Kemiskinan Makanan
HAM	 : Hak Asasi Manusia
Hanura	 : Hati Nurani Rakyat
HDI	 : Human Development Index
HIPMI	 : Himpunan Pengusaha Muda Indonesia
HIV	 : Human Immune Deficiency virus
IGI	 : Indonesia Governance Index
ISO	 : International Standard Organization
IT	 : Information and Technology
IPM	 : Indeks Pembangunan Manusia
IKLH	 : Indeks Kualitas Lingkungan Hidup
IPAL	
IWAPI	
Jabodetabek	
JKBM	
JPIP	
: Instalasi Pengelolaan Air Limbah
: Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia
: Jakarta Bogor Depok Tanggerang dan Bekasi
: Jaminan Kesehatan Bali Mandara
: Jawa Post Institute of Pro-Otonomi
Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 2012v																																				
	
: Kamar Dagang dan Industri Indonesia
: Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara
: Kementerian Dalam Negeri
: Kesejahteraan Pembangunan dan Perlindungan Masyarakat
: Kementrian Keuangan
: Kepulauan Riau
: Kesatuan Bangsa Politik dan Perlindungan Masyarakat
: Kelahiran Hidup
: Keterbukaan Informasi Publik
: Korupsi Kolusi Nepotisme
: Komunitas Intelijen Daerah
: Komisi Penyiaran Indonesia
: Komisi Pemberantasan Korupsi
: Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah
: Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu
: Kartu Tanda Penduduk
: Kebijakan Umum Anggaran
: Laporan Hasil Pemeriksaan
: Laporan Keterangan Pertanggungjawaban
: Lembaga Musyawarah Masyarakat Dayak Daerah Kalteng
: Liquefied Natural Gas
: Laju Pertumbuhan Penduduk
: Layanan Pengadaan Secara Elektronik
: Lembaga Swadaya Masyarakat
: Millennium Development Goals
: Memorandum of Understanding
: Minyak dan Gas bumi
: Musyawarah Perencanaan Pembangunan
: Non-Government Organization
: Negara Kesatuan Republik Indonesia
: Nahdatul Ulama
: Organisasi Masyarakat Sipil
: Otonomi Khusus
: Pendapatan Asli Daerah
: Partai Amanat Nasional
: Partai Politik
Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 2012 vi
PAUD	
PDB	
PDI	
PDIP	
PDRB	
PDS	
PE	
Pemilukada	
Pemred	
Perda	
Pergub	
Permendagri	
PGI	
Pilkada	
PJB 	
PJMD	
PKB	
PKK	
PKS	
PLTA	
PMA	
PMDN	
PM2L	
PNS	
Pokja	
PON	
PPAS	
PPDS	
PPID	
PPKD	
PPP	
Proledga	
PTSP	
PU	
PUG	
PUK	
Ranperda	
: Pendidikan Anak Usia Dini
: Produk Domestik Bruto
: Partai Demokrasi Indonesia
: Partai Demokrasi Indonesia Persatuan
: Produk Domestik Regional Bruto
: Partai Damai Sejahtera
: Pertumbuhan Ekonomi
: Pemilihan Umum Kepala Daerah
: Pemimpin Redaksi
: Peraturan Daerah
: Peraturan Gubernur
: Peraturan Menteri Dalam Negeri
: Partnership Governance Index
: Pemilihan kepala daerah
: Pengadaan Barang dan Jasa
: Pembangunan Jangka Menengah Daerah
: Partai Kebangkitan Bangsa
: Pendidikan Kesejahteraan Keluarga
: Partai Keadilan Sejahtera
: Pembangkit Listrik Tenaga Air
: Penanaman Modal Asing
: Penanaman Modal Dalam Negeri
: Program Mamangun Tuntang Mahaga Lewu
: Pegawai Negeri Sipil
: Kelompok Kerja
: Pekan Olahraga Nasional
: Perhitungan Plafon Anggaran Sementara
: Pedangan Sapi dan Daging Segar
: Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi
: Pejabat Pengelola Keuangan Daerah
: Partai Persatuan Pembangunan
: Program Legislasi Daerah
: Pelayanan Terpadu Satu Pintu
: Pekerjaan Umum
: Pengarusutamaan Gender
: Penduduk Usia Kerja
: Rancangan Peraturan Daerah
Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 2012vii
REDD+
	
Renstra	
RKA	
RKPD	
RPJMD	
RS	
RTH	
RTRW	
RW	
SCW	
SD	
SDA	
SDM	
Setda	
SIUPP	
SK	
SKPD	
SLTA	
SLTP	
SMA	
SMP	
SNMPTN	
SOP	
SP	
SPM	
	
		
TKD	
TKPKD	
TPAK	
TPT	
UHH	
UKM	
UKP4	
UMK	
UMKM 	
UMP	
: Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation
: Rencana Strategis
: Rencana Kerja dan Anggaran
: Rencana Kerja Pembangunan Daerah
: Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
: Rumah Sakit
: Ruang terbuka Hijau
: Rencana Tata Ruang Wilayah
: Rukun Warga
: Sulawesi Utara Corruption Watch
: Sekolah Dasar
: Sumber Daya Alam
: Sumber Daya Manusia
: Sekretaris Daerah
: Surat Izin Usaha Penerbitan Pers
: Surat Keputusan
: Satuan Kerja Perangkat Daerah
: Sekolah Lanjutan Tingkat Atas
: Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama
: Sekolah Menengah Atas
: Sekolah Menengah Pertama
: Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri
: Standard Operating Procedure
: Sensus Penduduk
: Standar Pelayanan Minimum
: Tambahan Dana Bagi Hasil
: Tentara Nasional Indonesia
: Tunjangan Kinerja Daerah
: Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah
: Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
: Tingkat Pengangguran Terbuka
: Umur Harapan Hidup
: Usaha Kecil dan Menengah
: Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian
: Upah Minimum Kota
: Usaha Mikro Kecil dan Menengah
: Upah Minimum Provinsi
Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 2012 viii
UNDP	 : United Nations Development Programme
UPPM	 : Upah Pelayanan Pengaduan Masyarakat
UP3TKPA	 : Unit Pengaduan dan Perlindungan dari Tindak Kekerasan 	
terhadap Perempuan dan Anak
UU	 : Undang-Undang
WAJAR	 : Wajib Belajar
WCC	 : Women Crisis Centre
WDP	 : Wajar Dengan Pengecualian
WIP	 : Well- Informed Person
WTP	 : Wajar Tanpa Pengecualian
Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 2012ix
KATA PENGANTAR
DIREKTUR EKSEKUTIF
Sesuai dengan visi misi Partnership untuk mewujudkan Indonesia yang adil, demokratis
dan sejahtera di atas prinsip dan praktik tata kelola pemerintahan yang baik, Partnership
meluncurkan kembali upaya mengukur kemajuan daerah di bidang tata kelola pemerintahan melalui
apa yang kami sebut sebagai Indonesia Governance Index (IGI). Hasil dari IGI akan memberikan
gambaran terkini mengenai proses penyelenggaraan pemerintahan provinsi di seluruh Indonesia.
IGI merupakan kelanjutan dan penyempurnaan dari Partnership Governance Index (PGI) yang
dilakukan tahun 2008 oleh Knowledge and Resource Center (KRC), sebuah unit di Partnership
yang juga menjadi lumbung pengetahuan, keahlian dan pengalaman mengawal reformasi tata
kelola pemerintahan di Indonesia. Hasil PGI 2008 telah memberikan kontribusi yang signifikan
bagi perbaikan tata pemerintahan kita dan sudah diakui oleh UKP4 (Unit Kerja Presiden Bidang
Pengawasan dan Pengendalian) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Kedua lembaga
negara tersebut bahkan merekomendasikan agar hasil-hasil PGI bisa dimanfaatkan sebagai alat
evaluasi dan monitoring penyelenggaraan tata kelola pemerintahan di daerah. Bukan hanya itu,
pengakuan juga datang dari dunia internasional. UNDP (United Nations Development Programme)
sebagai lembaga PBB yang membidangi pembangunan internasional memasukkan PGI sebagai
salah satu materi dalam Users’ Guide to Measuring Local Governance.
Keberhasilan IGI yang dilakukan sejak bulan September 2012 hingga bulan Maret 2013 melibatkan
kerja keras banyak pihak, di antaranya 33 peneliti provinsi IGI yang berperan besar dalam
pengumpulan data di lapangan. Para peneliti provinsi IGI juga menuangkan hasil dan temuan
penelitian IGI provinsi dalam bentuk laporan yang saat ini ada di tangan anda. Laporan provinsi ini
merupakan potret pelaksanaan tata kelola pemerintahan di provinsi yang memaparkan tantangan,
beberapa keberhasilan, serta rekomendasi bagi perbaikan tata kelola pemerintahan di 33 provinsi.
Terima kasih yang tulus saya sampaikan kepada seluruh Gubernur atas kerjasama dan tanggapannya,
tim KRC, tim Peneliti Utama IGI, dan 33 Peneliti Provinsi yang telah bekerja keras hingga IGI
dapat dihasilkan. Dalam kesempatan ini, tidak lupa saya ucapkan terima kasih kepada AusAID
yang telah memberi dukungan dana terhadap IGI.
Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 2012 x
Akhir kata, semoga potret yang ditampilkan hasil IGI di setiap provinsi memberi manfaat besar
bagi seluruh pemangku kepentingan  di Indonesia demi terwujudnya tata kelola pemerintahan
yang baik di seluruh Indonesia.
Jakarta, Agustus 2013
Wicaksono Sarosa
Direktur Eksekutif Partnership
Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 2012xi
PENGANTAR EDITOR
Keragaman dan orisinilitas. Dua prinsip ini yang dipegang oleh tim editor ketika mengedit atau
memberi masukan kepada 33 peneliti provinsi yang telah bergabung dengan tim besar IGI
selama kurun waktu 1 tahun. Selama 1 tahun, tim IGI Partnership dan peneliti provinsi saling bahu
membahu dalam setiap langkah guna menjaga kualitas dan kekonsistenan metodologi riset baik di
lapangan, proses mengindeks dan pengumpulan laporan. Tanpa kontribusi kerja perwakilan peneliti
IGI di 33 provinsi, IGI tidak mungkin terbentuk. Proses perjalanan pembuatan Indeks Tata Kelola
Indonesia cukup panjang. Dibalik kesederhanaan angka-angka indeks, terdapat proses yang kompleks
dan interaksi intensif antara 37 anggota peneliti dan 6 orang sebagai tim manajemen riset. Selama
lebih dari 1 tahun, tim IGI memformulasi indikator dengan mengadakan konsultasi sangat intensif
dengan para ahli yang mewakili setiap arena, melakukan pembobotan, tolak ukur, pengumpulan
data, analisa dan proses pembuatan indeks. Setelah semua proses pembuatan indeks selesai, semua
laporan dari 33 provinsi dikompilasi dan diedit oleh tim editor guna berbagi proses dan hasil analisa
kontekstual provinsi masing-masing. Karenanya, tidak ada kata-kata yang sepadan dengan usaha
dan kerja keras teman-teman dari seluruh tanah air selain penghargaan setinggi-tingginya untuk para
peneliti provinsi dalam bentuk kompilasi laporan provinsi ini.
Laporan provinsi ini adalah salah satu keluaran penelitian IGI yang ditunggu banyak pihak. Dari hasil
pengamatan tim IGI di seminar dan workshop, banyak pihak tata kelola daerah yang mengharapkan
adanya kaitan antara angka dan konteks lokal. Kompilasi laporan provinsi juga merupakan salah satu
respon Partnership yang diharapkan dapat menjadi jawaban atas permintaan dan masukan tersebut.
Ada dua tujuan dari laporan kompilasi ini. Pertama, mengulas konteks daerah di mana indeks
diberikan makna dan latar belakang. Angka Indeks iBarat sebuah rapor, adalah representasi dari
kumpulan prestasi besar, kecil, baik atau buruk, yang mana di dalamnya pun terkandung potensi dan
refleksi bagi setiap arena di daerah tertentu. Tim IGI sangat menyadari bahwa IGI telah membuahkan
data yang kaya, akan jauh lebih kaya jika setiap peneliti provinsi mampu mengkaitkan dengan kondisi
sosial, budaya, demografi, dan politik lokal. Dengan mengulas indeks sesuai dengan konteks lokal,
refleksi dan rekomendasi IGI akan jauh lebih relevan dan bermanfaat.
Tujuan kedua adalah memperlihatkan keragaman dan implikasinya. Keragaman potensi dan kondisi
menjadi sebuah tantangan tersendiri bagi setiap aktor tata kelola daerah. IGI melihatnya seperti
pedang bermata dua. Di satu sisi, keragaman dapat menjadi penghambat, di sisi lain, dapat menjadi
kesempatan dan keunikan. Dengan adanya laporan yang berasal dari 33 provinsi, kompilasi ini dapat
menjadi peta keberagaman. Peta yang dapat menjadi rujukan dan cerminan baik kapasitas ataupun
Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 2012 xii
pemahaman daerah terhadap tata kelola mereka sendiri. Karenanya, tim editor membatasi cakupan
suntingan hanya dari sisi struktur dengan menjaga orisinilitas dari segi isi dan kualitas analisa. Dalam
hal ini, akan ditemukan variasi isi dan pemahaman dari peneliti terhadap daerah mereka sendiri.
Kurang dan lebihnya, dari sudut pandang tim editor, adalah bagian dari aspek keberagaman tadi.
Manfaatdaripembahasankonteksprovinsikuranglebihdapatmemberikansumbangsihuntukmenjawab
pertanyaan mengapa hasil atau prestasi dari satu daerah tidak dapat serta merta direplikasi begitu saja ke
daerah lain. Ataupun sebaliknya, ternyata daerah yang mungkin berbeda pulau namun dengan konteks
yang agak mirip, memiliki potensi untuk mereplikasi sebuah inisiatif dari daerah lain dari pulau yang
berbeda. Tentunya replikasi dilakukan dengan menyesuaikan kembali model atau program dengan
aspek lokal. Temuan ini akan menghalau rasa pesimisme mengenai percepatan pembangunan daerah.
Secara struktur, laporan provinsi mencakup tiga bagian besar, diawali dengan konteks lokal yang
terdiri dari ulasan kondisi geografis, sosial, demografi, budaya dan politik. Dilanjutkan dengan
ulasan implikasi dan tantangan tata kelola sesuai dengan konteks lokal. Kemudian masuk ke
pembahasan mengenai temuan indeks secara keseluruhan, level arena, prinsip dan indikator. Di sini
dapat ditemukan juga ulasan singkat posisi daerah dari perspektif regional, per pulau. Posisi sebuah
daerah terhadap daerah tetangganya dapat menjadi pendorong perubahan dan perbaikan tata kelola
pemerintahan. Khususnya dalam ulasan bagian indeks, harus disadari bahwa angka indeks adalah
gabungan atau kontribusi dari beberapa indikator pembentuknya. Karenanya ketika membaca angka
indeks sebuah arena atau prinsip, angka itu tidak terlepas dari angka indikator pembentuknya. Sebagai
penutup, bagian terakhir adalah kesimpulan dan rekomendasi dari sudut pandang peneliti provinsi.
Dari tim editor, kami menghaturkan banyak terima kasih kepada Pihak Partnership yang
memfasilitasi dan membantu proses pengumpulan, pencetakan dan penyebaran edisi ini. Sebagai
bagian dari demokratisasi hasil penelitian IGI, laporan ini akan tersedia dalam bentuk e-book yang
dapat diunggah dari website IGI (www.kemitraan.or.id/igi). Edisi kompilasi ini tidak terlepas dari
kekurangan sehingga masukan, komentar dan perbaikan dari pembaca sangat kami harapkan. Semua
komentar dapat dilayangkan ke infoigi@kemitraan.or.id. Besar harapan kami, dari edisi kompilasi
ini akan menginspirasi banyak penelitian turunan dan terutama sinergi semua pihak untuk bersama-
sama bergerak, berinteraksi dan saling membantu guna membangun negeri tercinta ini.
Jakarta, Agustus 2013
Tim Editor IGI
Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 2012xii
Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 2012 1
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
JALAN TERJAL AKSES
INFORMASI PUBLIK
Proses pengumpulan data IGI sangatlah tidak mudah. Proses pengumpulan data dibagi menjadi
dua, data primer dan data sekunder. Untuk data primer yang berupa kuesioner, diadakan sebuah
workshop mengundang well informed person (WIP) dari masing-masing arena per provinsi sesuai
dengan protokol pemilihan responden. Ketika salah satu atau beberapa WIP berhalangan, maka
peneliti daerah akan datang guna memandu WIP untuk melakukan pengisian kuesioner. Sedangkan
data sekunder terdiri dari APBD (Pengesahan, Perubahan dan Realisasi lengkap), Daerah Dalam
Angka, RKA, LPKJ, PJMD, regulasi daerah, Proledga, Risalah rapat dewan, dana aspirasi dewan,
dokumen relevan lainnya. Sesuai dengan desain IGI, periode pengumpulan data juga menjadi
proses uji akses serta uji tingkat transparansi data di lapangan yang dilakukan para peneliti provinsi.
Indikator-indikator transparansi ini memang dapat dikatakan standar minimal ketersediaan dokumen
di lokasi-lokasi yang dapat dijangkau dengan mudah oleh publik termasuk website pemerintah.
Mereka dibekali dengan sebuah formulir penilaian akses guna menilai seberapa mudahnya proses
mendapatkan dokumenyang dibutuhkan. Untuk menguji akses ini, sesuai dengan panduan Lembar
Penelitian Peneliti, si peneliti harus melakukan tahap-tahap pengujian, dari yang paling mudah yaitu
mencoba melihat ketersediaan data melalui akses laman, kemudian melalui prosedur formal serta
informal sampai dengan ketika data samasekali tidak dapat diakses maka tim Jakarta akan membantu
mengakses data dari pusat melalui Kemendagri maupun Kemenkeu. Hasil penilaian mereka atas uji
akses tersebut menjadi bagian dari data primer terutama untuk mengukur tingkat transparansi.
Pengalaman peneliti provinsi dalam mengumpulkan data sangatlah bervariasi namun ada satu benang
merah yaitu pada kenyataan bahwa akses publik terhadap anggaran dan dokumen pemerintah lainnya
masih tergolong sulit. Padahal tim IGI pusat telah membekali seluruh peneliti provinsi dengan surat
Rekomendasi Penelitian dari Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik Kementerian Dalam
Negeri Republik Indonesia yang ditujukan kepada Gubernur seluruh Provinsi di Indonesia up. Kepala
Badan Kesbangpol dan Linmas. Berbekal surat rekomendasi tersebut, peneliti provinsi mendapatkan
Surat Rekomendasi Penelitian dari Kepala Kesbangpol dan Linmas Provinsi untuk mengumpulkan
data obyektif/sekunder dari berbagai kantor dan instansi pemerintah dan swasta yang terkait dengan
IGI 2012. Namun demikian kelengkapan dokumen di atas tidaklah serta merta menjamin kemudahan
mendapatkan dokumen yang seharusnya menjadi hak publik. Di provinsi yang terdapat akses pun,
terkadang masih memerlukan pendekatan personal ataupun lobi kepada pejabat dinas atau SKPD
tertentu. Secara umum beberapa SKPD yang seringkali dijumpai adalah Sekretariat DPRD, Biro
Hukum Sekretariat Daerah, Biro Keuangan Sekretariat Daerah, dan Badan Pusat Statistik Provinsi.
Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 20122
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
Namun secara tren umum, SKPD yang paling kooperatif dalam menyediakan dokumen adalah
BAPPEDA. Tipe dokumen yang paling sulit diakses publik adalah dokumen keuangan dan LKPj
Gubernur karena dokumen yang diminta masih dilihat sebagai dokumen rahasia. Variasi konteks di
lapangan ini menyebabkan periode pengumpulan data obyektif lebih lama dari yang direncanakan 3
bulan hingga menjadi 6 bulan.
Sama halnya dengan akses terhadap penggunaan dana Aspirasi anggota DPRD dan dokumen di
DPRD, 16 provinsi sama sekali tidak membuka akses dan 13 mengalami kesulitan. Temuan ini
menggambarkan masih belum efektifnya pelaksanaan UU no 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan
Informasi Publik.
Beberapa kutipan berikut menggambarkan kondisi peneliti IGI provinsi ketika mencoba mengakses
data sekunder:
“Data sekunder yang merupakan dokumen dan publikasi resmi pemerintah provinsi Bengkulu
yang dikumpulkan secara langsung oleh peneliti baik dengan mendatangi institusi-institusi yang
terkait dengan IGI 2012 maupun upaya-upaya khusus. Dokumen APBD diperoleh melalui salah satu
anggota Dewan dikarena secara formal kelembagaan dokumen tersebut susah didapatkan demikian
juga dengan dokumen APBD realisasi dan RKA-RKPD diperoleh lewat pendekatan personal. Hanya
dokumen RPJMD, Laporan Pertanggungjawaban Gubernur dan Pergub-Perda yang diperoleh
melalui kelembagaan resmi dengan surat pengantar dari Partnershipyang disertai dengan surat
rekomendasi dari Kemendagri, UKP4, dan Kesbangpol Pusat.”
Peneliti IGI Provinsi Bengkulu
“Langkah selanjutnya uji akses dokumen sesuai dengan UU No.14 tahun 2008 tentang keterbukaaan
informasi publik, dalam ketentuan perundangan uji akses tahap awal membuat permohonan,
permohonan yang dilakukan dengan surat kepada badan publik atau instansi yang akan dimintai
dokumen terkait data yang dibutuhkan, surat permohonan ditujukan kepada pimpinan badan publik,
di Jawa Timur untuk mengakses informasi dan dokumentasi, pemerintah provinsi sudah memiliki
pejabat pengelola informasi dan dokumentasi (PPID), proses di PPID dibuatkan surat tanda
terima atau form penerimaan akses dokumen, dari proses uji akses yang dilakukan ternyata kurang
mendapat respon dari instansi tersebut. Instansi terkait tidak memberikan dokumen terutama terkait
dengan APBD, RKA, DPA dan laporan keuangan, kesulitan memperoleh dokumen dalam uji akses
tidak hanya dialami peneliti saja, pengakses dokumen lainnya juga mengalaminya, namun melalui
mediasi dalam sengketa informasi di komisi informasi terkadang diberikan dokumen yang diminta.
Langkah terakhir memperoleh data obyektif mengunakan jaringan di DPRD, kedekatan dengan
anggota DPRD memudahkan data obyektif diperoleh.”
Peneliti IGI Provinsi Jatim
Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 2012 3
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
“Pengumpulan data obyektif yang ada di pemerintah maupun birokrasi Provinsi DKI Jakarta
relatif tidak mempunyai kendala yang berarti. Dukungan dari Wakil Gubernur DKI Jakarta dan
staf, melalui audiensi dengan tim peneliti dan Partnership sangat mempermudah akses terhadap
data obyektif maupun WIP. Hal ini ditunjang dengan website yang dimiliki oleh pemerintah provinsi
(www.jakarta.go.id) yang menyediakan informasi yang memadai, termasuk tentang Perda 2011,
lampiran APBD 2011 serta informasi tentang SKPD. Hal ini sedikit berbeda dengan DPRD DKI
Jakarta yang mempunyai aturan mengeluarkan data oleh sekretariat DPRD. Demikian halnya
dengan data digital yang dimiliki hanya dapat diakses melalui blog (dprddkijakarta.blogspots.com).
Untuk pengisian kuesioner WIP DPRD, pendekatan lebih banyak dilakukan melalui pendekatan
personal kepada anggota DPRD dibandingkan jalur kelembagaan. Sedangkan pengisian kuesioner
untuk Arena Masyarakat Sipil dan masyarakat ekonomi lebih mudah walaupun lebih bersifat
pendekatan personal”.
Peneliti IGI Provinsi DKI Jakarta
“Data lain yang dikumpulkan adalah data sekunder atau data obyektif. Data obyektif yang dikumpulkan
ini adalah data-data publik dari dokumen dan publikasi resmi pemerintah Provinsi Kalimantan Barat.
Sekurangnya 20 jenis dokumen harus dikoleksi dari berbagai instansi pemerintah. Untuk memeroleh
data-data obyektif tersebut peneliti menggunakan jalur formal (menggunakan surat resmi dan surat
dukungandariKemendagridanUKP4)danjalurinformal,sepertimemanfaatkantemanyangmengenal
orang dalam hingga melalui orang dalam yang dikenal. Tidak semua data-data yang diperlukan dapat
diperoleh. Beberapa pemangku data mengatakan data-data yang diperlukan merupakan data rahasia
yang tidak boleh diakses publik, ada pula instansi yang menyatakan dokumen yang diminta sudah
diunggah di situs web resmi pemerintah daerah. Meskipun setelah dicek data yang dimaksud tidak
tersedia dan/atau berbeda dengan dokumen yang dimaksud. Kemudian ketika memohon kembali
dokumen yang dimaksud, peneliti tetap mendapatkan jawaban serupa.”
Peneliti IGI Provinsi Kalimantan Barat
“Mengakses data tidak bisa hanya bermodalkan surat ijin penelitian (Kemendagri dan Kesbang), tapi
juga butuh upaya khusus untuk meyakinkan para penjabat birokrasi bahwa data yang dikumpulkan
tidak akan disalahgunakan. Rata-rata penjabat yang disasar dalam pengumpulan data enggan untuk
memberikan data. Kondisi ini disebab karena masih kuatnya pemahaman sebagian SKPD bahwa
data yang kami sasar masuk kategori “dokumen rahasia” yang tidak boleh diberikan terkecuali
ada rekomendasi dari Gubernur Sulut. Khusus data APBD Realisasi tahun 2011, bisa dikatakan
masuk kategori data “Top Secret” dan data tersebut menjadi data yang paling tersulit dan terakhir
diakses.”
Peneliti IGI Provinsi Sulawesi Utara
Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 20124
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
“Pengumpulan data obyektif sejalan dengan pengisian lembar penilaian peneliti. Cara pertama
yang dilakukan, peneliti mencoba mengakses data obyektif melalui internet, hasilnya yang diperoleh
secara keseluruhan data-data tersebut tidak tersedia kecuali data yang bersumber dari BPS Provinsi
Papua Barat. Cara selanjutnya peneliti melalui prosedur surat dengan lampiran jenis data yang
diminta ditujukan kepada badan/instansi sumber data yang diagendakan di bagian sekretariat atau
bagian umum dan menunggu prosesnya surat sampai mendapatkan disposisi pimpinan ke bagian
atau bidang mana data tersebut dapat diambil. Data Obyektif yang dapat diakses yaitu APBD dari
Biro Keuangan dan Aset Daerah, Daftar Perda dan Pergub dari Biro Hukum, Prolegda dan daftar
Perda dari Sekretariat DPRD, Buku IPM, Papua Barat Dalam Angka Tahun 2012 dan RPJMD
(tanpa Bab indikasi dan capaian) dari Bappeda provinsi dan hasil audit dari BPK Indonesia Provinsi
Papua Barat.”
Peneliti IGI Provinsi Papua Barat
Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 2012 5
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
1. PROVINSI ACEH
“PROVINSI KAYA YANG BELUM
TERKELOLA”
Oleh: Said Muniruddin
Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 20126
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 2012 7
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
I.	 SEKILAS PROVINSI ACEH
1.	 Kondisi Umum Provinsi
Aceh terletak di ujung Barat Laut Sumatera dengan Ibukota Banda Aceh. Provinsi ini memiliki
luas wilayah 56.770,81 Km2 (12,26 persen dari luas pulau Sumatera). Secara administratif,
hari ini Aceh memiliki 23 kabupaten/kota yang terdiri dari 18 kabupaten dan 5 kota, 284 kecamatan,
755 mukim dan 6.450 gampong atau desa. Penduduknya berjumlah 4.597.308 jiwa (2.300.411 laki-
laki dan 2.968.967 perempuan). Dengan kepadatan mencapai 81 orang/km2, laju pertumbuhan
penduduknya dalam 5 tahun terakhir mencapai 1,66 persen1
. 	
1.2. Dinamika Alam, Politik, Ekonomi, Sosial dan Budaya
Pernah maju di abad 17 sebagai pusat peradaban Asia Tenggara, Aceh kemudian menjadi daerah yang
mengalami stagnasi bahkan kemunduran. Perang sabil dan konflik berkepanjangan telah menghancurkan
sendi-sendi sosial dan ekonomi “Daerah Modal” Indonesia ini. Puluhan tahun masyarakat dan
pemimpinnya disibukkan dengan jihad melawan Portugis (1514-1636), Belanda dan Jepang (1873-
1945). Paska kemerdekaan, masyarakat yang terdiri dari 13 suku serta kaya warisan seni dan budaya
ini kembali terperangkap dalam konflik sosial “Cumbok” (1946-1947), perlawanan Daud Beureueh
melalui DI/TII (1953-1963), sampai kepada tuntutan keadilan di bawah Gerakan Aceh Merdeka (1976-
2005). Semua rentetan kelam ini berakhir dalam tsunami 26 Desember 2004 yang menghilangkan
170.000 nyawa. Bencana terbesar abad 21 yang terjadi di 150 km pesisir barat Aceh ini melumpuh
totalkan pemerintah dan birokrasi. Masyarakat ekonomi juga mengalami kehancuran. Angka kemiskinan
saat itu 28,69 persen. Praktis selama 4 tahun (2005-2008) tata kelola pemerintahan diambil alih oleh
Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR Aceh-Nias), yang kepemimpinannya disupply dari Jakarta.
Ketika mengakhiri mandatnya, BRR meninggalkan kemiskinan di Aceh pada angka 23,3 persen2
.
2.	 Implikasi dan Tantangan Tata Kelola di Provinsi Aceh	
2.1. Bencana dan Perdamaian, Sebuah Tonggak Baru Pembangunan
Ternyata, tsunami memiliki sisi blessing in disguise. Ada berkah di belakang bencana. Lebih dari
250 institusi datang mendukung pembangunan kembali Aceh. Sampai tahun 2006, sekitar Rp 28,5
trilyun terkucur untuk rehabilitasi dan rekonstruksi3
. Konflik 30 tahun antara pemerintah Indonesia
1
	 Badan Pusat Statistik (BPS). 2012.“Aceh Dalam Angka 2012”. BPS Provinsi Aceh dan BAPPEDA Aceh: Banda Aceh.
2	
Ibid.
3
	 World Bank. 2006.“Aceh Public Expenditure Analysis: Spending for Reconstruction and Poverty Reduction”. The World Bank Office: Jakarta.
Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 20128
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
dengan GAM juga berakhir dimeja perundingan. Dalam siklus damai MoU Helsinski 15 Agustus
2005 ini, Aceh mulai menatap harap masa depannya. Melalui berbagai produk hukum yang
bertujuan mengembalikan harkat dan martabat provinsi Serambi Mekkah ini, pemerintah pusat
mulai menyerahkan dana yang signifikan untuk menata kembali pemerintahan dan kesejahteraan
masyarakatAceh. Bersama Papua Barat,Aceh menyandang status Otonomi Khusus (OTSUS). Selain
kewenangan lebih, Aceh juga mendapat tambahan dana cukup besar dari Tambahan Dana Bagi Hasil
Minyak dan Gas (TDBH Migas) dan Dana Otonomi Khusus. 	
2.2. Aceh Kebanjiran Dana
Pasal 181 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) mulai
mengucurkan banyak uang ke Aceh. Dana Otonomi Khusus yang berlaku 20 tahun (2008-2027)
menjanjikan 2% dari pagu Dana Alokasi Umum (DAU) nasional untuk terus ditransfer ke Aceh
sampai tahun 2022, dan dilanjutkan dengan 1% sampai tahun 2027. Sampai tahun 2012 saja Aceh
telah menikmati dana OTSUS sebesar Rp 21,155 trilyun. Sebagai daerah yang memiliki sumber
daya alam melimpah, pendapatan pertahun Aceh dari Tambahan Dana Bagi Hasil Minyak dan Gas
Bumi (TDBH Migas) juga cukup signifikan, 55% dari minyak dan 40% dari gas bumi. Tahun 2012
misalnya, Aceh menerima TDBH Migas sejumlah Rp 540,051 milyar, disamping dana Otsus sebesar
Rp 5,476 trilyun. Besarnya pendapatan ini membengkakkan anggaran Pemerintah Aceh. Tahun 2012
total APBD/APBA mencapai Rp 9,511 trilyun. Tahun 2013 bahkan meningkat menjadi Rp 11,785
trilyun. Aceh tahun 2010 dinyatakan sebagai daerah terkaya ke-7 di Indonesia menurut APBD per
kapita. Namun, kemajuan apa yang sudah dicapai Aceh dengan alokasi dana yang begitu besar?	
2.3. Paradoks Pembangunan
Meskipun disiram dengan dana yang besar, pembangunan dan kesejahteraan Aceh tidak serta merta
tumbuh memuaskan. Tingkat kemiskinan di Aceh selama beberapa tahun memang menunjukkan
penurunan mulai 23,53 persen (2008), 21,80 persen (2009), 20,98 persen (2010), 19,48 persen
(2011), dan 19,46 persen (2012). Namun masih berada di atas rata-rata nasional, yaitu 11,66 persen
(2012). Angka pengangguran terbuka 2012 (7,85 persen) juga demikian, di atas rata-rata nasional
(6,32 persen)4
. Di sisi lain, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di provinsi Aceh selama lima tahun
terus membaik dari 70,76 (2008) menjadi 71,70 (2010). Tetapi jika dibandingkan dengan rata-rata
nasional 70,59 (2008) dan 72,27 (2010), selisih poinnya semakin melebar dari 0,17 menjadi 0,57.
Ini indikasi bahwa pertumbuhan IPM secara nasional jauh lebih tinggi daripada pertumbuhan IPM
Aceh, meskipun Aceh telah cukup mengkonsumsi dana Otsus, TDBH Migas dan lainnya selama
lima tahun belakangan. Pendapatan per kapita non-migas Aceh pada harga konstan juga terus naik
4
	 Badan Pusat Statistik (BPS). 2012.“Aceh Dalam Angka 2012”. BPS Provinsi Aceh dan BAPPEDA Aceh: Banda Aceh.
Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 2012 9
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
dari Rp 6.176.902 (2008), Rp 6.313.266 (2009), Rp 6.472.340 (2010), menjadi Rp 6.718.952 (2011).
Namun juga masih di bawah rata-rata nasional Rp 10,971,614 (2011)5
. Lebih mengejutkan lagi,
peringkat menurut nilai rataan IPA yang diraih peminat SNMPTN 2012 menurut provinsi asal SLTA,
Aceh menduduki peringkat 29. Padahal alokasi anggaran pendidikan per siswa sampai tingkat SMA
Aceh tahun 2012 berada di ranking dua (Rp 954,4 ribu) setelah Jakarta (Rp 2,289 juta). Di sektor
kesehatan, angka harapan hidupAceh tahun 2010 (68,70) lebih rendah dari rata-rata nasional (69,43).
Padahal, anggaran per kapita kesehatan meningkat tiga kali lipat dari tahun 2005 ke tahun 2012
(yang kini mencapai Rp 931 milyar) berada di empat besar nasional6
. 	
2.4. Aceh Lemah Tata Kelola Pemerintahan
Data dan berbagai hasil studi di atas menunjukkan wajah Aceh yang menikmati dana begitu
besar, tetapi pembangunannya tertinggal. Ini indikasi ada tata kelola yang bermasalah, disamping
pengetahuan dan keahlian (sumberdaya manusia) yang masih lemah. Dimulai dari pemerintah
dan legislatif yang selalu lambat dalam menyusun dan mengesahkan anggaran (APBA 2008: 24
Juni 2008, APBA 2009: 29 Januari 2009, APBA 2010: 19 Maret 2010, APBA 2011: 15 April 2011,
APBA 2012: 31 Januari 2012. Sampai kepada penyerapan anggaran yang tidak maksimal. Target
Gubernur Aceh dr. Zaini Abdullah dan wakilnya Muzakkir Manaf (2012-2017) untuk meningkatkan
pertumbuhan ekonomi menjadi 8 persen, menurunkan kemiskinan menjadi 9,50 persen dan angka
pengangguran menjadi 6,50 persen pada akhir periode kepemerintahannya tidak akan pernah terjadi,
jika tata kelola pemerintahan Aceh tidak segera dibenahi. Akhlak kepemerintahan atau dikenal
dengan prinsip-prinsip good governance (partisipasi, keadilan, akuntabilitas, transparansi, efisiensi,
dan efektivitas) dalam setiap fungsi pemerintahan dan birokrasi mesti dijalankan. Hal yang sama
juga harus dilakukan oleh masyarakat sipil dan masyarakat ekonomi Aceh. Karena visi “Aceh yang
Islami, Maju, Damai dan Sejahtera”7
bukan hanya tanggung jawab pemerintah, melainkan hasil
interaksi semua stakeholder regional ini.
5
	 Badan Pusat Statistik (BPS). 2011.“Buku Saku Aceh 2011”. BPS Provinsi Aceh dan BAPPEDA Aceh: Banda Aceh.
6
	 Public Expenditure Analysis and capacity Strengthening Program in Aceh (PECAPP). 2012.“Analisis Belanja Sektor Kesehatan Aceh”.
7
	 Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP Aceh),“Visi Pembangunan Aceh Tahun 2005-2025”.
Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 201210
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
II.	 TATA KELOLA PROVINSI ACEH	
2.1. Indeks Kinerja Tata Kelola: Peringkat Provinsi Aceh
Grafik 1. Peringkat Tata Kelola Pemerintahan Hasil Indonesia Governance Index (IGI)
Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 2012 11
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
Indonesia Governance Index (IGI) menempatkan Aceh pada urutan 18 dari 33 provinsi di Indonesia
(Grafik 1). Peringkat ini gambaran menyeluruh enam prinsip good governance (partisipasi, keadilan,
akuntabilitas, transparansi, efisiensi, dan efektivitas) di empat arena atau stakeholders provinsi
(pemerintah, birokrasi, masyarakat sipil, dan masyarakat ekonomi). Sembilan peringkat teratas diraih
DI Yogyakarta, Jawa Timur, DKI Jakarta, Jambi, Bali, Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan, Riau,
dan Sulawesi Utara. Meskipun belum ada provinsi di Indonesia yang memperoleh nilai baik atau
sangat baik, namun 9 provinsi ini mendapat nilai indeks tata kelola pemerintahan yang cenderung
baik. Sementara 19 puluh provinsi lain berada di posisi cukup. Hanya 3 provinsi (Bengkulu, Papua
Barat, dan Maluku Utara) yang tata kelola pemerintahannya dikategorikan cenderung buruk. Aceh
yang pada tahun 2008 berada di peringkat 19 kini berada pada peringkat 18 dan memiliki indeks
sedikit di atas rata-rata nasional (5,82), dan secara keseluruhan kinerjanya cukup. Secara regional,
dari 10 provinsi di Sumatera, Aceh berada di urutan 7. Kinerja tata kelola pemerintahan Aceh berada
di bawah Jambi, Sumatera Selatan, Riau, Lampung, Bangka Belitung dan Sumatera Utara. Namun
lebih baik dari Sumatera Barat, Kepulauan Riau dan Bengkulu.	
2.2. Indeks Kinerja Tata Kelola
2.3.	 Semua Arena vs. Nasional
Grafik 2: Indeks Tata Kelola antar Arena: ”Aceh terhadap Rata-Rata Nasional”
5,55 6,04 6,45
5,075,28 5,68
6,33
5,72
1,00
3,00
5,00
7,00
9,00
Indeks Arena
Pemerintah
Indeks Arena
Birokrasi
Indeks Arena
Masyarakat
Indeks Arena
Masyarakat
Ekonomi
Provinsi Rata-rata Nasional
KecualiMasyarakatEkonomi,semuaArenaTataKelolaProvinsiAcehberadadiatasRata-Rata
Nasional.IndekstatakelolatertinggidiProvinsiAcehsecaraberurutandiperoleholehMasyarakatSipil,
Birokrat, Pemerintah, dan Masyarakat Ekonomi. Tiga arena yang pertama memiliki indeks tata kelola
di atas rata-rata nasional. Hanya masyarakat ekonomi yang memiliki kinerja tata kelola di bawah rata-
rata nasional. Dari empat arena tersebut, hanya Masyarakat Sipil dan Birokrasi yang memiliki kinerja
cenderung baik. Sementara Pemerintah dan Masyarakat Ekonomi memiliki kinerja cukup (Grafik 2).
Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 201212
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
Grafik 3: Indeks Tata Kelola Masyarakat Sipil Aceh
5,33
5,56
5,72
6,04
6,12
6,24
6,24
6,31
6,33
6,36
6,40
6,40
6,40
6,40
6,40
6,40
6,40
6,40
6,40
6,40
6,40
6,40
6,40
6,40
6,40
6,40
6,40
6,40
6,40
6,45
6,65
6,68
6,72
6,75
0 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00 8,00 9,00 10,00
DKI
Kepri
Maluku Utara
Papua
Rata-Rata Nasional
Sumbar
Riau
Lampung
Jateng
Bali
NTT
Kalsel
Sulut
Sultra
Sulbar
Sulteng
DIY
"Aceh Peringkat 5"
Masyarakat Sipil Aceh memiliki kinerja tata kelola lebih baik daripada arena
lainnya, secara nasional berada di peringkat 5. Di samping memiliki indeks tata kelola yang
paling tinggi dibandingkan arena lainnya, Masyarakat Sipil Aceh juga menempati peringkat 5
indeks tata kelola secara nasional (Grafik 3). Lima teratas adalah Jawa Timur, DI Yogyakarta,
Sumatera Utara, Sulawesi Tengah, dan Aceh. Secara nasional, kinerja tata kelola Masyarakat
Sipil terlihat cenderung baik. Hanya 5 provinsi (Maluku Utara, Maluku, Kepulauan Riau, Papua
Barat, dan DKI Jakarta) yang memiliki rapor cukup. Indeks terendah justru ditempati DKI
Jakarta dan berada di bawah rata-rata nasional. Secara regional, indeks tata kelola Masyarakat
Sipil Aceh berada di peringkat 2 setelah Sumatera Utara.
Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 2012 13
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
Tingginya indeks persepsi tata kelola Masyarakat Sipil Aceh dapat dipahami sebagai indikasi masih
aktif dan relatif baiknya Arena ini dalam memainkan perannya. Terutama dalam bidang
advokasi dan pemberdayaan masyarakat Aceh sejak masa rehabilitasi danrekonstruksi. Aceh
merupakan provinsi yang setelah tsunami sempat mengalami ‘banjir’OMS dan memiliki aktivitas yang
cukup padat dalam berbagai isu sosial, ekonomi, pendidikan, kesehatan, politik, dan pemerintahan.
3,53
3,55
3,60
4,25
4,26
4,27
4,28
4,50
4,79
5,36
5,39
5,50
5,52
5,56
5,65
5,68
5,84
6,04
6,05
6,05
6,09
6,13
6,26
6,32
6,43
6,68
6,75
6,98
7,06
7,09
7,14
7,28
7,46
1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00 8,00 9,00 10,00
Maluku Utara (33)
Papua Barat (32)
Maluku (31)
Papua (30)
Kalbar (29)
NTT (28)
Sultra (27)
Bengkulu (26)
Sulteng (25)
Gorontalo (24)
Sulsel (23)
Sumbar (22)
Babel (20)
Kepri (19)
Sulbar (18)
NTB (17)
Aceh (16)
Jabar (15)
Banten (14)
Jateng (13)
Kalteng (12)
Bali (11)
Kalsel (10)
Sumut (9)
Lampung (8)
Jambi (7)
Sulut (6)
Riau (5)
Sumsel (4)
DKI (3)
DIY (1)
Grafik 4: Indeks Tata Kelola Birokrasi Aceh
"Aceh Peringkat 16 "
Kinerja tata kelola Birokrasi Aceh lebih baik daripada kinerja tata kelola pemerintahnya (eksekutif dan
legislatif), secara nasional berada di peringkat 16. Setelah Masyarakat Sipil, peringkat kedua kinerja
tata kelola provinsi Aceh ditempati Arena Birokrasi, dan disusul Pemerintah pada posisi ketiga. Indeks
kinerja Birokrat lebih tinggi (cenderung baik) dibandingkan Pemerintah (cukup). Sepertinya,
pengalaman para birokrat serta reformasi Birokrasi pada level provinsi yang dilaksanakan sejak
pemerintahan drh. Irwandi Yusuf (2006-2011) dengan asistensi beberapa lembaga donor, membawa
Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 201214
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
pengaruh positif terhadap indeks kinerja tata kelola Birokrasi. IGI 2012 ini menempatkan Birokrasi
Aceh pada peringkat 16 nasional, atau berada di urutan kelima dari 13 provinsi yang mendapat nilai
sedang (Grafik 4). Di regional Sumatera, dari 10 provinsi Aceh berada pada peringkat 6. Kinerja
tata kelola Birokrat Aceh berada di bawah Sumatera Selatan, Riau, Jambi, Lampung, dan Sumatera
Utara. Namun lebih baik dari Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Sumatera Barat, dan Bengkulu.
3,98
4,06
4,16
4,33
4,35
4,78
4,85
5,02
5,13
5,15
5,17
5,20
5,20
5,20
5,22
5,24
5,28
5,28
5,31
5,34
5,35
5,37
5,46
5,51
5,55
5,55
5,70
5,90
5,99
6,12
6,26
6,52
6,78
1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00 8,00 9,00 10,00
Bengkulu (33)
Maluku Utara (32)
NTT (31)
Papua Barat (30)
Papua (29)
Sultra (28)
Kalbar (27)
Sumsel (26)
Maluku (25)
Sumut (24)
NTB (23)
Sumbar (22)
Sulteng (21)
Sulsel (20)
Jateng (19)
Sulut (18)
Banten (17)
Gorontalo (16)
Riau (15)
Kepri (14)
Jabar (13)
Kalteng (11)
Lampung (10)
Aceh (8)
Sulbar (7)
Jambi (6)
Kalsel (5)
Bali (4)
Babel (3)
DIY (2)
DKI (1)
Grafik 5: Indeks Tata Kelola Pemerintah Aceh
"Aceh Peringkat 8"
Meskipun pada level provinsi kinerja tata kelola Pemerintah Aceh masih di bawah Birokrat,
secara nasional berada di peringkat 8. Secara nasional, hanya tiga provinsi (DKI Jakarta,
DI Yogyakarta dan Kepulauan Bangka Belitung) yang Pemerintahnya memiliki tata kelola yang
cenderung baik. Aceh bersama 23 provinsi lain berkinerja cukup. Sedangkan 7 provinsi berkinerja
cenderung buruk. Secara nasional,Aceh berada pada peringkat 8 (Grafik 5). Untuk wilayah Sumatera,
kinerja tata kelola Pemerintah Aceh berada di peringkat 3, di bawah Bangka Belitung dan Jambi.
Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 2012 15
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
Provinsi yang ekonominya lebih maju seperti Sumatera Utara, pemerintahnya justru memiliki kinerja
yang lebih rendah dari Aceh.
4,83
5,05
5,07
5,14
5,19
5,36
5,37
5,43
5,44
5,49
5,54
5,59
5,70
5,76
5,76
5,82
5,83
5,84
5,90
5,90
5,90
5,91
6,00
6,01
6,01
6,02
6,03
6,12
6,12
6,13
6,13
6,15
6,32
1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00 8,00 9,00 10,00
Maluku Utara (33)
Bengkulu (32)
Aceh (31)
Lampung (30)
Papua Barat (29)
Papua (28)
Sultra (27)
NTT (26)
DKI (25)
Sumut (24)
Kalbar (22)
Jambi (21)
Riau (20)
NTB (19)
Kepri (18)
Banten (17)
Sulteng (16)
Jabar (15)
Maluku (14)
Babel (13)
Gorontalo (12)
Sulut (11)
Kalteng (10)
Kalsel (8)
Jateng (7)
Sulbar (6)
DIY (5)
Bali (4)
Sumbar (3)
Sulsel (2)
Sumsel (1)
Grafik 6: Indeks Tata Kelola Masyarakat Ekonomi Aceh
"Aceh Peringkat 31"
Kinerja Masyarakat Ekonomi Aceh berada di bawah rata-rata nasional, secara nasional
berada di peringkat 31. Masyarakat Ekonomi provinsi Aceh yang terdiri dari Asosiasi Bisnis dan
Kelompok Buruh merupakan kelompok stakeholders yang memiliki kinerja tata kelola di bawah rata-
rata nasional. Arena ini bahkan berada di peringkat 31 nasional. Secara nasional, hanya 2 provinsi
yang memiliki persepsi nilai kinerja cenderung baik (Sumatera Selatan dan Sulawesi Selatan). Yang
cenderung buruk hanya provinsi Maluku Utara. Selebihnya, termasukAceh, berkinerja cukup (Grafik
7). Di wilayah Sumatera, Masyarakat Ekonomi Aceh berada di posisi terbawah bersama Bengkulu.
Berbagai isu iklim usaha, perlindungan hak dan kesejahteraan pekerja, keterlibatan asosiasi dalam
Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 201216
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
perumusan kebijakan, kepatuhan terhadap pajak, persaingan bisnis dan tender barang dan jasa yang
dinilai kurang sehat menjadi kontributor rendahnya indeks persepsi tata kelola Masyarakat Ekonomi
di Provinsi Aceh.
2.4.	 Indeks Kinerja Tata Kelola: Perbandingan Prinsip-Prinsip Antar Arena
Gra ik 7: Perbandingan Prinsip-Prinsip Tata Kelola antar Arena di Provinsi Aceh
1,00 3,00 5,00 7,00 9,00
Par sipasi
Keadilan
Akuntabilitas
Transparansi
E siensi
Efek tas
Pemerintah Birokrasi Masyarakat Sipil Masyarakat Ekonomi
Perbandingan prinsip-prinsip good governance antar arena di Provinsi Aceh. Seperti terlihat
pada Grafik 7, IGI 2012 memberikan informasi menarik tentang penerapan prinsip-prinsip good
governance pada semua arena di Provinsi Aceh:
• Partisipasi tertinggi dipraktikkan oleh Masyarakat Sipil (6,40) dan terendah oleh Birokrasi (2,85).
Perbedaan ini nantinya akan dijelaskan oleh indikator dua arena ini yang dinilai bekerja secara
berbeda. Sedikit tidaknya ini menjelaskan bahwa Masyarakat Sipil Aceh memiliki intensitas
keterlibatan yang cukup tinggi dengan grass-root, sementara Birokrasi Aceh terlalu office-
centered dan minim ruang keterlibatan bagi publik dalam wilayah kerja mereka.
• Keadilan tertinggi diterapkan oleh Pemerintah (8,06) dan terendah oleh Masyarakat Ekonomi
(5,50). Nantinya akan digambarkan oleh beberapa indikator bagaimana peran Gubernur dan
Legislator Aceh yang sangat signifikan dalam pengalokasian anggaran untuk pengentasan
kemiskinan, perbaikan kesehatan, dan pendidikan masyarakat. Sementara rendahnya perhatian
sektor usaha terhadap tuntutan kesejahteraan buruh, lemahnya pengakuan dan perlindungan hak-
Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 2012 17
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
hak pekerja perempuan menjadi bagian indikator rendahnya prinsip keadilan pada Masyarakat
Ekonomi di Provinsi Aceh.
• Akuntabilitas tertinggi ditunjukkan oleh Birokrasi (6,62) dan terendah oleh Pemerintah (3,79).
Lebih lanjut nantinya akan dijelaskan bagaimana pencapaian opini wajar dari BPK walaupun
dengan pengecualian merupakan bagian dari alasan relatif tingginya akuntabilitas mereka.
Sementara indikator terlambatnya proses penyusunan sampai pengesahanAPBA, serta minim dan
lambatnya produksi Qanun, merupakan bagian dari potret rendahnya akuntabilitas Pemerintah.
• Transparansi tertinggi dipunyai oleh Masyarakat Sipil (6,40) dan terendah oleh Pemerintah
(3,39). Akses informasi terhadap Birokrasi, walaupun prosedural, dirasakan jauh lebih mudah
daripada akses terhadap informasi keuangan pemerintah dan dokumen legislasi. Temuan ini
menjadi menarik, karena transparansi masyarakat sipil sedikit lebih tinggi daripada birokrasi.
• Efisiensi tertinggi diperlihatkan oleh Pemerintah (9,05) dan terendah oleh Masyarakat Ekonomi
(4,60). Kontribusi efisiensi yang tinggi ini di antaranya didapat dari rasio belanja aparatur DPKKA
(langsung dan tidak langsung) terhadap total belanja publik provinsi pada 2011 yang memiliki
nilai indeks 8,15, di samping persepsi pelayanan pengurusan investasi yang sudah semakin cepat.
Sementara rendahnya koordinasi antar asosiasi bisnis dalam perumusan kebijakan daerah serta
ketidak fokusan pada penggunaan energi ramah lingkungan dalam pengelolaan bisnis menjadi
penyebab rendahnya persepsi efisiensi terhadap Masyarakat Ekonomi.
• Efektivitas tertinggi dicapai oleh Masyarakat Sipil (6,89), dan terendah oleh Birokrasi (4,22).
Kontribusi masyarakat sipil dinilai cukup tinggi dalam upaya pemberantasan korupsi, peningkatan
kualitas pelayanan publik dan pemberdayaan masyarakat marginal. Sementara persentase realisasi
PAD yang rendah pada 2011 yang memiliki skor indeks 1,00 dibanding penganggaran tahunan
untuk dinas pengumpul/DPKAD menjadi bagian indikasi rendahnya efektivitas Birokrat.
Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 201218
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
2.5.	 Indeks Kinerja Tata Kelola: Perbandingan Prinsip-Prinsip Dalam Satu
Arena
Grafik 8: Pemerintah Aceh: ”Adil, tetapi Tidak Transparan dan Tidak Akuntabel”
5,87
3,89
5,45
4,58
7,51
5,49
4,92
8,28
3,79
3,39
9,05
5,76
Fairness
Akuntabilitas
Transparansi
Aceh Rata-rata Nasional
Pemerintah Aceh: adil dan efisien, tetapi tidak transparan dan tidak akuntabel. Di satu sisi,
Pemerintah Aceh memiliki indeks keadilan yang baik (8,28) jauh di atas rata-rata nasional (3,89).
Kontribusi terhadap tingginya keadilan di antaranya disumbang oleh alokasi anggaran pendidikan
per siswa (Rp 954,409 ribu), kesehatan per kapita (Rp 156,152 ribu), dan kemiskinan per kapita (Rp
256,921 ribu) yang ketiganya lebih tinggi dari rata-rata nasional. Ini diperkuat oleh hasil workshop
dimana para WIP tidak mempertanyakan besarnya alokasi anggaran Gubernur dan legislatif Aceh
terhadap tiga sektor tersebut. Sementara itu, Pemerintah Aceh juga memiliki indeks efisiensi yang
juga baik (9,05) dan di atas rata-rata nasional (7,51). Kontribusi terbesar terhadap efisiensi di
antaranya disumbang oleh rendahnya rasio belanja pegawai -langsung dan tidak langsung (Rp 1,064
trilyun) terhadap total belanja APBA (Rp 7,374 trilyun), serta rendahnya rasio total belanja DPRA
(Rp 82,547 milyar) terhadap total belanjaAPBA(Rp 7,374 trilyun). Meski dari sisi rasio anggaran ini
cukup efisien, sisi efisiensi lain seperti rata-rata waktu penyelesaian Qanun di DPRA sampai kepada
penerbitan Pergub belum baik.
Di sisi lain, indeks transparansi Pemerintah Aceh bernilai buruk (3,39) dan berada di bawah rata-
rata nasional (4,58) yang juga cenderung buruk. Rendahnya transparansi diantaranya disumbang
oleh akses yang sangat sulit terhadap penggunaan dana aspirasi. Lainnya disebabkan oleh akses
publik yang tidak begitu cepat/mudah terhadap dokumen-dokumen seperti Qanun APBA, Qanun
Non-APBA beserta Pergub tentang itu, Pertanggungjawaban APBA, Risalah Rapat dan Laporan
Kunjungan Kerja Anggota DPRA. Dokumen-dokumen tersebut tidak ter up-date secara on-line dan
Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 2012 19
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
perolehannya harus melalui prosedur birokratis yang terkadang tidak mudah/cepat. Hal ini diakui oleh
WIP peserta workshop IGI yang menilai keterbukaan informasi publik pada Pemerintah Aceh belum
begitu baik. Bahkan pada tahun 2013, bantuan sosial dan dana hibah dianggap sebagai ‘dana siluman’
(termasuk di dalamnya dana aspirasi sebesar Rp 345 milyar) yang kemudian dilarang Mendagri
untuk dicairkan. Selain itu, indeks akuntabilitas Pemerintah Aceh juga buruk (3,79). Rendahnya
akuntabilitas diantaranya disumbang oleh selalu lambatnya pengesahan APBA (tahun 2011 terlambat
3,5 bulan), serta rendahnya rasio Qanun yang disahkan dibandingkan dengan rencana legislasi
daerah (dari jumlah 31 dalam Prolegda 2011, disahkan hanya 4). Temuan ini diperkuat oleh persepsi
WIP yang ikut meragukan komitmen anggota DPRA untuk memperjuangkan kepentingan publik.
Grafik 9: Birokrat Aceh: ”Efisien, tetapi Tidak Partisipatif”
3,96
5,91
6,17
5,04
6,98
5,38
2,85
6,76
6,62
5,93
8,54
4,22
Fairness
Akuntabilitas
Transparansi
Aceh Rata-rata Nasional
Birokrasi Aceh: efisien, tetapi tidak partisipatif dan cenderung tidak efektif. Di satu sisi, tata
kelola Birokrasi Aceh sudah efisien (nilai indeks 8,54) dan berada di atas rata-rata nasional (6,98).
Efisiensi ini diantaranya disumbang oleh rendahnya rasio anggaran belanja aparatur (Rp 1,064
trilyun) terhadap total belanja publik (Rp 4,594 trilyun), rendahnya rasio belanja aparatur DPKKA
(Rp 53,503 milyar) terhadap realisasi PAD provinsi (Rp 802,840 milyar), serta keberadaan one stop
service (KPPTSP Aceh) dengan SOP yang dinilai mulai menjamin pelayanan pengurusan usaha.
Di sisi lain, indeks partisipasi Birokrasi Aceh justru sangat rendah (2,85) dan berada di bawah
rata-rata nasional (3,96). Penyertaan publik dalam tata kelola Birokrasi dinilai belum memuaskan.
Meskipun baru-baru ini telah ada forum regular dengan masyarakat untuk memperkuat iklim
bisnis (Aceh Business Forum), namun minim dan rendahnya kualitas unit pelayanan pengaduan
masyarakat di bidang kesehatan, pendidikan dan pengentasan kemiskinan, dan pelayanan pengaduan
di DPKKA memperburuk indeks partisipasi Birokrasi. Hal ini diperkuat dari hasil workshop WIP
Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 201220
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
yang menyatakan pelayanan yang diberikan oleh unit-unit pemerintah masih lambat dan belum
memuaskan. Sementara itu, indeks efektivitas birokrasi juga cenderung buruk (4,22) dan di bawah
rata-rata nasional (5,38). Ini disumbang oleh persentase anggaran tahunan DPKKA yang jumlahnya
lebih besar (Rp 2,115 trilyun) dibandingkan realisasi PAD provinsi (Rp 802,840 milyar). Meskipun
disatu sisi birokrat dinilai efektif dengan meningkatnya jumlah usaha di Aceh, namun efektivitas
ini terganggu oleh rendahnya indeks kulitas lingkungan hidup di Aceh (1,00) yang terbukti dengan
bencana alam seperti banjir dan polusi yang mulai sering dirasakan masyarakat.
6,53
6,28
6,17
6,28
6,22
6,48
6,40
6,40
6,40
6,40
6,40
6,89
Keadilan
Akuntabilitas
Transparansi
Masyarakat Sipil Aceh:
Aceh Rata-Rata Nasional
Masyarakat Sipil Aceh: efektif, tetapi secara rata-rata nasional kurang partisipatif. Secara
umum semua prinsip good governance Masyarakat Sipil Aceh memiliki nilai indeks di atas rata-
rata nasional dan berkinerja “Cenderung Baik”. Dari semua, efektivitas memiliki nilai indeks paling
tinggi (6,89). Diakui oleh WIP dalam diskusi IGI 2012, arena ini cukup efektif dalam mencapai
tujuan-tujuan advokasi dan pemberdayaan masyarakat melalui mekanisme kerja yang terfokus,
terarah dan terukur. Namun demikian, indeks partisipasi masyarakat Sipil Aceh lebih rendah (6,40)
dari rata-rata nasional (6,53). Rendahnya angka partisipasi ini sejalan dengan hasil diskusi kelompok,
bahwa keterlibatan masyarakat sipil Aceh secara keseluruhan mulai dari proses perencanaan sampai
kepada pengawasan anggaran publik masih lemah. Karena selama ini, seperti diakui oleh WIP dari
Pemerintah dan Birokrasi dalam diskusi, bahwa Masyarakat Sipil Aceh terlalu kritis dan aktif pada
tahap evaluasi pembangunan, tetapi rendah partisipasinya pada awal perencanaan dan implementasi
program pembangunan.
Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 2012 21
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
Grafik 11: Masyarakat Ekonomi Aceh: ”Di Bawah Rata-Rata Nasional”
6,16
5,83
6,18
5,80
5,54
4,74
5,84
5,50
5,09
4,60
4,60
5,02
Keadilan
Akuntabilitas
Transparansi
Masyarakat Ekonomi Aceh:
"Di Bawah Rata-Rata Nasional"
Aceh Rata-Rata Nasional
Masyarakat Ekonomi Aceh: hampir semua prinsip-prinsip tata kelolanya berada di bawah
rata-rata nasional. Dari enam prinsip tata kelola di Arena Masyarakat Ekonomi, hanya prinsip
efektivitas (5,02) yang memiliki kinerja di atas rata-rata nasional (4,74). Mulai membaiknya iklim
bisnis provinsi sejak masa damai serta pertumbuhan lapangan kerja menjadi alasan arena ini sukses
mencapai tujuannya, walaupun banyak didorong oleh APBA. Sementara efisiensi dan transparansi
merupakan dua indeks yang nilainya cenderung buruk (4,60). Meskipun asosiasi Masyarakat Ekonomi
telah cukup berpartisipasi dalam perumusan kebijakan pembangunan, namun efisiensi dinilai
rendah karena lemahnya koordinasi antar asosiasi ini. Ini diakui oleh WIP selama diskusi, bahwa
interest masyarakat ekonomi terhadap bisnis lebih bersifat personal daripada kepentingan asosiasi
dan masyarakat banyak. Sementara transparansi yang rendah (4,60) diakibatkan oleh kurangnya
keterbukaan masyarakat ekonomi dalam menjalankan fungsi implementasi proyek pemerintah.
Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 201222
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
2.6.	 Analisa Indikator
Tabel berikut meringkas sejumlah indikator tata kelola yang memiliki dua ekstrim indeks kinerja
(baik dan buruk).
Tabel 1: “Indikator-indikator yang memiliki indeks kinerja baik dan buruk”
Indikator Arena Prinsip Indeks Nilai
Pelembagaan upaya perlindungan dan
pemberdayaan perempuan
Pemerintah
Keadilan
(G1F1)
10,00
SANGATBAIK
Anggaran APBD bidang pendidikan
dibagi jumlah siswa sampai jenjang
pendidikan 9 tahun (disesuaikan dengan
indeks kemahalan konstruksi)
Pemerintah
Keadilan
(G2F3)
10,00
Rasio Total Budget DPRD terhadap
Total APBD
Pemerintah
Efisiensi
(G4I1)
9,54
Tingkat kesenjangan (Gini Ratio) Pemerintah
Efektivitas
(G2E4)
9,36
Rasio Anggaran untuk Belanja Aparatur
(Langsung dan Tidak Langsung)
terhadap Total Belanja Publik Provinsi
Birokrasi
Efisiensi
(B2I1)
9,56
Pelayanan Untuk Pengurusan Investasi Birokrasi
Efisiensi
(B3I1)
10,00
Pertumbuhan investasi (investment
growth)
Birokrasi
Efektivitas
(B3E1)
10,00
Anggaran APBD untuk kesehatan (non
belanja pegawai) per kapita (disesuaikan
dengan Indeks Kemahalan Konstruksi).
Pemerintah
Keadilan
(G2F1)
7,64
BAIK
Rasio Anggaran Belanja Pegawai
(Langsung+Tidak Langsung) terhadap
Total APBD
Pemerintah
Efisiensi
(G2I1)
8,15
Tingkat kemiskinan Pemerintah
Efektivitas
(G2E2)
7,57
Persentase kelahiran yang dibantu medis
(dokter dan bidan) terhadap total angka
kelahiran
Birokrasi
Keadilan
(B2F1)
8,23
Kemudahan akses terhadap regulasi
tentang investasi di provinsi
Birokrasi
Transparansi
(B3T1)
7,75
Kontribusi OMS terhadap upaya
pemberantasan korupsi.
Masy. Sipil
Efektivitas
(C1E1)
8,20
Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 2012 23
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
Ketepatan waktu dalam pengesahan
Qanun APBD
Pemerintah
Akuntabilitas
(G2A1)
1,00
SANGATBURUK
Kemudahan Akses Penggunaan Dana
Aspirasi Anggota DPRD Provinsi
Pemerintah
Transparansi
(G2T3)
1,00
Jumlah Qanun Inisiatif Pemerintah
Efektivitas
(G1E1)
3,25
Regulasi tentang Perlindungan
Lingkungan Hidup
Pemerintah
Efektivitas
(G1E2)
1,00
Persentase perempuan di parlemen Pemerintah
Efektivitas
(G3E5)
1,13
Unit Pelayanan Pengaduan Masyarakat
di bidang kesehatan, pendidikan, dan
pengentasan kemiskinan.
Birokrasi
Partisipasi
(B2P1)
1,00
Persentase anggaran tahunan DPKD
Provinsi terhadap realisasi PAD
(Pendapatan Asli Daerah)
Birokrasi
Efektivitas
(B1E1)
1,00
Kualitas Air/udara/Tutupan Hutan
dalam Indeks Kualitas Lingkungan
Hidup 2010 dan 2011
Birokrasi
Efektivitas
(B2E2/B2E3/
B2E4)
1,00
Rasio Realisasi pengesahan perda
dibandingkan dengan jumlah rencana
legislasi daerah (dalam %)
Pemerintah
Akuntabilitas
(G1A2)
3,03
BURUK
Kemudahan akses terhadap dokumen
PERDA dan Peraturan Gubernur Non-
APBD
Pemerintah
Transparansi
(G1T1)
3,25
Kemudahan Akses Kelengkapan
Dokumen APBD
Pemerintah
Transparansi
(G2T1)
3,25
Kemudahan Akses Pertanggungjawaban
APBD provinsi
Pemerintah
Transparansi
(G2T2)
3,25
Kemudahan akses kegiatan pengawasan
DPRD Laporan Singkat, Risalah
Rapat,Kunjungan Kerja Pembangunan
Anggota DPRD
Pemerintah
Transparansi
(G4T1)
3,25
Ada tidaknya Unit Pelayanan
Pengaduan Masyarakat (UPPM) di
Dispenda provinsi
Birokrasi
Partisipasi
(B1P1)
2,80
Kualitas Kelompok Kerja
Pengarusutamaan Gender di Provinsi
Birokrasi
Keadilan
(B2F4)
3,25
Dari tabel di atas terlihat bahwa Pemerintah dan Birokrasi adalah dua arena yang memiliki dinamika
ekstrim indeks yang berbeda (baik dan buruk). Indikator-indikator yang bernilai positif adalah
sesuatu yang perlu diberikan apresiasi untuk dipertahankan. Sementara yang bernilai buruk menjadi
bagian dari rekomendasi untuk perbaikan.
Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 201224
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
III.	 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI	
3.1. Kesimpulan
Dengan jumlah anggaran setiap tahun yang begitu besar dan semakin meningkat (Rp 7,519 trilyun
pada 2011, Rp 9,511 trilyun pada 2012, dan kini 11,785 trilyun tahun 2013) namun memiliki peringkat
18 dalam hal tata kelola pemerintahan, menjadi warning bahwaAceh ”cukup kaya” tetapi ”lemah tata
kelola”. Artinya, uang akan menguap begitu saja, dan tujuan-tujuan pembangunan tidak akan tercapai
jika prinsip-prinsip tata kelola tidak segera diperbaiki. Sebaliknya, Aceh dapat berubah menjadi
provinsi yang adil makmur, jika TDBH Migas dan Dana Otsus yang masih akan terus diterima sampai
tahun 2027 diimbangi oleh profesionalisme kinerja tata kelola Pemerintah, Birokrasi, Masyarakat
sipil, dan Masyarakat Ekonomi. Peringkat 18 bukanlah posisi yang baik. Terlebih secara keseluruhan
kinerjanya masih di bawah kategori ”baik”. Untuk mencapai nilai ”baik”, maka tidak ada pilihan lain
kecuali segera memperbaiki prinsip partisipasi, keadilan, akuntabilitas, transparansi, efisiensi, dan
efektivitas di keempat arena tata kelola.
3.2.	Rekomendasi	
3.2.1. Rekomendasi untuk Masing-masing Arena
•	 PEMERINTAH. Akuntabilitas, transparansi, dan efektivitas adalah tiga hal yang harus segera
diperbaiki oleh pemerintah (Gubernur dan Legislatif).
• Akuntabilitas berupa ketepatan waktu dalam pengesahan QanunAPBA, serta memperbanyak
jumlah pengesahan Qanun terutama yang sudah di inisiasi sendiri oleh DPRA.
• Transparansiberupakemudahanpublikuntukmengaksespenggunaandanaaspirasimerupakan
hal paling penting untuk segera dilakukan. Di samping itu, juga harus segera dipermudah
akses informasi terhadap dokumen kelengkapan APBA dan pertanggungjawabannya. Selain
itu, kemudahan akses terhadap dokumen-dokumen hukum (Qanun dan Pergub non APBA
lainnya), serta terhadap risalah rapat/kunjungan/kegiatan DPRA harus dibenahi secara online
dan ter-update. Semua ini penting dilakukan untuk meningkatkan kontrol dan kepercayaan
publik terhadap Gubernur dan DPRA.
• Efektivitas berupa peningkatan produktifitas jumlah qanun inisiatif (DPRA) yang harus
dihasilkan untuk mengatur jalannya pembangunan, termasuk membuat berbagai regulasi
lingkungan hidup untuk provinsi Aceh, serta meningkatkan persentase perempuan di
parlemen.
Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 2012 25
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
•	 BIROKRASI. Partisipasi, efektivitas, dan keadilan adalah tiga hal yang paling perlu diperbaiki
oleh Birokrasi Aceh.
• Partisipasi berupa perubahan paradigma kerja dari hal-hal administratif (office-centered)
ke persoalan publik (people-centered). Birokrat harus lebih membuka ruang keterlibatan
masyarakat dalam pembangunan dengan aktivasi unit-unit pengaduan di bidang kesehatan,
pendidikan, pengentasan kemiskinan, dan keuangan. Juga diperlukan interaksi dengan
kampus dan elemen sipil lainnya untuk peningkatan kualitas pembangunan melalui
colaborative research and development.
•	 Efektivitas pembangunan harus diupayakan melalui pertumbuhan investasi dan bisnis
lokal melalui peningkatan PAD, sehingga tidak tergantung dengan transfer dari pusat.
Implementasi proyek pembangunan pun harus mempertimbangkan kelestarian alam, yang
selama ini cenderung semakin rusak.
• Keadilan adalah dengan memperbaiki kualitas kelompok kerja pengarusutamaan gender
di tingkat provinsi guna mencapai kualitas pembangunan yang tidak timpang terhadap
kelompok-kelompok rentan. Terlebih dengan semakin meningkatnya kekerasan terhadap
perempuan dan anak.
•	 MASYARAKAT SIPIL. Partisipasi OMS yang terlihat cenderung ramai pada level evaluasi
pembangunan, harus lebih diramaikan lagi sejak tahap perencanaan. Keterlibatan masyarakat
sipil sejak awal sangat krusial bagi kualitas proses dan hasil pembangunan.
•	 MASYARAKAT EKONOMI. Berada pada peringkat 31, yang hampir keseluruhan prinsip tata
kelola berada di bawah rata-rata nasional, asosiasi dan kelompok buruh Aceh harus melakukan
perbaikan mulai dari kesolidan asosiasi dalam memperjuangkan kebijakan pembangunan yang
pro-pertumbuhanekonomirakyatdanmendukunghak-hakpekerja,sampaikepadatanggungjawab
untuk menumbuhkan usaha dan penyerapan tenaga kerja tanpa ketergantungan kepada realisasi
APBA.
Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 201226
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
	
3.2.2. Rekomendasi Umum
Di samping itu, interaksi positif antar empat regional stakeholders ini juga harus ditingkatkan.
Selama diskusi kelompok, para WIP menilai bahwa komunikasi antara Pemerintah, Birokrasi,
OMS dan Masyarakat Ekonomi belum terbangun dengan baik. Ketiga stakeholder pembangunan
regional ini seperti sedang berjalan ke arah tujuan masing-masing. Padahal, tujuannya sama, hendak
membangun masyarakat yang lebih baik. Ketidakharmonisan ini memicu timbulnya isu-isu seperti
lemahnya transparansi dan partisipasi. Untuk itu perlu pola komunikasi yang lebih intensif dan
terarah, sehingga semua elemen ini sejak awal secara bersama-sama terlibat dalam proses formulasi
sampai kepada pelaksanaan kebijakan, peraturan, pelayanan serta prioritas-prioritas pembangunan
dan pelayanan publik. Interaksi dan kolaborasi ini dipercayai akan memperkuat efektivitas, efisiensi,
akuntabilitas dan nilai-nilai keadilan dalam pembangunan.
Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 2012 27
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
2. PROVINSI SUMATERA BARAT
“ADA APA dengan SUMBAR?”
Oleh: Edi Indrizal
Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 201228
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 2012 29
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
I.	 Sekilas Provinsi Sumatera Barat
1.1.	 Kondisi Umum Geografis, Demografis, Sosial dan Ekonomi
Sumatera Barat merupakan salah satu daerah provinsi di wilayah bagian barat Indonesia. Sebaran
wilayahnya meliputi bagian daratan P. Sumatera bagian tengah sebelah barat hingga gugusan
pulau-pulau kecil dan besar yang berhadapan di perairan Samudera Indonesia dengan jumlah 377
pulau.Luas Provinsi Sumatera Barat 42.297,30km² atau 2,27% dari luas Republik Indonesia.
Wilayah ini terletak pada 0o
54’ Lintang Utara sampai dengan 3o
30’ Lintang Selatan dan dari 98o
36’sampai 101o
53’Bujur Timur. Daerah ini beriklim tropis basah. Curah hujan tahunannya berkisar
antara 1.980 - lebih dan 5.000 mm/tahun dengan kecenderungan daerah bagian barat lebih basah
dibandingkan bagian timur. Suhu rata-rata 220
– 280
C dengan perbedaan antara temperatur siang
dan malam antara 50
– 70
C.
Topografi daerah Provinsi Sumatera Barat memiliki variasi yang unik, mulai dari dataran rendah
di pantai berketinggian 0 m hingga dataran tinggi (pegunungan) berketinggian >3.000 m di atas
permukaan laut.Wilayah dataran tinggi amat subur untuk pertanian tersebar di sekitar pegunungan
Bukit Barisan seperti di Agam, Tanah Datar, Limapuluh Kota, Pasaman, Bukittinggi, Padang
Panjang dan Solok. Beberapa gunung berapi di daerah ini tercatat masih aktif, seperti: G. Marapi, G.
Singgalang dan G. Tandikat, G. Talang dan G. Talamau. Daerah ini juga memiliki beberapa danau
alam berukuran besar, seperti: danau Singkarak, danau Maninjau, danau Diatas dan danau Dibawah.
Adanya pegunungan dan danau di dataran tinggi menjadi sumber air utama bagi banyak sungai
yang mencapai 254 jumlahnya, sebagian bermuara ke Samudera Hindia di pantai barat dan sebagian
lainnya ke arah pantai timur Pulau Sumatera yang berhilir di Provinsi Riau dan Provinsi Jambi.
Sementara itu daerah dataran rendahnya tersebar di wilayah pantai barat meliputi Pasaman
Barat, Padang Pariaman, Pariaman, Padang dan Pesisir Selatan yang memiliki potensi kelautan
dan perairan yang besar. Pada gugusan pulau di Samudera Indonesia terdapat beberapa wilayah
yang dikenal memiliki ombak indah yang tinggi dan menjadi tantangan yang amat disukai oleh
para peselancar, seperti di kawasan pantai barat Pulau Siberut di Kepulauan Mentawai.
Di satu sisi variasi potensi kekayaan alam daerah ini terbukti amat baik untuk pengembangan
kegiatan ekonomi agraris. Pemandangan alamnya yang indah tidak ayal telah menjadi faktor daya
tarik tersendiri pula untuk dikunjungi para wisatawan dalam negeri maupun mancanegara. Namun di
sisi lain daerah ini juga dikenal sebagai salah satu daerah ‘minimarket’ bencana alam karena
rawan gempa bumi, banjir, longsor hingga angin kencang.
Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 201230
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
Wilayah Sumatera Barat berbatasan langsung dengan Provinsi Sumatera Utara di sebelah utara,
Provinsi Jambi dan Provinsi Bengkulu di sebelah selatan, Provinsi Riau di sebelah timur, dan dengan
Samudera Indonesia dan Madagaskar di bagian barat. Ibukota pusat pemerintahan provinsi ini berada
di Kota Padang. Secara administratif Provinsi Sumatera Barat terdiri atas 19 wilayah kabupaten/kota,
meliputi 12 Kabupaten dan 7 Kota, yakni: Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Agam, Kabupaten
Lima Puluh Kota, Kabupaten Padang Pariaman, Kabupaten Pesisir Selatan, Kabupaten Solok,
Kabupaten Solok Selatan, Kabupaten Sijunjung, Kabupaten Dharmasraya, Kabupaten Kepulauan
Mentawai, Kabupaten Pasaman, Kabupaten Pasaman Barat, Kota Padang, Kota Bukittinggi, Kota
Payakumbuh, Kota Padang Panjang, Kota Sawahlunto, Kota Solok dan Kota Pariaman. Penambahan
3 kabupaten baru yang melengkapinya menjadi 19 kabupaten/kota dimulai pada awal tahun 2004,
yaitu Pasaman Barat, Dharmasraya dan Solok Selatan, masing-masing pecahan dari Kabupaten
Pasaman, Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung dan Kabupaten Solok.
Struktur pemerintahan daerah Provinsi Sumatera Barat secara umum kurang lebih sama dengan
provinsi lainnya di Indonesia. Hanya saja pada struktur pemerintahan terendah di provinsi ini dijumpai
kekhasan. Sejak pemberlakuan otonomi daerah, di provinsi ini telah berlangsung juga perubahan
struktur pemerintahan desa ”Kembali ke Nagari”. Pemerintahan Nagari dikepalai oleh Wali Nagari
yang merupakan unit pemerintahan setara dengan Pemerintahan Desa yang umum dijumpai secara
nasional. Oleh karena itu unit pemerintahan terendah di Sumatera Barat itu ada di tingkat Nagari dan
Kelurahan.
Menurut data BPS (2011) penduduk Sumatera Barat berjumlah 4.904.460 jiwa. Pertumbuhan
pendudukdaerahiniterutamadipengaruhiolehfaktorpertumbuhanalamidanmigrasi.SumateraBarat
sering juga disebut dengan istilah “ranah Minang” karena mayoritas penduduknya bersuku bangsa
Minangkabau dan mengidentifikasi wilayah ini sebagai daerah asal mereka. Orang Minangkabau
dikenal sebagai salah satu kelompok suku bangsa di Indonesia yang masih kuat berpegang pada adat
dan agama Islam sebagaimana digambarkan dalam filosofi adatnya: “Adat Bersendi Syarak, Syarak
Bersendi Kitabullah”. Masyarakat Minangkabau yang menganut sistem kekerabatan matrilineal ini
juga dikenal sebagai salah satu kelompok suku bangsa dengan tradisi merantau dan kewirausahaan
yang kuat di Asia Tenggara.
Daerah Sumatera Barat masih lebih menonjol memperlihatkan ciri-ciri daerah agraris. Daerah ini
sejak dulu telah dikenal sebagai salah satu “lumbung padi” di luar Jawa. Sebagain besar areal sawah
di provinsi ini sudah merupakan sawah beririgasi teknis, semi teknis dan sederhana. Selain komoditi
pertanian padi, sayuran dataran tinggi juga banyak dihasilkan dari daerah ini dan dipasarkan ke
Provinsi tetangga seperti Riau, Jambi dan Kepulauan Riau, bahkan juga hingga ke Jakarta dan
untuk diekspor ke beberapa negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia. Selain itu kegiatan
Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 2012 31
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
peternakan, perkebunan dan kelautan juga sudah lama menjadi bagian dari kegiatan mata pencaharian
penduduknya. Sektor pariwisata pun merupakan salah satu sumber perekonomian yang penting bagi
daerah ini. Sementara itu untuk sektor lainnya seperti pertambangan, potensinya relatif terbatas dan
kurang dapat dikembangkan karena adanya batasan kawasan lindung di beberapa daerah. Potensi
bahan galian berupa deposit pasir dan batu gunung, tanah liat silika dan besi oksida serta kapur
sebagai bahan dasar industri semen dan batu bara juga dijumpai di daerah ini. Khusus ketersediaan
clay sebagai bahan baku semen, saat ini masih dapat memasok kebutuhan BUMN PT Semen Padang.
Sedangkan ekspoitasi batu bara skala besar kini tidak dilakukan lagi karena depositnya yang sudah
menipis sehingga PT TBO Bukit Asam di Sawahlunto akhirnya telah berhenti beroperasi sejak
beberapa tahun lalu. Demikian pula industri manufaktur, meskipun upaya pengembangannya terus
diupayakan namun hingga kini tidak mengalami perkembangan berarti untuk diekspor.
Secara umum angka Produk Domestik Bruto Regional (PDRB) Provinsi Sumatera Barat mengalami
peningkatan dari 17.960.699,96 pada tahun 2010 menjadi 20.168.840,07 pada tahun 2011. Hal ini
menandakan adanya perbaikan laju pertumbuhan ekonomi daerah bersangkutan dewasa ini. Namun
demikian jika dilihat lebih jauh menurut kontribusinya per sektor, ternyata peran sektor pertanian
cenderung menurun. Sementara itu pada sektor industri, Sumatera Barat masih tetap didominasi oleh
industri kecil, industri rumah tangga dan industri kerajinan. Dari sisi jumlah pelaku, sektor industri
Sumatera Barat cukup besar, namun dari sisi penciptaan nilai tambah ternyata masih relatif kecil.
Tingkat pengolahan hasil pertanian yang menciptakan pertumbuhan ekonomi masih sangat rendah
sehingga nilai tambah lokal yang ditinggalkan dalam percepatan pertumbuhan sektor manufaktur
lokal masih sangat terbatas. Ini tercermin dari rendahnya laju pertumbuhan sektor industri manufaktur
dan rendahnya kontribusi sektor manufaktur di dalam PDRB.
Jika jumlah investasi PMA dan PMDN di tahun 2011 dikurangi jumlah investasi PMA dan PMDN di
tahun sebelumnya 2010 dibagi nilai investasi tahun sebelumnya, maka ternyata angka pertumbuhan
investasi di Provinsi Sumatera Barat tahun 2011 sebenarnya cukup tinggi yakni 306%. Sementara itu
jika jumlah proyek investasi PMA dan PMDN tahun 2011 dikurang jumlah proyek investasi tahun
2010, dibagi jumlah proyek tahun 2010, persentasenya pun meningkat yakni sebesar 18,92. Namun
angka pertumbuhan nilai dan jumlah proyek investasi yang relatif besar ini agaknya masih belum
sebanding dengan laju pertumbuhan ekonomi daerah dan dampak perbaikan ekonomi per kapita
pendudukan yang bisa dihasilkannya.
Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 201232
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
Pada tahun 2010 jumlah penduduk berumur 15 tahun keatas (usia kerja) yang dapat dikelompokkan
ke dalam kategori angkatan kerja adalah sebesar 2,042.454, meningkat menjadi 2.070.725 pada 2011.
Persentase pengangguran terbuka tahun 2011 di Provinsi Sumatera Barat tercatat 7,14%. Sedangkan
jumlah penduduk miskin di provinsi ini masih sebesar 442.090 jiwa atau kurang lebih 9,00% dari
total jumlah penduduknya.
Pendapatan per kapita penduduk provinsi Sumatera Barat tahun 2011 Rp. 8.021.800,-/tahun.
Mayoritas penduduknya masih bekerja pada lapangan usaha pertanian, kehutanan dan perikanan,
disusul lapangan usaha perdagangan, rumah makan dan hotel di urutan kedua. Meskipun banyak
pencari kerja masih menargetkan untuk bisa bekerja di sektor formal menjadi Pegawai Negeri Sipil
dan Pegawai Swasta di perusahaan atau industri, namun penyerapan tenaga kerja baru pada lapangan
kerja ini di provinsi Sumatera Barat lebih terbatas.	
1.2. Implikasi dan Tantangan Tata Kelola
Sungguhlah sulit untuk tidak mengatakan bahwa sejak memasuki era otonomi daerah Sumatera Barat
menghadapi tantangan cukup berat menjalaninya. Dalam perhitungan sekarang ini Sumatera Barat
tidaklah tergolong provinsi yang kaya sumber daya alam (SDA). Kalaupun orang mengatakan
Sumatera Barat memiliki kekayaan potensi sumber daya manusia (SDM), sesungguhnya hal itu pun
lebih mencerminkan gambaran di masa lalu, bukan sekarang. Keadaannya terasa menjadi lebih berat
setelah daerah ini dilanda beberapa gempa bumi antara lain Gempa 30 September 2009 berkekuatan
7,6 SR disusul 6,2 SR menghantam lepas pantai Sumatera Barat yang menimbulkan dampak tidak
hanya menghancurkan cukup banyak prasarana hasil pembangunan yang ada sebelumnya, tapi juga
merenggut banyak korban jiwa. Tercatat lebih dari 1.100 orang korban jiwa dan lebih dari 100.000
bangunan rusak berat serta 100.000 lainnya rusak ringan. Hingga saat ini rehabilitasi dan rekonstruksi
pembangunan pascagempa itu masih berlangsung.
Oleh sebab itu amatlah relevan dan penting untuk mencermati lebih mendalam praktik tata kelola
pemerintahan di daerah ini. Dasar pemikirannya ialah bahwa dinamika relasi antara pemerintah,
birokrasi, masyarakat sipil dan masyarakat ekonomi sejatinya menentukan derap langkah dan
pencapaian tujuan pembangunan daerah. Sebagaimana juga lazimnya merupakan bagian yang tidak
terpisahkandidalampenyelenggaraanpemerintahandemokrasidanotonomidaerah,manakalatakelola
pemerintahandaerah baik maka akan berarti positif bagi upaya mewujudkan tujuan pembangunan
daerah tersebut. Sebaliknya jika tata kelolanya buruk maka tujuan hakiki pembangunan daerah untuk
memajukan kesejahteraan masyarakat niscaya sulit diwujudkan.
Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 2012 33
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
Faktanya, praktik tata kelola pemerintahan di daerah ini menunjukan adanya gejala dinamika yang
memburuk dewasa ini. Menurut laporan The Partnership Indonesia indeks tata kelola pemerintahan
Provinsi Sumatera Barat kini mengalami penurunan cukup signifikan. Pada Tahun 2008 Provinsi
Sumatera Barat menduduki peringkat ke-3 terbaik untuk indeks tata kelola pemernitahan provinsi se-
Indonesia dengan skor indeks keseluruhan 5,98. Namun menurut hasil asesmen 2012 skor indeksnya
turun menjadi 5,70, yang memiliki indeks yang sama dengan angka rata-rata indeks tata kelola
pemerintahan provinsi di Indonesia (rata-rata nasional) yakni 5,70. Akibatnya peringkat Provinsi
Sumatera Barat pun melorot menjadi ke-20 secara nasional dan urutan ke-3 paling rendah di antara
provinsi yang ada di Pulau Sumatera dewasa ini.
Dengan menggunakan rentang nilai 1 - 10, skor nilai total indeks tata kelola pemerintahan
Provinsi Sumatera Barat 2012 yakni 5,70 artinya secara umum hanya berkategori “cukup”. Secara
keseluruhan nilai indeks tata kelola pemerintahan provinsi merupakan kontribusi skor dari empat
arena yang dijadikan sebagai rujukan dalam penyusunan indeks tata kelola pemerintahan daerah,
yaitu: Pemerintah (Government/political-offices), Birokrasi (Bureaucracy), Masyarakat Sipil
(Civil Society), dan Masyarakat Ekonomi (Economic Society) di tingkat provinsi bersangkutan.
Sementara, skor akhir dari empat arena tersebut diperoleh berdasarkan kontribusi dari skor enam
prinsip tata kelola atau secara metodologis berperan sebagai “variabel”, yaitu: partisipasi
(participation), keadilan (fairness), akuntabilitas (accountability), transparansi (transparency),
efisiensi (efficiency)dan efektivitas (effectiveness).
Jika dipilah menurut kontribusi masing-masing arena tata kelolanya dapat ditunjukan bahwa
penurunan nilai indeks tata kelola pemerintahan Provinsi Sumatera Barat ternyata terjadi pada semua
arena tata kelola yang ada tanpa terkecuali. Kesenjangan kontribusi skor antara masing-masing arena
terhadap angka nilai indeks tata kelola pemerintahan provinsi ini pun terlihat. Penurunan nilai indeks
tata kelola terutama disebabkan kontribusi yang relatif rendah pada Arena Pemerintah dan Birokrasi.
Skor indeks Arena Pemerintah 5,20, sedangkan Arena Birokrasi berskor 5,50, berarti keduanya
sama-sama berkategori “cukup”. Sementara itu kontribusi Arena Masyarakat Sipil dan Masyarakat
Ekonomi berada pada kategori “cenderung baik”, masing-masing arena ini memiliki skor nilai indeks
6,40 dan 6,13. Gambaran penurunan dan kesenjangan kontribusi skor indeks tata kelola dari masing-
masing arena ini selengkapnya dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini.
Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 201234
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
Tabel 1. Indeks Tata kelola Pemerintahan Provinsi Sumatera Barat menurut Masing-Masing Arena
Arena
Indeks
Sumbar 2008
Indeks
Sumbar 2012
Rata - Rata
Nasional 2012
INDEKS KESELURUHAN 5,98 5.70 5.70
Pemerintah (Government /
Political Office)
5.35 5.20 5.28
Birokrasi (Bureaucracy) 5.87 5.50 5.68
Masyarakat sipil (Civil Society) 6.61 6.40 6.33
Masyarakat ekonomi (Economic Society) 6.62 6.13 5.72
Pemerintah: meski akuntabilitas masih cenderung baik, namun lemah dalam transparansi dan
keadilan
Hasil temuan IGI 2012 menunjukan bahwa kontribusi nilai indeks tata kelola Provinsi
Sumatera Barat pada Arena Pemerintah memiliki skor 5,20 merupakan paling rendah dibandingkan
kesemua arena tata kelola yang ada. Skor total indeksArena Pemerintah ini juga mengalamipenurunan
dibandingkan tahun 2008 yakni 5,35. Secara lebih terperinci dapat pula dilihat bahwa meskipun
terjadi sedikit perbaikan pada praktik prinsip keadilan yaitu 3,19, namun skor ini masih yang paling
rendah di antara prinsip-prinsip tata kelola yang ada. Bertolak belakang malah praktik prinsip
akuntabilitas mengalami penurunan dari 8,31 pada 2008 menjadi 6,32 pada 2012.. Selengkapnya
kesemua ini tergambar pada tabel 2 di bawah ini.
Tabel 2. Kontribusi Skor Indeks Arena Pemerintah menurut Prinsip Tata kelola Pemerintahan
Prinsip
Indeks
Sumbar 2008
Indeks
Sumbar 2012
Rata-Rata
Nasional 2012
Partisipasi (Participation) 6.30 5.93 5.87
Keadilan (Fairness) 1.73 3.19 3.89
Akuntabilitas (Accountability) 8.31 6.32 5.45
Transparansi (Transparency) 3.59 3.74 4.58
Efisiensi (Efficiency) 5.51 7.23 7.51
Efektivitas (Effectiveness) 6.99 5.56 5.49
Indeks Keseluruhan 5,35 5.20 5.28
Kalau begitu apakah yang dapat dijelaskan melalui distribusi skor enam prinsip tata kelola berkaitan
dengan Arena Pemerintah di Provinsi Sumatera Barat tersebut? Berdasarkan hasil asesmen IGI 2012
Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 2012 35
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
ini ditemukan masih terdapat kesenjangan skor yang complang dari perbandingan antara skor tertinggi
pada prinsip akuntabilitas dibandingkan skor yang rendah pada praktik prinsip keadilan dan transparansi.
Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa “meskipun praktik prinsip akuntabilitas Arena Pemerintahnya
terbilang masih memadai, namun lemah dalam praktik prinsip transparansi dan keadilan”. Dalam hal
praktik transparansi, akses publik terhadap berbagai dokumen publik di DPRD, termasuk akses terhadap
laporan kegiatan DPRD rata-rata skor nilai indeksnya 3,25 yang berarti masih buruk. Sedangkan keadaan
masih buruknya praktik keadilan terutama terlihat dari nilai indeks atas anggaran APBD untuk kesehatan
(non belanja pegawai) per kapita (disesuaikan dengan Indeks Kemahalan Konstruksi) skornya 2,23,
Demikian pula nilai indeks atas anggaran APBD bidang pendidikan dibagi jumlah siswa sampai jenjang
pendidikan 9 tahun (disesuaikan dengan indeks kemahalan konstruksi) skornya bahkan hanya 1,68.
Performa Birokrasi yang Paradoks
Dilihat dari nilai indeks total Arena Birokrasi 5,50 skornya sedikit lebih baik dibandingkan Arena
Pemerintah. Namun kategori skor indeks birokrasi ini sama-sama masih tergolong “cukup” atau pas-
pasan saja. Distribusi kontribusi skor menurut prinsip tata kelola padaArena Birokrasi ini juga tampak
bervariasi dan mengandung kesenjangan yang cukup menganga. Pada Tabel 3 diperlihatkan bahwa
dari keenam prinsip tata kelola yang ada, kendati skor variabel efisiensi (7,99) dan keadilan (7,53)
telah berkategori baik, namun amatlah complang dibandingkan nilai praktik prinsip transparansi
(2,34) dan partisipasi (2,63). Skor indeks praktik prinsip partisipasi bahkan memburuk, turun dua
kali lipat dibandingkan periode sebelumnya. Temuan yang juga menarik diperhatikan ternyata skor
indeks untuk prinsip partisipasi dan transparansi pada Arena Birokrasi juga paling rendah di antara
kesemua arena tata kelola, tidak terkecuali dibandingkan Arena Pemerintah. Skor indeks praktik
prinsip transparansi dan partisipasi pada Arena Birokrasi provinsi ini pun terbilang lebih rendah
dibandingkan skor indeks rata-rata secara nasional.
Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 201236
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
Gambaran terperinci nilai indeks tata kelola Arena Birokrasi Provinsi Sumatera Barat 2012 menurut
masing-masing prinsip dapat dilihat pada tabel 3 berikut ini.
Tabel 3. Kontribusi Skor Indeks Arena Birokrasi menurut Prinsip Tata Kelola Pemerintahan
Prinsip
Indeks
Sumbar 2008
Indeks
Sumbar 2012
Rata-Rata
Nasional 2012
Partisipasi (Participation) 2.37 2.63 3.96
Keadilan (Fairness) 7.91 7.53 5.91
Akuntabilitas (Accountability) 6.72 6.62 6.17
Transparansi (Transparency) 4.92 2.34 5.04
Efisiensi (Efficiency) 4.82 7.99 6.98
Efektivitas (Effectiveness) 7.11 5.60 5.38
Indeks Keseluruhan 5,87 5.50 5.68
Variasi kontribusi skor indeks keenam prinsip tata kelola pemerintahan pada Arena Birokrasi
Pemerintah Provinsi Sumatera Barat seperti ini dapat dikatakan menampilkan gejala yang paradoks.
Performa yang relatif lebih tinggi pada praktik prinsip efisiensi dan keadilan, berbanding terbalik
dengan buruknya praktik prinsip transparansi dan partisipasi. Bahkan skor indeks untuk prinsip
transparansinya pada IGI 2012 ini tercatat mengalami penurunan paling signifikan dibandingkan
periode 2008.
Berdasarkan temuan hasil asesmen IGI 2012 terhadap ada tidaknya Unit Pelayanan Pengaduan
Masyarakat (UPPM) di Dispenda provinsi skor indeksnya 2,80. Untuk Unit Pelayanan Pengaduan
Masyarakat di bidang kesehatan, pendidikan, dan pengentasan kemiskinan, skor indeksnya 2,80.
Begitu pula temuan hasil asesmen terhadap ada tidaknya forum reguler antara pemerintah provinsi
dan masyarakat untuk memperkuat iklim investasi, penciptaan lapangan kerja, dan pemberdayaan
ekonomi rakyat skor indeksnya 1,00. Sementara itu nilai indeks untuk kemudahan akses publik
terhadap perencanaan dan penganggaran, maupun kemudahan akses publik terhadap berbagai
regulasi daerah pun masih tergolong amat buruk, masing-masing skornya 1,00 dan 3,25.
Kontribusi Masyarakat Sipil Cenderung Stagnan
Kontribusi Arena Masyarakat Sipil terhadap skor indeks tata kelola Provinsi Sumatera Barat 2012
tercatat paling tinggi dibandingkan arena lainnya. Dibandingkan hasil penilaian indeks tata kelola
Tahun 2008, kontribusi skor indeks Arena Masyarakat Sipil ini pun masih tetap menduduki posisi
Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 2012 37
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
tertinggi di antara kesemua arena. Dengan kontribusi skor indeks arena 6,40 berarti kategorinya
“cenderung baik”. Skor nilai indeks arena ini spartan pada kesemua prinsip tata kelola, baik
partisipasi, keadilan, akuntabilitas, transparansi, efisienasi, maupun efektivitas.
Namun patut dicatat secara keseluruhan skor nilai indeks Arena Masyarakat Sipil Provinsi
Sumatera Barat 2012 ini juga mengalami sedikit menurun dibandingkan periode sebelumnya.
Penurunan skor paling signifikan pun tampak pada praktik prinsip transparansi. Pada tabel 4
berikut ini dipaparkan kontribusi skor indeks Arena Masyarakat Sipil menurut masing-masing
prinsip tata kelola sebagai berikut.
Tabel 4. Kontribusi Skor Arena Masyarakat Sipil per Prinsip Tata kelola Pemerintahan
Prinsip
Indeks
Sumbar 2008
Indeks
Sumbar 2012
Rata-Rata
Nasional 2012
Partisipasi (Participation) 5.22 6.40 6.53
Keadilan (Fairness) 5.85 6.40 6.28
Akuntabilitas (Accountability) 7.84 6.40 6.17
Transparansi (Transparency) 10.00 6.40 6.28
Efisiensi (Efficiency) 4.13 6.40 6.22
Efektivitas (Effectiveness) 4.83 6.40 6.48
Indeks Keseluruhan 6,61 6.40 6.33
Kontribusi Arena Masyarakat Sipil terhadap indeks tata kelola Provinsi Sumatera Barat 2012 seperti
ini dapat dikatakan mencerminkan suatu keadaan yang relatif stagnan. Meskipun dibandingkan
kesemua arena keberadaannya telah memberi kontribusi paling positif terhadap nilai total indeks tata
kelola provinsi ini, namun tidaklah signifikan pengaruhnya. Dalam interrelasi antar arena tata kelola
dimana terdapat kesenjangan performa tata kelola pada Arena Pemerintah dan Birokrasi yang belum
cukup baik, maka sejatinya peran masyarakat sipil amatlah diperlukan guna mendorong perbaikan
tata kelola pemerintahan yang lebih baik ke depan. Oleh karena itu stagnasi masyarakat sipil
hendaknya harus dipecahkan dimulai dari pembenahan tata kelola pada lingkungan arena mereka
sendiri terlebih dahulu.
Kontribusi Masyarakat Ekonomi yang Belum juga Cukup Efektif
Secara agregat skor indeks Arena Masyarakat Ekonomi yakni 6,13 juga dapat dikatakan cukup
lumayan atau berkategori “cenderung baik”. Dari masing-masing prinsip tata kelola pemerintahan
yang ada ditunjukan bahwa skor untuk prinsip efektivitasnya relatif lebih rendah yakni 4,66. Skor
Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 201238
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
indeks prinsip efektivitas masyarakat ekonomi ini tercatat juga menurun dari periode sebelumnya
yaitu 5,50 pada 2008. Sementara itu meskipun terjadi peningkatan tertinggi pada skor indeks
praktik prinsip efisiensi, namun skor indeks prinsip transparansi justru mengalami penurunan relatif
signifikan. Secara terperinci gambaran skor indeks Arena Masyarakat Ekonomi menurut masing-
masing prinsip tata kelola pemerintahan dapat dilihat pada tabel 5 di bawah ini.
Tabel 5. Kontribusi Skor Indeks Arena Masyarakat Ekonomi menurutPrinsip Tata kelola Pemerintahan
Prinsip
Indeks
Sumbar 2008
Indeks
Sumbar 2012
Rata-Rata
Nasional 2012
Partisipasi (Participation) 8.26 6.40 6.16
Keadilan (Fairness) 7.00 6.40 5.83
Akuntabilitas (Accountability) 7.35 6.40 6.18
Transparansi (Transparency) 10.00 6.40 5.80
Efisiensi (Efficiency) 1.00 6.40 5.54
Efektivitas (Effectiveness) 5.50 4.66 4.74
Indeks Keseluruhan 6,62 6.13 5.72
Pertanyaannya kenapa efektivitas masyarakat ekonomi masih rendah? Dalam interaksi antar arena
agaknya hal ini agaknya terkait erat dengan performa skor untuk prinsip-prinsip tata kelola yang lainnya.
Keadaan masih terbatasnya praktik prinsip keadilan dan akuntabilitas, serta penurunan transparansi dalam
kiprah masyarakat bisnis Provinsi Sumatera Barat menjadikan suatu gambaran keadaan meskipun masih
”cenderung baik”, namun belum cukup menggambarkan adanya perubahan yang lebih baik.
II.	 Analisis Indeks Tata Kelola Pemerintahan
Bertolak dari uraian deskripsi skor indeks menurut masing-masing arena dan prinsip tata kelola
pemerintahan Provinsi Sumatera Barat di atas, pertanyaannya kemudian adalah: apakah yang dapat
dijelaskan oleh konfigurasi angka-angka tersebut tentang “karakteristik” dari tata kelola pemerintahan
Provinsi ini?.
Secara umum skor indeks tata kelola pemerintahan Provinsi Sumatera Barat 2012 termasuk pada
kategori “cukup”, yang ditunjukan oleh nilai indeks akhir sebesar 5.70. Dengan kata lain dapat
dikatakan masih pas-pasan. Artinya “dibilang cenderung buruk tidak, dikatakan cenderung baik pun
juga belum”. Skor indeks tata kelola pemerintahan provinsi yang nilainya relatif pas-pasan seperti
ini seyogyanya mendapatkan perhatian lebih serius oleh kesemua arena untuk melakukan berbagai
pembenahan demi perbaikannya ke depan. Apalagi jika mengingat tidak saja telah terjadi penurunan
skor indeks tata kelola, tetapi juga peringkatnya di antara provinsi yang ada di Indonesia.
Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 2012 39
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
Apabila fokus perhatian kita ditujukan pada distribusi skor empat arena yang ada ---Pemerintah,
Birokrasi, Masyarakat Sipil dan Masyarakat Ekonomi --- maka berdasarkan hasil skor indeks tata
kelola pemerintahan provinsi 2012 ini akan dapat pula dilihat lebih jauh nuansa informasi yang
menarik untuk dikaji lebih jauh. Di satu sisi skor total indeksArena Masyarakat Sipil dan Masyarakat
Ekonomi masih relatif cukup baik dan tidak terlalu jauh berbeda, sementara di sisi lain untuk Arena
Pemerintah dan Birokrasi skor total indeksnya lebih rendah.
Untuk Arena Pemerintah skor yang rendah ada pada prinsip keadilan (3,19) dan transparansi (3,74).
Sesuai tugas pokok dan fungsi arena ini yang teramat penting dalam pengambilan keputusan kebijakan
daerah, meliputi pengalokasian anggaran program-program pembangunan hingga pengawasan
implementasinya, maka seharusnya perbaikan pada prinsip keadilan dan transparansi amat mendesak
untuk dibenahi.
Secara khusus patut pula menjadi sorotan perhatian pada Arena Birokrasi yang menunjukan
performa paradoksnya secara unik. Skor indeks praktik prinsip efisiensi (7,99),keadilan (7,53) dan
akuntabilitas (6,62) pada arena ini tercatat paling tinggi dibandingkan kesemua arena yang ada.
Namun demikian skor indeksnya senjang untuk praktik prinsip transparansi (2,34) dan partisipasi
(2,63). Skor indeks kedua prinsip tata kelola pemerintahan pada Arena Birokrasi ini tercatat juga
paling rendah dibandingkan arena-arena lainnya. Bahkan skor indeks praktik prinsip transparansi
Arena Birokrasi di provinsi ini pantas dipandang mengkhawatirkan karena mengalami penurunan
memburuk kurang lebih dua kali lipat dibandingkan periode sebelumnya.
Jika setiap kontribusi skor indeks diperbandingkan berdasarkan arena dan prinsip tata kelola
pemerintahan dapat dikatakan bahwa kinerja tata kelola pemerintahan Provinsi Sumatera Barat 2012
ini mengalami defisit pada Arena Birokrasi dan pemerintahnya. Sementara itu kontribusi masyarakat
sipil dan masyarakat ekonomi belum pula dapat dikatakan surplus untuk menyangga tata kelola
pemerintahan provinsi ini menjadi lebih baik. Gambaran seperti ini agaknya menandakan adanya
gejala ironi manakala mengingat janji kampanye kepala daerah “Untuk Perubahan Yang Lebih Baik”
yang kemudian dijadikan landasan visi, misi dan program pembangunan Provinsi Sumatera Barat
2010-2015. Sebab, mustahil mewujudkan pelayanan untuk perubahan kesejahteraan masyarakat
menjadi lebih baik manakala tata kelola pemerintahan provinsinya memburuk.
Berikut pada gambar grafik dibawah ini dipaparkan rekapitulasi skor indeks tata kelola pemerintahan
Provinsi Sumatera Barat menurut masing-masing arena dan prinsipnya.
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013
Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013

More Related Content

What's hot (6)

Membangun daerah melalui rekayasa Wirausaha
Membangun daerah melalui rekayasa WirausahaMembangun daerah melalui rekayasa Wirausaha
Membangun daerah melalui rekayasa Wirausaha
 
Profil cdi
Profil  cdiProfil  cdi
Profil cdi
 
Bpd klaten
Bpd klatenBpd klaten
Bpd klaten
 
Bpd klaten
Bpd klatenBpd klaten
Bpd klaten
 
Badan permusyawaratan desa (bpd) dalam mendukung tata
Badan  permusyawaratan  desa (bpd)  dalam  mendukung  tataBadan  permusyawaratan  desa (bpd)  dalam  mendukung  tata
Badan permusyawaratan desa (bpd) dalam mendukung tata
 
Implementasi pemberdayaan masyarakat
Implementasi pemberdayaan masyarakatImplementasi pemberdayaan masyarakat
Implementasi pemberdayaan masyarakat
 

Viewers also liked

Овладей Дракона 2: Майсторство за себе си в Помощ за другите
Овладей Дракона 2: Майсторство за себе си в Помощ за другитеОвладей Дракона 2: Майсторство за себе си в Помощ за другите
Овладей Дракона 2: Майсторство за себе си в Помощ за другитеYasen Nikolov
 
Шымкент қаласы Абай ауданының әкімі А. Татыбаевтың 2016 жылдың қорытындысы бо...
Шымкент қаласы Абай ауданының әкімі А. Татыбаевтың 2016 жылдың қорытындысы бо...Шымкент қаласы Абай ауданының әкімі А. Татыбаевтың 2016 жылдың қорытындысы бо...
Шымкент қаласы Абай ауданының әкімі А. Татыбаевтың 2016 жылдың қорытындысы бо...Zhanbolat Amankeldy
 
Тұрғын үй бағдарламасының орындалуы бойынша мәлімет
Тұрғын үй бағдарламасының орындалуы бойынша мәліметТұрғын үй бағдарламасының орындалуы бойынша мәлімет
Тұрғын үй бағдарламасының орындалуы бойынша мәліметZhanbolat Amankeldy
 
ТЕЗИСЫ доклада акима Енбекшинского района города Шымкента Г. М. Ильясова на о...
ТЕЗИСЫ доклада акима Енбекшинского района города Шымкента Г. М. Ильясова на о...ТЕЗИСЫ доклада акима Енбекшинского района города Шымкента Г. М. Ильясова на о...
ТЕЗИСЫ доклада акима Енбекшинского района города Шымкента Г. М. Ильясова на о...Zhanbolat Amankeldy
 
Work Experience 1 Learner's Record
Work Experience 1 Learner's Record Work Experience 1 Learner's Record
Work Experience 1 Learner's Record Classroom Guidance
 
Whatsapp нөмеріне келіп түскен ескертулердің орындалу нәтижелері
Whatsapp нөмеріне келіп түскен ескертулердің орындалу нәтижелеріWhatsapp нөмеріне келіп түскен ескертулердің орындалу нәтижелері
Whatsapp нөмеріне келіп түскен ескертулердің орындалу нәтижелеріZhanbolat Amankeldy
 
Презентация для инвесторов города Шымкент
Презентация для инвесторов города ШымкентПрезентация для инвесторов города Шымкент
Презентация для инвесторов города ШымкентZhanbolat Amankeldy
 
CAMPANIA ”ALEARGĂ! TRĂIEȘTE ACTIV”
CAMPANIA ”ALEARGĂ! TRĂIEȘTE ACTIV”CAMPANIA ”ALEARGĂ! TRĂIEȘTE ACTIV”
CAMPANIA ”ALEARGĂ! TRĂIEȘTE ACTIV”Yasen Nikolov
 
Национална Кампания "Тичай! Живей Активно!"
Национална Кампания "Тичай! Живей Активно!"Национална Кампания "Тичай! Живей Активно!"
Национална Кампания "Тичай! Живей Активно!"Yasen Nikolov
 
ArrayList et LinkedList sont dans un bateau
ArrayList et LinkedList sont dans un bateauArrayList et LinkedList sont dans un bateau
ArrayList et LinkedList sont dans un bateauJosé Paumard
 
Food processing industry.
Food processing industry.Food processing industry.
Food processing industry.Rachana Tiwari
 

Viewers also liked (13)

Овладей Дракона 2: Майсторство за себе си в Помощ за другите
Овладей Дракона 2: Майсторство за себе си в Помощ за другитеОвладей Дракона 2: Майсторство за себе си в Помощ за другите
Овладей Дракона 2: Майсторство за себе си в Помощ за другите
 
EDUC-1092: Course implementation (Online)
EDUC-1092: Course implementation (Online)EDUC-1092: Course implementation (Online)
EDUC-1092: Course implementation (Online)
 
Шымкент қаласы Абай ауданының әкімі А. Татыбаевтың 2016 жылдың қорытындысы бо...
Шымкент қаласы Абай ауданының әкімі А. Татыбаевтың 2016 жылдың қорытындысы бо...Шымкент қаласы Абай ауданының әкімі А. Татыбаевтың 2016 жылдың қорытындысы бо...
Шымкент қаласы Абай ауданының әкімі А. Татыбаевтың 2016 жылдың қорытындысы бо...
 
Тұрғын үй бағдарламасының орындалуы бойынша мәлімет
Тұрғын үй бағдарламасының орындалуы бойынша мәліметТұрғын үй бағдарламасының орындалуы бойынша мәлімет
Тұрғын үй бағдарламасының орындалуы бойынша мәлімет
 
ТЕЗИСЫ доклада акима Енбекшинского района города Шымкента Г. М. Ильясова на о...
ТЕЗИСЫ доклада акима Енбекшинского района города Шымкента Г. М. Ильясова на о...ТЕЗИСЫ доклада акима Енбекшинского района города Шымкента Г. М. Ильясова на о...
ТЕЗИСЫ доклада акима Енбекшинского района города Шымкента Г. М. Ильясова на о...
 
Work Experience 1 Learner's Record
Work Experience 1 Learner's Record Work Experience 1 Learner's Record
Work Experience 1 Learner's Record
 
Industrialization of Distance Education
Industrialization of Distance EducationIndustrialization of Distance Education
Industrialization of Distance Education
 
Whatsapp нөмеріне келіп түскен ескертулердің орындалу нәтижелері
Whatsapp нөмеріне келіп түскен ескертулердің орындалу нәтижелеріWhatsapp нөмеріне келіп түскен ескертулердің орындалу нәтижелері
Whatsapp нөмеріне келіп түскен ескертулердің орындалу нәтижелері
 
Презентация для инвесторов города Шымкент
Презентация для инвесторов города ШымкентПрезентация для инвесторов города Шымкент
Презентация для инвесторов города Шымкент
 
CAMPANIA ”ALEARGĂ! TRĂIEȘTE ACTIV”
CAMPANIA ”ALEARGĂ! TRĂIEȘTE ACTIV”CAMPANIA ”ALEARGĂ! TRĂIEȘTE ACTIV”
CAMPANIA ”ALEARGĂ! TRĂIEȘTE ACTIV”
 
Национална Кампания "Тичай! Живей Активно!"
Национална Кампания "Тичай! Живей Активно!"Национална Кампания "Тичай! Живей Активно!"
Национална Кампания "Тичай! Живей Активно!"
 
ArrayList et LinkedList sont dans un bateau
ArrayList et LinkedList sont dans un bateauArrayList et LinkedList sont dans un bateau
ArrayList et LinkedList sont dans un bateau
 
Food processing industry.
Food processing industry.Food processing industry.
Food processing industry.
 

Similar to Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013

Asosiasi pengusaha dan lembaga tripartit dan pemutusan hubungan
Asosiasi pengusaha dan lembaga tripartit dan pemutusan hubunganAsosiasi pengusaha dan lembaga tripartit dan pemutusan hubungan
Asosiasi pengusaha dan lembaga tripartit dan pemutusan hubunganrintoriyan19
 
OPTIMALISASI OTONOMI DAERAH: Kebijakan, Strategi, dan Upaya
OPTIMALISASI OTONOMI DAERAH: Kebijakan, Strategi, dan UpayaOPTIMALISASI OTONOMI DAERAH: Kebijakan, Strategi, dan Upaya
OPTIMALISASI OTONOMI DAERAH: Kebijakan, Strategi, dan UpayaDadang Solihin
 
Keterkaitan RPJMN, Renstra K/L dan RKP
Keterkaitan RPJMN, Renstra K/L dan RKPKeterkaitan RPJMN, Renstra K/L dan RKP
Keterkaitan RPJMN, Renstra K/L dan RKPDadang Solihin
 
BE & GG, Hendri Sivilianto, Prof Dr Ir Hapzi Ali MM CMA, Good Government Gove...
BE & GG, Hendri Sivilianto, Prof Dr Ir Hapzi Ali MM CMA, Good Government Gove...BE & GG, Hendri Sivilianto, Prof Dr Ir Hapzi Ali MM CMA, Good Government Gove...
BE & GG, Hendri Sivilianto, Prof Dr Ir Hapzi Ali MM CMA, Good Government Gove...Hendri Sivilianto
 
Optimalisasi Peran dan Fungsi DPRD dalam Pembangunan Daerah
Optimalisasi Peran dan Fungsi DPRD dalam Pembangunan DaerahOptimalisasi Peran dan Fungsi DPRD dalam Pembangunan Daerah
Optimalisasi Peran dan Fungsi DPRD dalam Pembangunan DaerahDadang Solihin
 
Proposal himapa 2015 ok
Proposal himapa 2015 okProposal himapa 2015 ok
Proposal himapa 2015 okIwan Widodo
 
PFI: Menerjemahkan Sdg dan Peranan Masyarakat
PFI: Menerjemahkan Sdg dan Peranan MasyarakatPFI: Menerjemahkan Sdg dan Peranan Masyarakat
PFI: Menerjemahkan Sdg dan Peranan MasyarakatF W
 
Kebijakan Pemerintah dan Tantangan Revolusi Mental
Kebijakan Pemerintah  dan Tantangan Revolusi MentalKebijakan Pemerintah  dan Tantangan Revolusi Mental
Kebijakan Pemerintah dan Tantangan Revolusi MentalDadang Solihin
 
Optimalisasi Peran dan Fungsi DPRD dalam Pembangunan Daerah
Optimalisasi Peran dan Fungsi DPRD dalam Pembangunan DaerahOptimalisasi Peran dan Fungsi DPRD dalam Pembangunan Daerah
Optimalisasi Peran dan Fungsi DPRD dalam Pembangunan DaerahDadang Solihin
 
Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Pelaksana Tugas Deputi Gubernur DKI Jakarta bid...
Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Pelaksana Tugas Deputi Gubernur DKI Jakarta bid...Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Pelaksana Tugas Deputi Gubernur DKI Jakarta bid...
Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Pelaksana Tugas Deputi Gubernur DKI Jakarta bid...Oswar Mungkasa
 
Kesetaraan dan Kemitraan dalam Hubungan antara Eksekutif dan Legislatif Daerah
Kesetaraan dan Kemitraan dalam Hubungan antara Eksekutif dan Legislatif DaerahKesetaraan dan Kemitraan dalam Hubungan antara Eksekutif dan Legislatif Daerah
Kesetaraan dan Kemitraan dalam Hubungan antara Eksekutif dan Legislatif DaerahDadang Solihin
 
Ppt stula
Ppt stulaPpt stula
Ppt stulahanif28
 
Inovasi Pembangunan Air Minum dan Sanitasi di Indonesia. Pembelajaran dari Ki...
Inovasi Pembangunan Air Minum dan Sanitasi di Indonesia. Pembelajaran dari Ki...Inovasi Pembangunan Air Minum dan Sanitasi di Indonesia. Pembelajaran dari Ki...
Inovasi Pembangunan Air Minum dan Sanitasi di Indonesia. Pembelajaran dari Ki...Oswar Mungkasa
 
Laporan Magang kabau.docx
Laporan Magang kabau.docxLaporan Magang kabau.docx
Laporan Magang kabau.docxIr. Soekarno
 

Similar to Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013 (20)

BUKU KATA KREATIF
BUKU KATA KREATIFBUKU KATA KREATIF
BUKU KATA KREATIF
 
Asosiasi pengusaha dan lembaga tripartit dan pemutusan hubungan
Asosiasi pengusaha dan lembaga tripartit dan pemutusan hubunganAsosiasi pengusaha dan lembaga tripartit dan pemutusan hubungan
Asosiasi pengusaha dan lembaga tripartit dan pemutusan hubungan
 
OPTIMALISASI OTONOMI DAERAH: Kebijakan, Strategi, dan Upaya
OPTIMALISASI OTONOMI DAERAH: Kebijakan, Strategi, dan UpayaOPTIMALISASI OTONOMI DAERAH: Kebijakan, Strategi, dan Upaya
OPTIMALISASI OTONOMI DAERAH: Kebijakan, Strategi, dan Upaya
 
Yayasan Sahabat Kertas
Yayasan Sahabat Kertas Yayasan Sahabat Kertas
Yayasan Sahabat Kertas
 
Keterkaitan RPJMN, Renstra K/L dan RKP
Keterkaitan RPJMN, Renstra K/L dan RKPKeterkaitan RPJMN, Renstra K/L dan RKP
Keterkaitan RPJMN, Renstra K/L dan RKP
 
BE & GG, Hendri Sivilianto, Prof Dr Ir Hapzi Ali MM CMA, Good Government Gove...
BE & GG, Hendri Sivilianto, Prof Dr Ir Hapzi Ali MM CMA, Good Government Gove...BE & GG, Hendri Sivilianto, Prof Dr Ir Hapzi Ali MM CMA, Good Government Gove...
BE & GG, Hendri Sivilianto, Prof Dr Ir Hapzi Ali MM CMA, Good Government Gove...
 
Optimalisasi Peran dan Fungsi DPRD dalam Pembangunan Daerah
Optimalisasi Peran dan Fungsi DPRD dalam Pembangunan DaerahOptimalisasi Peran dan Fungsi DPRD dalam Pembangunan Daerah
Optimalisasi Peran dan Fungsi DPRD dalam Pembangunan Daerah
 
Proposal himapa 2015 ok
Proposal himapa 2015 okProposal himapa 2015 ok
Proposal himapa 2015 ok
 
PFI: Menerjemahkan Sdg dan Peranan Masyarakat
PFI: Menerjemahkan Sdg dan Peranan MasyarakatPFI: Menerjemahkan Sdg dan Peranan Masyarakat
PFI: Menerjemahkan Sdg dan Peranan Masyarakat
 
Lomba otonomi award 2016
Lomba otonomi award 2016Lomba otonomi award 2016
Lomba otonomi award 2016
 
Anpotwil
AnpotwilAnpotwil
Anpotwil
 
Kebijakan Pemerintah dan Tantangan Revolusi Mental
Kebijakan Pemerintah  dan Tantangan Revolusi MentalKebijakan Pemerintah  dan Tantangan Revolusi Mental
Kebijakan Pemerintah dan Tantangan Revolusi Mental
 
Optimalisasi Peran dan Fungsi DPRD dalam Pembangunan Daerah
Optimalisasi Peran dan Fungsi DPRD dalam Pembangunan DaerahOptimalisasi Peran dan Fungsi DPRD dalam Pembangunan Daerah
Optimalisasi Peran dan Fungsi DPRD dalam Pembangunan Daerah
 
Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Pelaksana Tugas Deputi Gubernur DKI Jakarta bid...
Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Pelaksana Tugas Deputi Gubernur DKI Jakarta bid...Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Pelaksana Tugas Deputi Gubernur DKI Jakarta bid...
Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Pelaksana Tugas Deputi Gubernur DKI Jakarta bid...
 
Kesetaraan dan Kemitraan dalam Hubungan antara Eksekutif dan Legislatif Daerah
Kesetaraan dan Kemitraan dalam Hubungan antara Eksekutif dan Legislatif DaerahKesetaraan dan Kemitraan dalam Hubungan antara Eksekutif dan Legislatif Daerah
Kesetaraan dan Kemitraan dalam Hubungan antara Eksekutif dan Legislatif Daerah
 
Ppt stula
Ppt stulaPpt stula
Ppt stula
 
Inovasi Pembangunan Air Minum dan Sanitasi di Indonesia. Pembelajaran dari Ki...
Inovasi Pembangunan Air Minum dan Sanitasi di Indonesia. Pembelajaran dari Ki...Inovasi Pembangunan Air Minum dan Sanitasi di Indonesia. Pembelajaran dari Ki...
Inovasi Pembangunan Air Minum dan Sanitasi di Indonesia. Pembelajaran dari Ki...
 
Makalah manajemen koperasi dan ukm
Makalah manajemen koperasi dan ukmMakalah manajemen koperasi dan ukm
Makalah manajemen koperasi dan ukm
 
PWYP Indonesia : Koalisi Mendorong Transparansi Sektor Ekstraktif
PWYP Indonesia : Koalisi Mendorong Transparansi Sektor EkstraktifPWYP Indonesia : Koalisi Mendorong Transparansi Sektor Ekstraktif
PWYP Indonesia : Koalisi Mendorong Transparansi Sektor Ekstraktif
 
Laporan Magang kabau.docx
Laporan Magang kabau.docxLaporan Magang kabau.docx
Laporan Magang kabau.docx
 

Laporan 33 Provinsi IGI - FINAL - 27 AUG 2013

  • 1. “Menuju Masyarakat yang Cerdas dan Pemerintah yang Responsif” “Tantangan Tata Kelola Pemerintahan di 33 Provinsi“ “TantanganTataKelolaPemerintahan di33Provinsi“ Tentang Partnership (Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan) Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan (Partnership) adalah sebuah organisasi multi pihak yang didirikan oleh tokoh-tokoh terkemuka Indonesia dari unsur pemerintah, masyarakat sipil, dan sektor swasta yang bekerja dengan badan-badan pemerintah dan organisasi masyarakat sipil (CSO) untuk mempromosikan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik (good governance). Partnership didirikan tahun 2000 sebagai sebuah proyek Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB– United Nations Development Programme/UNDP) dan menjadi badan hukum Indonesia yang independen sejak tahun 2003. Partnership bekerja untuk menciptakan lingkungan yang mendukung reformasi di mana berbagai komponen masyarakat bersama-sama membahas, mengadvokasi dan mendukung pelaksanaan unsur-unsur penting agenda reformasi di Indonesia. Kontak: Kemitraan Bagi Pembaruan Tata Pemerintahan Jl. Wolter Monginsidi No. 3, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12110 Indonesia +62-21-7279-9566 +62-21-720-5260, +62-21-720-4916 infoigi@kemitraan.or.id http://www.kemitraan.or.id/igi ISBN: 978-602-1616-02-4
  • 2. Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 2012 Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 2012 “Tantangan Tata Kelola Pemerintahan di 33 Provinsi”
  • 3. Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 2012 Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 2012 “Tantangan Tata Kelola Pemerintahan di 33 Provinsi” 1. Said Muniruddin - Peneliti Provinsi Aceh 2. Edi Indrizal - Peneliti Provinsi Sumatera Barat 3. Iswanto - Peneliti Provinsi Sumatera Utara 4. Nurhamlin - Peneliti Provinsi Riau 5. Muslim Ansori - Peneliti Prov. Kepulauan Riau 6. Bagus Giri Purwo - Peneliti Provinsi Jambi 7. Marini Purnomo - Peneliti Provinsi Bangka Belitung 8. Liliana - Peneliti Provinsi Sumatera Selatan 9. Heri Sunaryanto - Peneliti Provinsi Bengkulu 10. Rofandi Hartanto - Peneliti Provinsi Lampung 11. Herry Yogaswara - Peneliti Provinsi DKI Jakarta 12. Ahmad Helmy Fuady - Peneliti Provinsi Banten 13. Fauzan Djamal - Peneliti Provinsi Jawa Barat 14. Lukman Hakim - Peneliti Provinsi Jawa Tengah 15. M. Faried Cahyono - Peneliti Provinsi DI Yogyakarta 16. Abdul Quddus Salam - Peneliti Provinsi Jawa Timur 17. Iis Sabahudin - Peneliti Provinsi Kalimantan Barat 18. Kisno Hadi - Peneliti Provinsi Kalimantan Tengah 19. Al isyah - Peneliti Provinsi Kalimantan Barat 20. Yuyun Kurniawan - Peneliti IGI Provinsi Kalimantan Barat 21. Anwar Fachri - Peneliti Provinsi Nusa Tenggara Barat 22. Tedi Erviantono - Peneliti Provinsi Bali 23. Zarniel Suria Woleka - Peneliti Provinsi Nusa Tenggara Timur 24. Ihsanul Amri - Peneliti Provinsi Sulawesi Selatan 25. Darwis Said - Peneliti Provinsi Sulawesi Barat 26. Mochammad Subarkah - Peneliti Provinsi Sulawesi Tengah 27. Anton Miharjo - Peneliti Provinsi Sulawesi Utara 28. Asyriani - Peneliti Provinsi Sulawesi Tenggara 29. Funco Tanipu - Peneliti Provinsi Gorontalo 30. Mohamad Ikhsan Tualeka - Peneliti Provinsi Maluku 31. Husen Alting - Peneliti Provinsi Maluku Utara 32. Yotam Senis - Peneliti Provinsi Papua 33. Maria I. Arim - Peneliti Provinsi Papua Barat Penulis:
  • 4. Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 2012 Tim Editor: Abdul Malik Gismar Inda Loekman Lenny Hidayat Hery Sulistio Ramot N. Aritonang Muhammad Chozin Fitrya Ardziyani Nuril (Dian) Layout dan Desain: Ramot N. Aritonang Zulfikar Arief - Rana Creative Solution ISBN: 978-602-1616-02-4 Cetakan Pertama, Agustus 2013 oleh Rajawali Cipta Sentosa Copyright © 2013 The Partnership for Governance Reform (Kemitraan) Jl. Wolter Monginsidi No.3, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12110 Indonesia Materi dari publikasi ini dapat diproduksi ulang untuk tujuan non-komersial (silahkan kirim salinan kepada infoigi@kemitraan.or.id). Segala bentuk produksi ulang dengan cara apapun untuk tujuan komersial harus mendapatkan izin dari (Kemitraan). Diterbitkan Oleh: The Partnership for Governance Reform (Kemitraan) Jl. Wolter Monginsidi No.3, Kebayoran Baru Jakarta Selatan 12110 Telp. 021-7279 9566, Fax. 021-7205 260/7204 916 Email: infoigi@kemitraan.or.id; website: www.kemitraan.or.id; www.kemitraan.or.id/igi Didukung Oleh: The Australian Agency for International Development (AusAID) Analisa, pendapat, dan rekomendasi dalam laporan ini adalah dari penulis dan tidak mewakili pandangan pendiri, teman serikat, mitra dan program dari The Partnership for Governance Reform (Kemitraan). Kesalahan atau kelalaian dalam laporan ini adalah tanggung jawab penulis.
  • 5. Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 2012 DAFTAR ISI Daftar Isi Daftar Singkatan Kata Pengantar Direktur Eksekutif Pengantar Editor Jalan Terjal Akses Informasi Publik Provinsi Aceh Provinsi Sumatera Barat Povinsi Sumatera Utara Provinsi Riau Provinsi Kepulauan Riau Provinsi Jambi Provinsi Bangka Belitung Provinsi Sumatera Selatan Provinsi Bengkulu Provinsi Lampung Provinsi DKI Jakarta Provinsi Banten Provinsi Jawa Barat Provinsi Jawa Tengah Provinsi D. I. Yogyakarta Provinsi Jawa Timur Provinsi Kalimantan Barat Provinsi Kalimantan Tengah Provinsi Kalimantan Selatan 1 3 27 47 65 83 107 135 157 171 187 205 227 243 269 285 303 319 337 361 i iii ix xi i
  • 6. Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 2012 ii 377 393 419 437 455 475 507 525 545 561 583 601 619 643 Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Sulawesi Selatan Provinsi Sulawesi Barat Provinsi Sulawesi Tenggara Provinsi Sulawesi Tengah Provinsi Gorontalo Provinsi Sulawesi Utara Provinsi Bali Provinsi Nusa Tenggara Barat Provinsi Nusa Tenggara Timur Provinsi Maluku Provinsi Maluku Utara Provinsi Papua Provinsi Papua Barat
  • 7. Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 2012iii DAFTAR SINGKATAN ADHB ADHK AHP AIDS AKB AKI AMH APBA APBD APHI APINDO : Atas Dasar Harga Berlaku : Atas Dasar Harga Konstan : Analytic Hierarchy Procedure : Acquired Immune Deficiency Syndrome : Angka Kematian Bayi : Angka Kematian Ibu : Angka Melek Huruf : Anggaran Pendapatan dan Belanja Provinsi Aceh : Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah : Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia : Asosiasi Pengusaha Indonesia APK APM Bappeda BEP BOS BKPMD BPK BPKD BPKH BPKP BPMD BPPPA BPS BP2KB BRR BUMN CSR DAK DAS DAU Depdagri DPKD DPRD : Angka Partisipasi Kasar : Angka Partisipasi Murni : Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah : Break-even Point : Bantuan Operasional Sekolah : Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah : Badan Pengawas Keuangan : Badan Pengelola Keuangan Daerah : Balai Pemantapan Kawasan Hutan : Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan : Badan Penanggulangan Bencana Daerah : Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak : Badan Pusat Statistik : Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana : Badan Rehabilitasi dan Rekontruksi : Badan Usaha Milik Negara : Corporate Social Responsibility : Dana Alokasi Khusus : Daerah Aliran Sungai : Dana Alokasi Umum : Departemen Dalam Negeri : Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah : Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
  • 8. Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 2012 iv DPR RI : Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia DI : Daerah Istimewa Dispenda : Dinas Pendapatan Daerah Disnakertrans : Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi DIY : Daerah Istimewa Yogyakarta DK FTZ : Dewan Kawasan Free Trade Zone DKI : Daerah Khusus Ibukota DPKD : Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah DPKKA : Dinas Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Aceh DPKAD : Dinas Pengelola Keuangan dan Aset Daerah DPRA : Dinas Perwakilan Rakyat Aceh DPT : Daftar Pemilih Tetap EDOB : Evaluasi Daerah Otonom Baru EKPPD : Evaluasi Kinerja Penyelenggara Pemerintahan Daerah EPPD : Evaluasi Penyelenggara Pemerintahan Daerah FGD : Focus Group Discussion Gapensi : Gabungan Pelaksana Kosntruksi Nasional Indonesia Gerindra : Gerakan Indonesia Raya Golkar : Golongan Karya GK : Garis Kemiskinan GKNM : Garis Kemiskinan Non Makanan GKM : Garis Kemiskinan Makanan HAM : Hak Asasi Manusia Hanura : Hati Nurani Rakyat HDI : Human Development Index HIPMI : Himpunan Pengusaha Muda Indonesia HIV : Human Immune Deficiency virus IGI : Indonesia Governance Index ISO : International Standard Organization IT : Information and Technology IPM : Indeks Pembangunan Manusia IKLH : Indeks Kualitas Lingkungan Hidup IPAL IWAPI Jabodetabek JKBM JPIP : Instalasi Pengelolaan Air Limbah : Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia : Jakarta Bogor Depok Tanggerang dan Bekasi : Jaminan Kesehatan Bali Mandara : Jawa Post Institute of Pro-Otonomi
  • 9. Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 2012v : Kamar Dagang dan Industri Indonesia : Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara : Kementerian Dalam Negeri : Kesejahteraan Pembangunan dan Perlindungan Masyarakat : Kementrian Keuangan : Kepulauan Riau : Kesatuan Bangsa Politik dan Perlindungan Masyarakat : Kelahiran Hidup : Keterbukaan Informasi Publik : Korupsi Kolusi Nepotisme : Komunitas Intelijen Daerah : Komisi Penyiaran Indonesia : Komisi Pemberantasan Korupsi : Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah : Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu : Kartu Tanda Penduduk : Kebijakan Umum Anggaran : Laporan Hasil Pemeriksaan : Laporan Keterangan Pertanggungjawaban : Lembaga Musyawarah Masyarakat Dayak Daerah Kalteng : Liquefied Natural Gas : Laju Pertumbuhan Penduduk : Layanan Pengadaan Secara Elektronik : Lembaga Swadaya Masyarakat : Millennium Development Goals : Memorandum of Understanding : Minyak dan Gas bumi : Musyawarah Perencanaan Pembangunan : Non-Government Organization : Negara Kesatuan Republik Indonesia : Nahdatul Ulama : Organisasi Masyarakat Sipil : Otonomi Khusus : Pendapatan Asli Daerah : Partai Amanat Nasional : Partai Politik
  • 10. Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 2012 vi PAUD PDB PDI PDIP PDRB PDS PE Pemilukada Pemred Perda Pergub Permendagri PGI Pilkada PJB PJMD PKB PKK PKS PLTA PMA PMDN PM2L PNS Pokja PON PPAS PPDS PPID PPKD PPP Proledga PTSP PU PUG PUK Ranperda : Pendidikan Anak Usia Dini : Produk Domestik Bruto : Partai Demokrasi Indonesia : Partai Demokrasi Indonesia Persatuan : Produk Domestik Regional Bruto : Partai Damai Sejahtera : Pertumbuhan Ekonomi : Pemilihan Umum Kepala Daerah : Pemimpin Redaksi : Peraturan Daerah : Peraturan Gubernur : Peraturan Menteri Dalam Negeri : Partnership Governance Index : Pemilihan kepala daerah : Pengadaan Barang dan Jasa : Pembangunan Jangka Menengah Daerah : Partai Kebangkitan Bangsa : Pendidikan Kesejahteraan Keluarga : Partai Keadilan Sejahtera : Pembangkit Listrik Tenaga Air : Penanaman Modal Asing : Penanaman Modal Dalam Negeri : Program Mamangun Tuntang Mahaga Lewu : Pegawai Negeri Sipil : Kelompok Kerja : Pekan Olahraga Nasional : Perhitungan Plafon Anggaran Sementara : Pedangan Sapi dan Daging Segar : Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi : Pejabat Pengelola Keuangan Daerah : Partai Persatuan Pembangunan : Program Legislasi Daerah : Pelayanan Terpadu Satu Pintu : Pekerjaan Umum : Pengarusutamaan Gender : Penduduk Usia Kerja : Rancangan Peraturan Daerah
  • 11. Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 2012vii REDD+ Renstra RKA RKPD RPJMD RS RTH RTRW RW SCW SD SDA SDM Setda SIUPP SK SKPD SLTA SLTP SMA SMP SNMPTN SOP SP SPM TKD TKPKD TPAK TPT UHH UKM UKP4 UMK UMKM UMP : Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation : Rencana Strategis : Rencana Kerja dan Anggaran : Rencana Kerja Pembangunan Daerah : Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah : Rumah Sakit : Ruang terbuka Hijau : Rencana Tata Ruang Wilayah : Rukun Warga : Sulawesi Utara Corruption Watch : Sekolah Dasar : Sumber Daya Alam : Sumber Daya Manusia : Sekretaris Daerah : Surat Izin Usaha Penerbitan Pers : Surat Keputusan : Satuan Kerja Perangkat Daerah : Sekolah Lanjutan Tingkat Atas : Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama : Sekolah Menengah Atas : Sekolah Menengah Pertama : Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri : Standard Operating Procedure : Sensus Penduduk : Standar Pelayanan Minimum : Tambahan Dana Bagi Hasil : Tentara Nasional Indonesia : Tunjangan Kinerja Daerah : Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah : Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja : Tingkat Pengangguran Terbuka : Umur Harapan Hidup : Usaha Kecil dan Menengah : Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian : Upah Minimum Kota : Usaha Mikro Kecil dan Menengah : Upah Minimum Provinsi
  • 12. Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 2012 viii UNDP : United Nations Development Programme UPPM : Upah Pelayanan Pengaduan Masyarakat UP3TKPA : Unit Pengaduan dan Perlindungan dari Tindak Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak UU : Undang-Undang WAJAR : Wajib Belajar WCC : Women Crisis Centre WDP : Wajar Dengan Pengecualian WIP : Well- Informed Person WTP : Wajar Tanpa Pengecualian
  • 13. Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 2012ix KATA PENGANTAR DIREKTUR EKSEKUTIF Sesuai dengan visi misi Partnership untuk mewujudkan Indonesia yang adil, demokratis dan sejahtera di atas prinsip dan praktik tata kelola pemerintahan yang baik, Partnership meluncurkan kembali upaya mengukur kemajuan daerah di bidang tata kelola pemerintahan melalui apa yang kami sebut sebagai Indonesia Governance Index (IGI). Hasil dari IGI akan memberikan gambaran terkini mengenai proses penyelenggaraan pemerintahan provinsi di seluruh Indonesia. IGI merupakan kelanjutan dan penyempurnaan dari Partnership Governance Index (PGI) yang dilakukan tahun 2008 oleh Knowledge and Resource Center (KRC), sebuah unit di Partnership yang juga menjadi lumbung pengetahuan, keahlian dan pengalaman mengawal reformasi tata kelola pemerintahan di Indonesia. Hasil PGI 2008 telah memberikan kontribusi yang signifikan bagi perbaikan tata pemerintahan kita dan sudah diakui oleh UKP4 (Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Kedua lembaga negara tersebut bahkan merekomendasikan agar hasil-hasil PGI bisa dimanfaatkan sebagai alat evaluasi dan monitoring penyelenggaraan tata kelola pemerintahan di daerah. Bukan hanya itu, pengakuan juga datang dari dunia internasional. UNDP (United Nations Development Programme) sebagai lembaga PBB yang membidangi pembangunan internasional memasukkan PGI sebagai salah satu materi dalam Users’ Guide to Measuring Local Governance. Keberhasilan IGI yang dilakukan sejak bulan September 2012 hingga bulan Maret 2013 melibatkan kerja keras banyak pihak, di antaranya 33 peneliti provinsi IGI yang berperan besar dalam pengumpulan data di lapangan. Para peneliti provinsi IGI juga menuangkan hasil dan temuan penelitian IGI provinsi dalam bentuk laporan yang saat ini ada di tangan anda. Laporan provinsi ini merupakan potret pelaksanaan tata kelola pemerintahan di provinsi yang memaparkan tantangan, beberapa keberhasilan, serta rekomendasi bagi perbaikan tata kelola pemerintahan di 33 provinsi. Terima kasih yang tulus saya sampaikan kepada seluruh Gubernur atas kerjasama dan tanggapannya, tim KRC, tim Peneliti Utama IGI, dan 33 Peneliti Provinsi yang telah bekerja keras hingga IGI dapat dihasilkan. Dalam kesempatan ini, tidak lupa saya ucapkan terima kasih kepada AusAID yang telah memberi dukungan dana terhadap IGI.
  • 14. Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 2012 x Akhir kata, semoga potret yang ditampilkan hasil IGI di setiap provinsi memberi manfaat besar bagi seluruh pemangku kepentingan  di Indonesia demi terwujudnya tata kelola pemerintahan yang baik di seluruh Indonesia. Jakarta, Agustus 2013 Wicaksono Sarosa Direktur Eksekutif Partnership
  • 15. Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 2012xi PENGANTAR EDITOR Keragaman dan orisinilitas. Dua prinsip ini yang dipegang oleh tim editor ketika mengedit atau memberi masukan kepada 33 peneliti provinsi yang telah bergabung dengan tim besar IGI selama kurun waktu 1 tahun. Selama 1 tahun, tim IGI Partnership dan peneliti provinsi saling bahu membahu dalam setiap langkah guna menjaga kualitas dan kekonsistenan metodologi riset baik di lapangan, proses mengindeks dan pengumpulan laporan. Tanpa kontribusi kerja perwakilan peneliti IGI di 33 provinsi, IGI tidak mungkin terbentuk. Proses perjalanan pembuatan Indeks Tata Kelola Indonesia cukup panjang. Dibalik kesederhanaan angka-angka indeks, terdapat proses yang kompleks dan interaksi intensif antara 37 anggota peneliti dan 6 orang sebagai tim manajemen riset. Selama lebih dari 1 tahun, tim IGI memformulasi indikator dengan mengadakan konsultasi sangat intensif dengan para ahli yang mewakili setiap arena, melakukan pembobotan, tolak ukur, pengumpulan data, analisa dan proses pembuatan indeks. Setelah semua proses pembuatan indeks selesai, semua laporan dari 33 provinsi dikompilasi dan diedit oleh tim editor guna berbagi proses dan hasil analisa kontekstual provinsi masing-masing. Karenanya, tidak ada kata-kata yang sepadan dengan usaha dan kerja keras teman-teman dari seluruh tanah air selain penghargaan setinggi-tingginya untuk para peneliti provinsi dalam bentuk kompilasi laporan provinsi ini. Laporan provinsi ini adalah salah satu keluaran penelitian IGI yang ditunggu banyak pihak. Dari hasil pengamatan tim IGI di seminar dan workshop, banyak pihak tata kelola daerah yang mengharapkan adanya kaitan antara angka dan konteks lokal. Kompilasi laporan provinsi juga merupakan salah satu respon Partnership yang diharapkan dapat menjadi jawaban atas permintaan dan masukan tersebut. Ada dua tujuan dari laporan kompilasi ini. Pertama, mengulas konteks daerah di mana indeks diberikan makna dan latar belakang. Angka Indeks iBarat sebuah rapor, adalah representasi dari kumpulan prestasi besar, kecil, baik atau buruk, yang mana di dalamnya pun terkandung potensi dan refleksi bagi setiap arena di daerah tertentu. Tim IGI sangat menyadari bahwa IGI telah membuahkan data yang kaya, akan jauh lebih kaya jika setiap peneliti provinsi mampu mengkaitkan dengan kondisi sosial, budaya, demografi, dan politik lokal. Dengan mengulas indeks sesuai dengan konteks lokal, refleksi dan rekomendasi IGI akan jauh lebih relevan dan bermanfaat. Tujuan kedua adalah memperlihatkan keragaman dan implikasinya. Keragaman potensi dan kondisi menjadi sebuah tantangan tersendiri bagi setiap aktor tata kelola daerah. IGI melihatnya seperti pedang bermata dua. Di satu sisi, keragaman dapat menjadi penghambat, di sisi lain, dapat menjadi kesempatan dan keunikan. Dengan adanya laporan yang berasal dari 33 provinsi, kompilasi ini dapat menjadi peta keberagaman. Peta yang dapat menjadi rujukan dan cerminan baik kapasitas ataupun
  • 16. Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 2012 xii pemahaman daerah terhadap tata kelola mereka sendiri. Karenanya, tim editor membatasi cakupan suntingan hanya dari sisi struktur dengan menjaga orisinilitas dari segi isi dan kualitas analisa. Dalam hal ini, akan ditemukan variasi isi dan pemahaman dari peneliti terhadap daerah mereka sendiri. Kurang dan lebihnya, dari sudut pandang tim editor, adalah bagian dari aspek keberagaman tadi. Manfaatdaripembahasankonteksprovinsikuranglebihdapatmemberikansumbangsihuntukmenjawab pertanyaan mengapa hasil atau prestasi dari satu daerah tidak dapat serta merta direplikasi begitu saja ke daerah lain. Ataupun sebaliknya, ternyata daerah yang mungkin berbeda pulau namun dengan konteks yang agak mirip, memiliki potensi untuk mereplikasi sebuah inisiatif dari daerah lain dari pulau yang berbeda. Tentunya replikasi dilakukan dengan menyesuaikan kembali model atau program dengan aspek lokal. Temuan ini akan menghalau rasa pesimisme mengenai percepatan pembangunan daerah. Secara struktur, laporan provinsi mencakup tiga bagian besar, diawali dengan konteks lokal yang terdiri dari ulasan kondisi geografis, sosial, demografi, budaya dan politik. Dilanjutkan dengan ulasan implikasi dan tantangan tata kelola sesuai dengan konteks lokal. Kemudian masuk ke pembahasan mengenai temuan indeks secara keseluruhan, level arena, prinsip dan indikator. Di sini dapat ditemukan juga ulasan singkat posisi daerah dari perspektif regional, per pulau. Posisi sebuah daerah terhadap daerah tetangganya dapat menjadi pendorong perubahan dan perbaikan tata kelola pemerintahan. Khususnya dalam ulasan bagian indeks, harus disadari bahwa angka indeks adalah gabungan atau kontribusi dari beberapa indikator pembentuknya. Karenanya ketika membaca angka indeks sebuah arena atau prinsip, angka itu tidak terlepas dari angka indikator pembentuknya. Sebagai penutup, bagian terakhir adalah kesimpulan dan rekomendasi dari sudut pandang peneliti provinsi. Dari tim editor, kami menghaturkan banyak terima kasih kepada Pihak Partnership yang memfasilitasi dan membantu proses pengumpulan, pencetakan dan penyebaran edisi ini. Sebagai bagian dari demokratisasi hasil penelitian IGI, laporan ini akan tersedia dalam bentuk e-book yang dapat diunggah dari website IGI (www.kemitraan.or.id/igi). Edisi kompilasi ini tidak terlepas dari kekurangan sehingga masukan, komentar dan perbaikan dari pembaca sangat kami harapkan. Semua komentar dapat dilayangkan ke infoigi@kemitraan.or.id. Besar harapan kami, dari edisi kompilasi ini akan menginspirasi banyak penelitian turunan dan terutama sinergi semua pihak untuk bersama- sama bergerak, berinteraksi dan saling membantu guna membangun negeri tercinta ini. Jakarta, Agustus 2013 Tim Editor IGI
  • 17. Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 2012xii
  • 18. Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 2012 1 “Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif” JALAN TERJAL AKSES INFORMASI PUBLIK Proses pengumpulan data IGI sangatlah tidak mudah. Proses pengumpulan data dibagi menjadi dua, data primer dan data sekunder. Untuk data primer yang berupa kuesioner, diadakan sebuah workshop mengundang well informed person (WIP) dari masing-masing arena per provinsi sesuai dengan protokol pemilihan responden. Ketika salah satu atau beberapa WIP berhalangan, maka peneliti daerah akan datang guna memandu WIP untuk melakukan pengisian kuesioner. Sedangkan data sekunder terdiri dari APBD (Pengesahan, Perubahan dan Realisasi lengkap), Daerah Dalam Angka, RKA, LPKJ, PJMD, regulasi daerah, Proledga, Risalah rapat dewan, dana aspirasi dewan, dokumen relevan lainnya. Sesuai dengan desain IGI, periode pengumpulan data juga menjadi proses uji akses serta uji tingkat transparansi data di lapangan yang dilakukan para peneliti provinsi. Indikator-indikator transparansi ini memang dapat dikatakan standar minimal ketersediaan dokumen di lokasi-lokasi yang dapat dijangkau dengan mudah oleh publik termasuk website pemerintah. Mereka dibekali dengan sebuah formulir penilaian akses guna menilai seberapa mudahnya proses mendapatkan dokumenyang dibutuhkan. Untuk menguji akses ini, sesuai dengan panduan Lembar Penelitian Peneliti, si peneliti harus melakukan tahap-tahap pengujian, dari yang paling mudah yaitu mencoba melihat ketersediaan data melalui akses laman, kemudian melalui prosedur formal serta informal sampai dengan ketika data samasekali tidak dapat diakses maka tim Jakarta akan membantu mengakses data dari pusat melalui Kemendagri maupun Kemenkeu. Hasil penilaian mereka atas uji akses tersebut menjadi bagian dari data primer terutama untuk mengukur tingkat transparansi. Pengalaman peneliti provinsi dalam mengumpulkan data sangatlah bervariasi namun ada satu benang merah yaitu pada kenyataan bahwa akses publik terhadap anggaran dan dokumen pemerintah lainnya masih tergolong sulit. Padahal tim IGI pusat telah membekali seluruh peneliti provinsi dengan surat Rekomendasi Penelitian dari Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia yang ditujukan kepada Gubernur seluruh Provinsi di Indonesia up. Kepala Badan Kesbangpol dan Linmas. Berbekal surat rekomendasi tersebut, peneliti provinsi mendapatkan Surat Rekomendasi Penelitian dari Kepala Kesbangpol dan Linmas Provinsi untuk mengumpulkan data obyektif/sekunder dari berbagai kantor dan instansi pemerintah dan swasta yang terkait dengan IGI 2012. Namun demikian kelengkapan dokumen di atas tidaklah serta merta menjamin kemudahan mendapatkan dokumen yang seharusnya menjadi hak publik. Di provinsi yang terdapat akses pun, terkadang masih memerlukan pendekatan personal ataupun lobi kepada pejabat dinas atau SKPD tertentu. Secara umum beberapa SKPD yang seringkali dijumpai adalah Sekretariat DPRD, Biro Hukum Sekretariat Daerah, Biro Keuangan Sekretariat Daerah, dan Badan Pusat Statistik Provinsi.
  • 19. Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 20122 “Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif” Namun secara tren umum, SKPD yang paling kooperatif dalam menyediakan dokumen adalah BAPPEDA. Tipe dokumen yang paling sulit diakses publik adalah dokumen keuangan dan LKPj Gubernur karena dokumen yang diminta masih dilihat sebagai dokumen rahasia. Variasi konteks di lapangan ini menyebabkan periode pengumpulan data obyektif lebih lama dari yang direncanakan 3 bulan hingga menjadi 6 bulan. Sama halnya dengan akses terhadap penggunaan dana Aspirasi anggota DPRD dan dokumen di DPRD, 16 provinsi sama sekali tidak membuka akses dan 13 mengalami kesulitan. Temuan ini menggambarkan masih belum efektifnya pelaksanaan UU no 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Beberapa kutipan berikut menggambarkan kondisi peneliti IGI provinsi ketika mencoba mengakses data sekunder: “Data sekunder yang merupakan dokumen dan publikasi resmi pemerintah provinsi Bengkulu yang dikumpulkan secara langsung oleh peneliti baik dengan mendatangi institusi-institusi yang terkait dengan IGI 2012 maupun upaya-upaya khusus. Dokumen APBD diperoleh melalui salah satu anggota Dewan dikarena secara formal kelembagaan dokumen tersebut susah didapatkan demikian juga dengan dokumen APBD realisasi dan RKA-RKPD diperoleh lewat pendekatan personal. Hanya dokumen RPJMD, Laporan Pertanggungjawaban Gubernur dan Pergub-Perda yang diperoleh melalui kelembagaan resmi dengan surat pengantar dari Partnershipyang disertai dengan surat rekomendasi dari Kemendagri, UKP4, dan Kesbangpol Pusat.” Peneliti IGI Provinsi Bengkulu “Langkah selanjutnya uji akses dokumen sesuai dengan UU No.14 tahun 2008 tentang keterbukaaan informasi publik, dalam ketentuan perundangan uji akses tahap awal membuat permohonan, permohonan yang dilakukan dengan surat kepada badan publik atau instansi yang akan dimintai dokumen terkait data yang dibutuhkan, surat permohonan ditujukan kepada pimpinan badan publik, di Jawa Timur untuk mengakses informasi dan dokumentasi, pemerintah provinsi sudah memiliki pejabat pengelola informasi dan dokumentasi (PPID), proses di PPID dibuatkan surat tanda terima atau form penerimaan akses dokumen, dari proses uji akses yang dilakukan ternyata kurang mendapat respon dari instansi tersebut. Instansi terkait tidak memberikan dokumen terutama terkait dengan APBD, RKA, DPA dan laporan keuangan, kesulitan memperoleh dokumen dalam uji akses tidak hanya dialami peneliti saja, pengakses dokumen lainnya juga mengalaminya, namun melalui mediasi dalam sengketa informasi di komisi informasi terkadang diberikan dokumen yang diminta. Langkah terakhir memperoleh data obyektif mengunakan jaringan di DPRD, kedekatan dengan anggota DPRD memudahkan data obyektif diperoleh.” Peneliti IGI Provinsi Jatim
  • 20. Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 2012 3 “Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif” “Pengumpulan data obyektif yang ada di pemerintah maupun birokrasi Provinsi DKI Jakarta relatif tidak mempunyai kendala yang berarti. Dukungan dari Wakil Gubernur DKI Jakarta dan staf, melalui audiensi dengan tim peneliti dan Partnership sangat mempermudah akses terhadap data obyektif maupun WIP. Hal ini ditunjang dengan website yang dimiliki oleh pemerintah provinsi (www.jakarta.go.id) yang menyediakan informasi yang memadai, termasuk tentang Perda 2011, lampiran APBD 2011 serta informasi tentang SKPD. Hal ini sedikit berbeda dengan DPRD DKI Jakarta yang mempunyai aturan mengeluarkan data oleh sekretariat DPRD. Demikian halnya dengan data digital yang dimiliki hanya dapat diakses melalui blog (dprddkijakarta.blogspots.com). Untuk pengisian kuesioner WIP DPRD, pendekatan lebih banyak dilakukan melalui pendekatan personal kepada anggota DPRD dibandingkan jalur kelembagaan. Sedangkan pengisian kuesioner untuk Arena Masyarakat Sipil dan masyarakat ekonomi lebih mudah walaupun lebih bersifat pendekatan personal”. Peneliti IGI Provinsi DKI Jakarta “Data lain yang dikumpulkan adalah data sekunder atau data obyektif. Data obyektif yang dikumpulkan ini adalah data-data publik dari dokumen dan publikasi resmi pemerintah Provinsi Kalimantan Barat. Sekurangnya 20 jenis dokumen harus dikoleksi dari berbagai instansi pemerintah. Untuk memeroleh data-data obyektif tersebut peneliti menggunakan jalur formal (menggunakan surat resmi dan surat dukungandariKemendagridanUKP4)danjalurinformal,sepertimemanfaatkantemanyangmengenal orang dalam hingga melalui orang dalam yang dikenal. Tidak semua data-data yang diperlukan dapat diperoleh. Beberapa pemangku data mengatakan data-data yang diperlukan merupakan data rahasia yang tidak boleh diakses publik, ada pula instansi yang menyatakan dokumen yang diminta sudah diunggah di situs web resmi pemerintah daerah. Meskipun setelah dicek data yang dimaksud tidak tersedia dan/atau berbeda dengan dokumen yang dimaksud. Kemudian ketika memohon kembali dokumen yang dimaksud, peneliti tetap mendapatkan jawaban serupa.” Peneliti IGI Provinsi Kalimantan Barat “Mengakses data tidak bisa hanya bermodalkan surat ijin penelitian (Kemendagri dan Kesbang), tapi juga butuh upaya khusus untuk meyakinkan para penjabat birokrasi bahwa data yang dikumpulkan tidak akan disalahgunakan. Rata-rata penjabat yang disasar dalam pengumpulan data enggan untuk memberikan data. Kondisi ini disebab karena masih kuatnya pemahaman sebagian SKPD bahwa data yang kami sasar masuk kategori “dokumen rahasia” yang tidak boleh diberikan terkecuali ada rekomendasi dari Gubernur Sulut. Khusus data APBD Realisasi tahun 2011, bisa dikatakan masuk kategori data “Top Secret” dan data tersebut menjadi data yang paling tersulit dan terakhir diakses.” Peneliti IGI Provinsi Sulawesi Utara
  • 21. Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 20124 “Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif” “Pengumpulan data obyektif sejalan dengan pengisian lembar penilaian peneliti. Cara pertama yang dilakukan, peneliti mencoba mengakses data obyektif melalui internet, hasilnya yang diperoleh secara keseluruhan data-data tersebut tidak tersedia kecuali data yang bersumber dari BPS Provinsi Papua Barat. Cara selanjutnya peneliti melalui prosedur surat dengan lampiran jenis data yang diminta ditujukan kepada badan/instansi sumber data yang diagendakan di bagian sekretariat atau bagian umum dan menunggu prosesnya surat sampai mendapatkan disposisi pimpinan ke bagian atau bidang mana data tersebut dapat diambil. Data Obyektif yang dapat diakses yaitu APBD dari Biro Keuangan dan Aset Daerah, Daftar Perda dan Pergub dari Biro Hukum, Prolegda dan daftar Perda dari Sekretariat DPRD, Buku IPM, Papua Barat Dalam Angka Tahun 2012 dan RPJMD (tanpa Bab indikasi dan capaian) dari Bappeda provinsi dan hasil audit dari BPK Indonesia Provinsi Papua Barat.” Peneliti IGI Provinsi Papua Barat
  • 22. Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 2012 5 “Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif” 1. PROVINSI ACEH “PROVINSI KAYA YANG BELUM TERKELOLA” Oleh: Said Muniruddin
  • 23. Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 20126 “Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
  • 24. Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 2012 7 “Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif” I. SEKILAS PROVINSI ACEH 1. Kondisi Umum Provinsi Aceh terletak di ujung Barat Laut Sumatera dengan Ibukota Banda Aceh. Provinsi ini memiliki luas wilayah 56.770,81 Km2 (12,26 persen dari luas pulau Sumatera). Secara administratif, hari ini Aceh memiliki 23 kabupaten/kota yang terdiri dari 18 kabupaten dan 5 kota, 284 kecamatan, 755 mukim dan 6.450 gampong atau desa. Penduduknya berjumlah 4.597.308 jiwa (2.300.411 laki- laki dan 2.968.967 perempuan). Dengan kepadatan mencapai 81 orang/km2, laju pertumbuhan penduduknya dalam 5 tahun terakhir mencapai 1,66 persen1 . 1.2. Dinamika Alam, Politik, Ekonomi, Sosial dan Budaya Pernah maju di abad 17 sebagai pusat peradaban Asia Tenggara, Aceh kemudian menjadi daerah yang mengalami stagnasi bahkan kemunduran. Perang sabil dan konflik berkepanjangan telah menghancurkan sendi-sendi sosial dan ekonomi “Daerah Modal” Indonesia ini. Puluhan tahun masyarakat dan pemimpinnya disibukkan dengan jihad melawan Portugis (1514-1636), Belanda dan Jepang (1873- 1945). Paska kemerdekaan, masyarakat yang terdiri dari 13 suku serta kaya warisan seni dan budaya ini kembali terperangkap dalam konflik sosial “Cumbok” (1946-1947), perlawanan Daud Beureueh melalui DI/TII (1953-1963), sampai kepada tuntutan keadilan di bawah Gerakan Aceh Merdeka (1976- 2005). Semua rentetan kelam ini berakhir dalam tsunami 26 Desember 2004 yang menghilangkan 170.000 nyawa. Bencana terbesar abad 21 yang terjadi di 150 km pesisir barat Aceh ini melumpuh totalkan pemerintah dan birokrasi. Masyarakat ekonomi juga mengalami kehancuran. Angka kemiskinan saat itu 28,69 persen. Praktis selama 4 tahun (2005-2008) tata kelola pemerintahan diambil alih oleh Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR Aceh-Nias), yang kepemimpinannya disupply dari Jakarta. Ketika mengakhiri mandatnya, BRR meninggalkan kemiskinan di Aceh pada angka 23,3 persen2 . 2. Implikasi dan Tantangan Tata Kelola di Provinsi Aceh 2.1. Bencana dan Perdamaian, Sebuah Tonggak Baru Pembangunan Ternyata, tsunami memiliki sisi blessing in disguise. Ada berkah di belakang bencana. Lebih dari 250 institusi datang mendukung pembangunan kembali Aceh. Sampai tahun 2006, sekitar Rp 28,5 trilyun terkucur untuk rehabilitasi dan rekonstruksi3 . Konflik 30 tahun antara pemerintah Indonesia 1 Badan Pusat Statistik (BPS). 2012.“Aceh Dalam Angka 2012”. BPS Provinsi Aceh dan BAPPEDA Aceh: Banda Aceh. 2 Ibid. 3 World Bank. 2006.“Aceh Public Expenditure Analysis: Spending for Reconstruction and Poverty Reduction”. The World Bank Office: Jakarta.
  • 25. Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 20128 “Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif” dengan GAM juga berakhir dimeja perundingan. Dalam siklus damai MoU Helsinski 15 Agustus 2005 ini, Aceh mulai menatap harap masa depannya. Melalui berbagai produk hukum yang bertujuan mengembalikan harkat dan martabat provinsi Serambi Mekkah ini, pemerintah pusat mulai menyerahkan dana yang signifikan untuk menata kembali pemerintahan dan kesejahteraan masyarakatAceh. Bersama Papua Barat,Aceh menyandang status Otonomi Khusus (OTSUS). Selain kewenangan lebih, Aceh juga mendapat tambahan dana cukup besar dari Tambahan Dana Bagi Hasil Minyak dan Gas (TDBH Migas) dan Dana Otonomi Khusus. 2.2. Aceh Kebanjiran Dana Pasal 181 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) mulai mengucurkan banyak uang ke Aceh. Dana Otonomi Khusus yang berlaku 20 tahun (2008-2027) menjanjikan 2% dari pagu Dana Alokasi Umum (DAU) nasional untuk terus ditransfer ke Aceh sampai tahun 2022, dan dilanjutkan dengan 1% sampai tahun 2027. Sampai tahun 2012 saja Aceh telah menikmati dana OTSUS sebesar Rp 21,155 trilyun. Sebagai daerah yang memiliki sumber daya alam melimpah, pendapatan pertahun Aceh dari Tambahan Dana Bagi Hasil Minyak dan Gas Bumi (TDBH Migas) juga cukup signifikan, 55% dari minyak dan 40% dari gas bumi. Tahun 2012 misalnya, Aceh menerima TDBH Migas sejumlah Rp 540,051 milyar, disamping dana Otsus sebesar Rp 5,476 trilyun. Besarnya pendapatan ini membengkakkan anggaran Pemerintah Aceh. Tahun 2012 total APBD/APBA mencapai Rp 9,511 trilyun. Tahun 2013 bahkan meningkat menjadi Rp 11,785 trilyun. Aceh tahun 2010 dinyatakan sebagai daerah terkaya ke-7 di Indonesia menurut APBD per kapita. Namun, kemajuan apa yang sudah dicapai Aceh dengan alokasi dana yang begitu besar? 2.3. Paradoks Pembangunan Meskipun disiram dengan dana yang besar, pembangunan dan kesejahteraan Aceh tidak serta merta tumbuh memuaskan. Tingkat kemiskinan di Aceh selama beberapa tahun memang menunjukkan penurunan mulai 23,53 persen (2008), 21,80 persen (2009), 20,98 persen (2010), 19,48 persen (2011), dan 19,46 persen (2012). Namun masih berada di atas rata-rata nasional, yaitu 11,66 persen (2012). Angka pengangguran terbuka 2012 (7,85 persen) juga demikian, di atas rata-rata nasional (6,32 persen)4 . Di sisi lain, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di provinsi Aceh selama lima tahun terus membaik dari 70,76 (2008) menjadi 71,70 (2010). Tetapi jika dibandingkan dengan rata-rata nasional 70,59 (2008) dan 72,27 (2010), selisih poinnya semakin melebar dari 0,17 menjadi 0,57. Ini indikasi bahwa pertumbuhan IPM secara nasional jauh lebih tinggi daripada pertumbuhan IPM Aceh, meskipun Aceh telah cukup mengkonsumsi dana Otsus, TDBH Migas dan lainnya selama lima tahun belakangan. Pendapatan per kapita non-migas Aceh pada harga konstan juga terus naik 4 Badan Pusat Statistik (BPS). 2012.“Aceh Dalam Angka 2012”. BPS Provinsi Aceh dan BAPPEDA Aceh: Banda Aceh.
  • 26. Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 2012 9 “Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif” dari Rp 6.176.902 (2008), Rp 6.313.266 (2009), Rp 6.472.340 (2010), menjadi Rp 6.718.952 (2011). Namun juga masih di bawah rata-rata nasional Rp 10,971,614 (2011)5 . Lebih mengejutkan lagi, peringkat menurut nilai rataan IPA yang diraih peminat SNMPTN 2012 menurut provinsi asal SLTA, Aceh menduduki peringkat 29. Padahal alokasi anggaran pendidikan per siswa sampai tingkat SMA Aceh tahun 2012 berada di ranking dua (Rp 954,4 ribu) setelah Jakarta (Rp 2,289 juta). Di sektor kesehatan, angka harapan hidupAceh tahun 2010 (68,70) lebih rendah dari rata-rata nasional (69,43). Padahal, anggaran per kapita kesehatan meningkat tiga kali lipat dari tahun 2005 ke tahun 2012 (yang kini mencapai Rp 931 milyar) berada di empat besar nasional6 . 2.4. Aceh Lemah Tata Kelola Pemerintahan Data dan berbagai hasil studi di atas menunjukkan wajah Aceh yang menikmati dana begitu besar, tetapi pembangunannya tertinggal. Ini indikasi ada tata kelola yang bermasalah, disamping pengetahuan dan keahlian (sumberdaya manusia) yang masih lemah. Dimulai dari pemerintah dan legislatif yang selalu lambat dalam menyusun dan mengesahkan anggaran (APBA 2008: 24 Juni 2008, APBA 2009: 29 Januari 2009, APBA 2010: 19 Maret 2010, APBA 2011: 15 April 2011, APBA 2012: 31 Januari 2012. Sampai kepada penyerapan anggaran yang tidak maksimal. Target Gubernur Aceh dr. Zaini Abdullah dan wakilnya Muzakkir Manaf (2012-2017) untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi menjadi 8 persen, menurunkan kemiskinan menjadi 9,50 persen dan angka pengangguran menjadi 6,50 persen pada akhir periode kepemerintahannya tidak akan pernah terjadi, jika tata kelola pemerintahan Aceh tidak segera dibenahi. Akhlak kepemerintahan atau dikenal dengan prinsip-prinsip good governance (partisipasi, keadilan, akuntabilitas, transparansi, efisiensi, dan efektivitas) dalam setiap fungsi pemerintahan dan birokrasi mesti dijalankan. Hal yang sama juga harus dilakukan oleh masyarakat sipil dan masyarakat ekonomi Aceh. Karena visi “Aceh yang Islami, Maju, Damai dan Sejahtera”7 bukan hanya tanggung jawab pemerintah, melainkan hasil interaksi semua stakeholder regional ini. 5 Badan Pusat Statistik (BPS). 2011.“Buku Saku Aceh 2011”. BPS Provinsi Aceh dan BAPPEDA Aceh: Banda Aceh. 6 Public Expenditure Analysis and capacity Strengthening Program in Aceh (PECAPP). 2012.“Analisis Belanja Sektor Kesehatan Aceh”. 7 Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP Aceh),“Visi Pembangunan Aceh Tahun 2005-2025”.
  • 27. Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 201210 “Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif” II. TATA KELOLA PROVINSI ACEH 2.1. Indeks Kinerja Tata Kelola: Peringkat Provinsi Aceh Grafik 1. Peringkat Tata Kelola Pemerintahan Hasil Indonesia Governance Index (IGI)
  • 28. Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 2012 11 “Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif” Indonesia Governance Index (IGI) menempatkan Aceh pada urutan 18 dari 33 provinsi di Indonesia (Grafik 1). Peringkat ini gambaran menyeluruh enam prinsip good governance (partisipasi, keadilan, akuntabilitas, transparansi, efisiensi, dan efektivitas) di empat arena atau stakeholders provinsi (pemerintah, birokrasi, masyarakat sipil, dan masyarakat ekonomi). Sembilan peringkat teratas diraih DI Yogyakarta, Jawa Timur, DKI Jakarta, Jambi, Bali, Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan, Riau, dan Sulawesi Utara. Meskipun belum ada provinsi di Indonesia yang memperoleh nilai baik atau sangat baik, namun 9 provinsi ini mendapat nilai indeks tata kelola pemerintahan yang cenderung baik. Sementara 19 puluh provinsi lain berada di posisi cukup. Hanya 3 provinsi (Bengkulu, Papua Barat, dan Maluku Utara) yang tata kelola pemerintahannya dikategorikan cenderung buruk. Aceh yang pada tahun 2008 berada di peringkat 19 kini berada pada peringkat 18 dan memiliki indeks sedikit di atas rata-rata nasional (5,82), dan secara keseluruhan kinerjanya cukup. Secara regional, dari 10 provinsi di Sumatera, Aceh berada di urutan 7. Kinerja tata kelola pemerintahan Aceh berada di bawah Jambi, Sumatera Selatan, Riau, Lampung, Bangka Belitung dan Sumatera Utara. Namun lebih baik dari Sumatera Barat, Kepulauan Riau dan Bengkulu. 2.2. Indeks Kinerja Tata Kelola 2.3. Semua Arena vs. Nasional Grafik 2: Indeks Tata Kelola antar Arena: ”Aceh terhadap Rata-Rata Nasional” 5,55 6,04 6,45 5,075,28 5,68 6,33 5,72 1,00 3,00 5,00 7,00 9,00 Indeks Arena Pemerintah Indeks Arena Birokrasi Indeks Arena Masyarakat Indeks Arena Masyarakat Ekonomi Provinsi Rata-rata Nasional KecualiMasyarakatEkonomi,semuaArenaTataKelolaProvinsiAcehberadadiatasRata-Rata Nasional.IndekstatakelolatertinggidiProvinsiAcehsecaraberurutandiperoleholehMasyarakatSipil, Birokrat, Pemerintah, dan Masyarakat Ekonomi. Tiga arena yang pertama memiliki indeks tata kelola di atas rata-rata nasional. Hanya masyarakat ekonomi yang memiliki kinerja tata kelola di bawah rata- rata nasional. Dari empat arena tersebut, hanya Masyarakat Sipil dan Birokrasi yang memiliki kinerja cenderung baik. Sementara Pemerintah dan Masyarakat Ekonomi memiliki kinerja cukup (Grafik 2).
  • 29. Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 201212 “Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif” Grafik 3: Indeks Tata Kelola Masyarakat Sipil Aceh 5,33 5,56 5,72 6,04 6,12 6,24 6,24 6,31 6,33 6,36 6,40 6,40 6,40 6,40 6,40 6,40 6,40 6,40 6,40 6,40 6,40 6,40 6,40 6,40 6,40 6,40 6,40 6,40 6,40 6,45 6,65 6,68 6,72 6,75 0 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00 8,00 9,00 10,00 DKI Kepri Maluku Utara Papua Rata-Rata Nasional Sumbar Riau Lampung Jateng Bali NTT Kalsel Sulut Sultra Sulbar Sulteng DIY "Aceh Peringkat 5" Masyarakat Sipil Aceh memiliki kinerja tata kelola lebih baik daripada arena lainnya, secara nasional berada di peringkat 5. Di samping memiliki indeks tata kelola yang paling tinggi dibandingkan arena lainnya, Masyarakat Sipil Aceh juga menempati peringkat 5 indeks tata kelola secara nasional (Grafik 3). Lima teratas adalah Jawa Timur, DI Yogyakarta, Sumatera Utara, Sulawesi Tengah, dan Aceh. Secara nasional, kinerja tata kelola Masyarakat Sipil terlihat cenderung baik. Hanya 5 provinsi (Maluku Utara, Maluku, Kepulauan Riau, Papua Barat, dan DKI Jakarta) yang memiliki rapor cukup. Indeks terendah justru ditempati DKI Jakarta dan berada di bawah rata-rata nasional. Secara regional, indeks tata kelola Masyarakat Sipil Aceh berada di peringkat 2 setelah Sumatera Utara.
  • 30. Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 2012 13 “Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif” Tingginya indeks persepsi tata kelola Masyarakat Sipil Aceh dapat dipahami sebagai indikasi masih aktif dan relatif baiknya Arena ini dalam memainkan perannya. Terutama dalam bidang advokasi dan pemberdayaan masyarakat Aceh sejak masa rehabilitasi danrekonstruksi. Aceh merupakan provinsi yang setelah tsunami sempat mengalami ‘banjir’OMS dan memiliki aktivitas yang cukup padat dalam berbagai isu sosial, ekonomi, pendidikan, kesehatan, politik, dan pemerintahan. 3,53 3,55 3,60 4,25 4,26 4,27 4,28 4,50 4,79 5,36 5,39 5,50 5,52 5,56 5,65 5,68 5,84 6,04 6,05 6,05 6,09 6,13 6,26 6,32 6,43 6,68 6,75 6,98 7,06 7,09 7,14 7,28 7,46 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00 8,00 9,00 10,00 Maluku Utara (33) Papua Barat (32) Maluku (31) Papua (30) Kalbar (29) NTT (28) Sultra (27) Bengkulu (26) Sulteng (25) Gorontalo (24) Sulsel (23) Sumbar (22) Babel (20) Kepri (19) Sulbar (18) NTB (17) Aceh (16) Jabar (15) Banten (14) Jateng (13) Kalteng (12) Bali (11) Kalsel (10) Sumut (9) Lampung (8) Jambi (7) Sulut (6) Riau (5) Sumsel (4) DKI (3) DIY (1) Grafik 4: Indeks Tata Kelola Birokrasi Aceh "Aceh Peringkat 16 " Kinerja tata kelola Birokrasi Aceh lebih baik daripada kinerja tata kelola pemerintahnya (eksekutif dan legislatif), secara nasional berada di peringkat 16. Setelah Masyarakat Sipil, peringkat kedua kinerja tata kelola provinsi Aceh ditempati Arena Birokrasi, dan disusul Pemerintah pada posisi ketiga. Indeks kinerja Birokrat lebih tinggi (cenderung baik) dibandingkan Pemerintah (cukup). Sepertinya, pengalaman para birokrat serta reformasi Birokrasi pada level provinsi yang dilaksanakan sejak pemerintahan drh. Irwandi Yusuf (2006-2011) dengan asistensi beberapa lembaga donor, membawa
  • 31. Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 201214 “Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif” pengaruh positif terhadap indeks kinerja tata kelola Birokrasi. IGI 2012 ini menempatkan Birokrasi Aceh pada peringkat 16 nasional, atau berada di urutan kelima dari 13 provinsi yang mendapat nilai sedang (Grafik 4). Di regional Sumatera, dari 10 provinsi Aceh berada pada peringkat 6. Kinerja tata kelola Birokrat Aceh berada di bawah Sumatera Selatan, Riau, Jambi, Lampung, dan Sumatera Utara. Namun lebih baik dari Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Sumatera Barat, dan Bengkulu. 3,98 4,06 4,16 4,33 4,35 4,78 4,85 5,02 5,13 5,15 5,17 5,20 5,20 5,20 5,22 5,24 5,28 5,28 5,31 5,34 5,35 5,37 5,46 5,51 5,55 5,55 5,70 5,90 5,99 6,12 6,26 6,52 6,78 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00 8,00 9,00 10,00 Bengkulu (33) Maluku Utara (32) NTT (31) Papua Barat (30) Papua (29) Sultra (28) Kalbar (27) Sumsel (26) Maluku (25) Sumut (24) NTB (23) Sumbar (22) Sulteng (21) Sulsel (20) Jateng (19) Sulut (18) Banten (17) Gorontalo (16) Riau (15) Kepri (14) Jabar (13) Kalteng (11) Lampung (10) Aceh (8) Sulbar (7) Jambi (6) Kalsel (5) Bali (4) Babel (3) DIY (2) DKI (1) Grafik 5: Indeks Tata Kelola Pemerintah Aceh "Aceh Peringkat 8" Meskipun pada level provinsi kinerja tata kelola Pemerintah Aceh masih di bawah Birokrat, secara nasional berada di peringkat 8. Secara nasional, hanya tiga provinsi (DKI Jakarta, DI Yogyakarta dan Kepulauan Bangka Belitung) yang Pemerintahnya memiliki tata kelola yang cenderung baik. Aceh bersama 23 provinsi lain berkinerja cukup. Sedangkan 7 provinsi berkinerja cenderung buruk. Secara nasional,Aceh berada pada peringkat 8 (Grafik 5). Untuk wilayah Sumatera, kinerja tata kelola Pemerintah Aceh berada di peringkat 3, di bawah Bangka Belitung dan Jambi.
  • 32. Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 2012 15 “Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif” Provinsi yang ekonominya lebih maju seperti Sumatera Utara, pemerintahnya justru memiliki kinerja yang lebih rendah dari Aceh. 4,83 5,05 5,07 5,14 5,19 5,36 5,37 5,43 5,44 5,49 5,54 5,59 5,70 5,76 5,76 5,82 5,83 5,84 5,90 5,90 5,90 5,91 6,00 6,01 6,01 6,02 6,03 6,12 6,12 6,13 6,13 6,15 6,32 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00 8,00 9,00 10,00 Maluku Utara (33) Bengkulu (32) Aceh (31) Lampung (30) Papua Barat (29) Papua (28) Sultra (27) NTT (26) DKI (25) Sumut (24) Kalbar (22) Jambi (21) Riau (20) NTB (19) Kepri (18) Banten (17) Sulteng (16) Jabar (15) Maluku (14) Babel (13) Gorontalo (12) Sulut (11) Kalteng (10) Kalsel (8) Jateng (7) Sulbar (6) DIY (5) Bali (4) Sumbar (3) Sulsel (2) Sumsel (1) Grafik 6: Indeks Tata Kelola Masyarakat Ekonomi Aceh "Aceh Peringkat 31" Kinerja Masyarakat Ekonomi Aceh berada di bawah rata-rata nasional, secara nasional berada di peringkat 31. Masyarakat Ekonomi provinsi Aceh yang terdiri dari Asosiasi Bisnis dan Kelompok Buruh merupakan kelompok stakeholders yang memiliki kinerja tata kelola di bawah rata- rata nasional. Arena ini bahkan berada di peringkat 31 nasional. Secara nasional, hanya 2 provinsi yang memiliki persepsi nilai kinerja cenderung baik (Sumatera Selatan dan Sulawesi Selatan). Yang cenderung buruk hanya provinsi Maluku Utara. Selebihnya, termasukAceh, berkinerja cukup (Grafik 7). Di wilayah Sumatera, Masyarakat Ekonomi Aceh berada di posisi terbawah bersama Bengkulu. Berbagai isu iklim usaha, perlindungan hak dan kesejahteraan pekerja, keterlibatan asosiasi dalam
  • 33. Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 201216 “Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif” perumusan kebijakan, kepatuhan terhadap pajak, persaingan bisnis dan tender barang dan jasa yang dinilai kurang sehat menjadi kontributor rendahnya indeks persepsi tata kelola Masyarakat Ekonomi di Provinsi Aceh. 2.4. Indeks Kinerja Tata Kelola: Perbandingan Prinsip-Prinsip Antar Arena Gra ik 7: Perbandingan Prinsip-Prinsip Tata Kelola antar Arena di Provinsi Aceh 1,00 3,00 5,00 7,00 9,00 Par sipasi Keadilan Akuntabilitas Transparansi E siensi Efek tas Pemerintah Birokrasi Masyarakat Sipil Masyarakat Ekonomi Perbandingan prinsip-prinsip good governance antar arena di Provinsi Aceh. Seperti terlihat pada Grafik 7, IGI 2012 memberikan informasi menarik tentang penerapan prinsip-prinsip good governance pada semua arena di Provinsi Aceh: • Partisipasi tertinggi dipraktikkan oleh Masyarakat Sipil (6,40) dan terendah oleh Birokrasi (2,85). Perbedaan ini nantinya akan dijelaskan oleh indikator dua arena ini yang dinilai bekerja secara berbeda. Sedikit tidaknya ini menjelaskan bahwa Masyarakat Sipil Aceh memiliki intensitas keterlibatan yang cukup tinggi dengan grass-root, sementara Birokrasi Aceh terlalu office- centered dan minim ruang keterlibatan bagi publik dalam wilayah kerja mereka. • Keadilan tertinggi diterapkan oleh Pemerintah (8,06) dan terendah oleh Masyarakat Ekonomi (5,50). Nantinya akan digambarkan oleh beberapa indikator bagaimana peran Gubernur dan Legislator Aceh yang sangat signifikan dalam pengalokasian anggaran untuk pengentasan kemiskinan, perbaikan kesehatan, dan pendidikan masyarakat. Sementara rendahnya perhatian sektor usaha terhadap tuntutan kesejahteraan buruh, lemahnya pengakuan dan perlindungan hak-
  • 34. Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 2012 17 “Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif” hak pekerja perempuan menjadi bagian indikator rendahnya prinsip keadilan pada Masyarakat Ekonomi di Provinsi Aceh. • Akuntabilitas tertinggi ditunjukkan oleh Birokrasi (6,62) dan terendah oleh Pemerintah (3,79). Lebih lanjut nantinya akan dijelaskan bagaimana pencapaian opini wajar dari BPK walaupun dengan pengecualian merupakan bagian dari alasan relatif tingginya akuntabilitas mereka. Sementara indikator terlambatnya proses penyusunan sampai pengesahanAPBA, serta minim dan lambatnya produksi Qanun, merupakan bagian dari potret rendahnya akuntabilitas Pemerintah. • Transparansi tertinggi dipunyai oleh Masyarakat Sipil (6,40) dan terendah oleh Pemerintah (3,39). Akses informasi terhadap Birokrasi, walaupun prosedural, dirasakan jauh lebih mudah daripada akses terhadap informasi keuangan pemerintah dan dokumen legislasi. Temuan ini menjadi menarik, karena transparansi masyarakat sipil sedikit lebih tinggi daripada birokrasi. • Efisiensi tertinggi diperlihatkan oleh Pemerintah (9,05) dan terendah oleh Masyarakat Ekonomi (4,60). Kontribusi efisiensi yang tinggi ini di antaranya didapat dari rasio belanja aparatur DPKKA (langsung dan tidak langsung) terhadap total belanja publik provinsi pada 2011 yang memiliki nilai indeks 8,15, di samping persepsi pelayanan pengurusan investasi yang sudah semakin cepat. Sementara rendahnya koordinasi antar asosiasi bisnis dalam perumusan kebijakan daerah serta ketidak fokusan pada penggunaan energi ramah lingkungan dalam pengelolaan bisnis menjadi penyebab rendahnya persepsi efisiensi terhadap Masyarakat Ekonomi. • Efektivitas tertinggi dicapai oleh Masyarakat Sipil (6,89), dan terendah oleh Birokrasi (4,22). Kontribusi masyarakat sipil dinilai cukup tinggi dalam upaya pemberantasan korupsi, peningkatan kualitas pelayanan publik dan pemberdayaan masyarakat marginal. Sementara persentase realisasi PAD yang rendah pada 2011 yang memiliki skor indeks 1,00 dibanding penganggaran tahunan untuk dinas pengumpul/DPKAD menjadi bagian indikasi rendahnya efektivitas Birokrat.
  • 35. Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 201218 “Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif” 2.5. Indeks Kinerja Tata Kelola: Perbandingan Prinsip-Prinsip Dalam Satu Arena Grafik 8: Pemerintah Aceh: ”Adil, tetapi Tidak Transparan dan Tidak Akuntabel” 5,87 3,89 5,45 4,58 7,51 5,49 4,92 8,28 3,79 3,39 9,05 5,76 Fairness Akuntabilitas Transparansi Aceh Rata-rata Nasional Pemerintah Aceh: adil dan efisien, tetapi tidak transparan dan tidak akuntabel. Di satu sisi, Pemerintah Aceh memiliki indeks keadilan yang baik (8,28) jauh di atas rata-rata nasional (3,89). Kontribusi terhadap tingginya keadilan di antaranya disumbang oleh alokasi anggaran pendidikan per siswa (Rp 954,409 ribu), kesehatan per kapita (Rp 156,152 ribu), dan kemiskinan per kapita (Rp 256,921 ribu) yang ketiganya lebih tinggi dari rata-rata nasional. Ini diperkuat oleh hasil workshop dimana para WIP tidak mempertanyakan besarnya alokasi anggaran Gubernur dan legislatif Aceh terhadap tiga sektor tersebut. Sementara itu, Pemerintah Aceh juga memiliki indeks efisiensi yang juga baik (9,05) dan di atas rata-rata nasional (7,51). Kontribusi terbesar terhadap efisiensi di antaranya disumbang oleh rendahnya rasio belanja pegawai -langsung dan tidak langsung (Rp 1,064 trilyun) terhadap total belanja APBA (Rp 7,374 trilyun), serta rendahnya rasio total belanja DPRA (Rp 82,547 milyar) terhadap total belanjaAPBA(Rp 7,374 trilyun). Meski dari sisi rasio anggaran ini cukup efisien, sisi efisiensi lain seperti rata-rata waktu penyelesaian Qanun di DPRA sampai kepada penerbitan Pergub belum baik. Di sisi lain, indeks transparansi Pemerintah Aceh bernilai buruk (3,39) dan berada di bawah rata- rata nasional (4,58) yang juga cenderung buruk. Rendahnya transparansi diantaranya disumbang oleh akses yang sangat sulit terhadap penggunaan dana aspirasi. Lainnya disebabkan oleh akses publik yang tidak begitu cepat/mudah terhadap dokumen-dokumen seperti Qanun APBA, Qanun Non-APBA beserta Pergub tentang itu, Pertanggungjawaban APBA, Risalah Rapat dan Laporan Kunjungan Kerja Anggota DPRA. Dokumen-dokumen tersebut tidak ter up-date secara on-line dan
  • 36. Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 2012 19 “Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif” perolehannya harus melalui prosedur birokratis yang terkadang tidak mudah/cepat. Hal ini diakui oleh WIP peserta workshop IGI yang menilai keterbukaan informasi publik pada Pemerintah Aceh belum begitu baik. Bahkan pada tahun 2013, bantuan sosial dan dana hibah dianggap sebagai ‘dana siluman’ (termasuk di dalamnya dana aspirasi sebesar Rp 345 milyar) yang kemudian dilarang Mendagri untuk dicairkan. Selain itu, indeks akuntabilitas Pemerintah Aceh juga buruk (3,79). Rendahnya akuntabilitas diantaranya disumbang oleh selalu lambatnya pengesahan APBA (tahun 2011 terlambat 3,5 bulan), serta rendahnya rasio Qanun yang disahkan dibandingkan dengan rencana legislasi daerah (dari jumlah 31 dalam Prolegda 2011, disahkan hanya 4). Temuan ini diperkuat oleh persepsi WIP yang ikut meragukan komitmen anggota DPRA untuk memperjuangkan kepentingan publik. Grafik 9: Birokrat Aceh: ”Efisien, tetapi Tidak Partisipatif” 3,96 5,91 6,17 5,04 6,98 5,38 2,85 6,76 6,62 5,93 8,54 4,22 Fairness Akuntabilitas Transparansi Aceh Rata-rata Nasional Birokrasi Aceh: efisien, tetapi tidak partisipatif dan cenderung tidak efektif. Di satu sisi, tata kelola Birokrasi Aceh sudah efisien (nilai indeks 8,54) dan berada di atas rata-rata nasional (6,98). Efisiensi ini diantaranya disumbang oleh rendahnya rasio anggaran belanja aparatur (Rp 1,064 trilyun) terhadap total belanja publik (Rp 4,594 trilyun), rendahnya rasio belanja aparatur DPKKA (Rp 53,503 milyar) terhadap realisasi PAD provinsi (Rp 802,840 milyar), serta keberadaan one stop service (KPPTSP Aceh) dengan SOP yang dinilai mulai menjamin pelayanan pengurusan usaha. Di sisi lain, indeks partisipasi Birokrasi Aceh justru sangat rendah (2,85) dan berada di bawah rata-rata nasional (3,96). Penyertaan publik dalam tata kelola Birokrasi dinilai belum memuaskan. Meskipun baru-baru ini telah ada forum regular dengan masyarakat untuk memperkuat iklim bisnis (Aceh Business Forum), namun minim dan rendahnya kualitas unit pelayanan pengaduan masyarakat di bidang kesehatan, pendidikan dan pengentasan kemiskinan, dan pelayanan pengaduan di DPKKA memperburuk indeks partisipasi Birokrasi. Hal ini diperkuat dari hasil workshop WIP
  • 37. Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 201220 “Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif” yang menyatakan pelayanan yang diberikan oleh unit-unit pemerintah masih lambat dan belum memuaskan. Sementara itu, indeks efektivitas birokrasi juga cenderung buruk (4,22) dan di bawah rata-rata nasional (5,38). Ini disumbang oleh persentase anggaran tahunan DPKKA yang jumlahnya lebih besar (Rp 2,115 trilyun) dibandingkan realisasi PAD provinsi (Rp 802,840 milyar). Meskipun disatu sisi birokrat dinilai efektif dengan meningkatnya jumlah usaha di Aceh, namun efektivitas ini terganggu oleh rendahnya indeks kulitas lingkungan hidup di Aceh (1,00) yang terbukti dengan bencana alam seperti banjir dan polusi yang mulai sering dirasakan masyarakat. 6,53 6,28 6,17 6,28 6,22 6,48 6,40 6,40 6,40 6,40 6,40 6,89 Keadilan Akuntabilitas Transparansi Masyarakat Sipil Aceh: Aceh Rata-Rata Nasional Masyarakat Sipil Aceh: efektif, tetapi secara rata-rata nasional kurang partisipatif. Secara umum semua prinsip good governance Masyarakat Sipil Aceh memiliki nilai indeks di atas rata- rata nasional dan berkinerja “Cenderung Baik”. Dari semua, efektivitas memiliki nilai indeks paling tinggi (6,89). Diakui oleh WIP dalam diskusi IGI 2012, arena ini cukup efektif dalam mencapai tujuan-tujuan advokasi dan pemberdayaan masyarakat melalui mekanisme kerja yang terfokus, terarah dan terukur. Namun demikian, indeks partisipasi masyarakat Sipil Aceh lebih rendah (6,40) dari rata-rata nasional (6,53). Rendahnya angka partisipasi ini sejalan dengan hasil diskusi kelompok, bahwa keterlibatan masyarakat sipil Aceh secara keseluruhan mulai dari proses perencanaan sampai kepada pengawasan anggaran publik masih lemah. Karena selama ini, seperti diakui oleh WIP dari Pemerintah dan Birokrasi dalam diskusi, bahwa Masyarakat Sipil Aceh terlalu kritis dan aktif pada tahap evaluasi pembangunan, tetapi rendah partisipasinya pada awal perencanaan dan implementasi program pembangunan.
  • 38. Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 2012 21 “Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif” Grafik 11: Masyarakat Ekonomi Aceh: ”Di Bawah Rata-Rata Nasional” 6,16 5,83 6,18 5,80 5,54 4,74 5,84 5,50 5,09 4,60 4,60 5,02 Keadilan Akuntabilitas Transparansi Masyarakat Ekonomi Aceh: "Di Bawah Rata-Rata Nasional" Aceh Rata-Rata Nasional Masyarakat Ekonomi Aceh: hampir semua prinsip-prinsip tata kelolanya berada di bawah rata-rata nasional. Dari enam prinsip tata kelola di Arena Masyarakat Ekonomi, hanya prinsip efektivitas (5,02) yang memiliki kinerja di atas rata-rata nasional (4,74). Mulai membaiknya iklim bisnis provinsi sejak masa damai serta pertumbuhan lapangan kerja menjadi alasan arena ini sukses mencapai tujuannya, walaupun banyak didorong oleh APBA. Sementara efisiensi dan transparansi merupakan dua indeks yang nilainya cenderung buruk (4,60). Meskipun asosiasi Masyarakat Ekonomi telah cukup berpartisipasi dalam perumusan kebijakan pembangunan, namun efisiensi dinilai rendah karena lemahnya koordinasi antar asosiasi ini. Ini diakui oleh WIP selama diskusi, bahwa interest masyarakat ekonomi terhadap bisnis lebih bersifat personal daripada kepentingan asosiasi dan masyarakat banyak. Sementara transparansi yang rendah (4,60) diakibatkan oleh kurangnya keterbukaan masyarakat ekonomi dalam menjalankan fungsi implementasi proyek pemerintah.
  • 39. Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 201222 “Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif” 2.6. Analisa Indikator Tabel berikut meringkas sejumlah indikator tata kelola yang memiliki dua ekstrim indeks kinerja (baik dan buruk). Tabel 1: “Indikator-indikator yang memiliki indeks kinerja baik dan buruk” Indikator Arena Prinsip Indeks Nilai Pelembagaan upaya perlindungan dan pemberdayaan perempuan Pemerintah Keadilan (G1F1) 10,00 SANGATBAIK Anggaran APBD bidang pendidikan dibagi jumlah siswa sampai jenjang pendidikan 9 tahun (disesuaikan dengan indeks kemahalan konstruksi) Pemerintah Keadilan (G2F3) 10,00 Rasio Total Budget DPRD terhadap Total APBD Pemerintah Efisiensi (G4I1) 9,54 Tingkat kesenjangan (Gini Ratio) Pemerintah Efektivitas (G2E4) 9,36 Rasio Anggaran untuk Belanja Aparatur (Langsung dan Tidak Langsung) terhadap Total Belanja Publik Provinsi Birokrasi Efisiensi (B2I1) 9,56 Pelayanan Untuk Pengurusan Investasi Birokrasi Efisiensi (B3I1) 10,00 Pertumbuhan investasi (investment growth) Birokrasi Efektivitas (B3E1) 10,00 Anggaran APBD untuk kesehatan (non belanja pegawai) per kapita (disesuaikan dengan Indeks Kemahalan Konstruksi). Pemerintah Keadilan (G2F1) 7,64 BAIK Rasio Anggaran Belanja Pegawai (Langsung+Tidak Langsung) terhadap Total APBD Pemerintah Efisiensi (G2I1) 8,15 Tingkat kemiskinan Pemerintah Efektivitas (G2E2) 7,57 Persentase kelahiran yang dibantu medis (dokter dan bidan) terhadap total angka kelahiran Birokrasi Keadilan (B2F1) 8,23 Kemudahan akses terhadap regulasi tentang investasi di provinsi Birokrasi Transparansi (B3T1) 7,75 Kontribusi OMS terhadap upaya pemberantasan korupsi. Masy. Sipil Efektivitas (C1E1) 8,20
  • 40. Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 2012 23 “Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif” Ketepatan waktu dalam pengesahan Qanun APBD Pemerintah Akuntabilitas (G2A1) 1,00 SANGATBURUK Kemudahan Akses Penggunaan Dana Aspirasi Anggota DPRD Provinsi Pemerintah Transparansi (G2T3) 1,00 Jumlah Qanun Inisiatif Pemerintah Efektivitas (G1E1) 3,25 Regulasi tentang Perlindungan Lingkungan Hidup Pemerintah Efektivitas (G1E2) 1,00 Persentase perempuan di parlemen Pemerintah Efektivitas (G3E5) 1,13 Unit Pelayanan Pengaduan Masyarakat di bidang kesehatan, pendidikan, dan pengentasan kemiskinan. Birokrasi Partisipasi (B2P1) 1,00 Persentase anggaran tahunan DPKD Provinsi terhadap realisasi PAD (Pendapatan Asli Daerah) Birokrasi Efektivitas (B1E1) 1,00 Kualitas Air/udara/Tutupan Hutan dalam Indeks Kualitas Lingkungan Hidup 2010 dan 2011 Birokrasi Efektivitas (B2E2/B2E3/ B2E4) 1,00 Rasio Realisasi pengesahan perda dibandingkan dengan jumlah rencana legislasi daerah (dalam %) Pemerintah Akuntabilitas (G1A2) 3,03 BURUK Kemudahan akses terhadap dokumen PERDA dan Peraturan Gubernur Non- APBD Pemerintah Transparansi (G1T1) 3,25 Kemudahan Akses Kelengkapan Dokumen APBD Pemerintah Transparansi (G2T1) 3,25 Kemudahan Akses Pertanggungjawaban APBD provinsi Pemerintah Transparansi (G2T2) 3,25 Kemudahan akses kegiatan pengawasan DPRD Laporan Singkat, Risalah Rapat,Kunjungan Kerja Pembangunan Anggota DPRD Pemerintah Transparansi (G4T1) 3,25 Ada tidaknya Unit Pelayanan Pengaduan Masyarakat (UPPM) di Dispenda provinsi Birokrasi Partisipasi (B1P1) 2,80 Kualitas Kelompok Kerja Pengarusutamaan Gender di Provinsi Birokrasi Keadilan (B2F4) 3,25 Dari tabel di atas terlihat bahwa Pemerintah dan Birokrasi adalah dua arena yang memiliki dinamika ekstrim indeks yang berbeda (baik dan buruk). Indikator-indikator yang bernilai positif adalah sesuatu yang perlu diberikan apresiasi untuk dipertahankan. Sementara yang bernilai buruk menjadi bagian dari rekomendasi untuk perbaikan.
  • 41. Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 201224 “Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif” III. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 3.1. Kesimpulan Dengan jumlah anggaran setiap tahun yang begitu besar dan semakin meningkat (Rp 7,519 trilyun pada 2011, Rp 9,511 trilyun pada 2012, dan kini 11,785 trilyun tahun 2013) namun memiliki peringkat 18 dalam hal tata kelola pemerintahan, menjadi warning bahwaAceh ”cukup kaya” tetapi ”lemah tata kelola”. Artinya, uang akan menguap begitu saja, dan tujuan-tujuan pembangunan tidak akan tercapai jika prinsip-prinsip tata kelola tidak segera diperbaiki. Sebaliknya, Aceh dapat berubah menjadi provinsi yang adil makmur, jika TDBH Migas dan Dana Otsus yang masih akan terus diterima sampai tahun 2027 diimbangi oleh profesionalisme kinerja tata kelola Pemerintah, Birokrasi, Masyarakat sipil, dan Masyarakat Ekonomi. Peringkat 18 bukanlah posisi yang baik. Terlebih secara keseluruhan kinerjanya masih di bawah kategori ”baik”. Untuk mencapai nilai ”baik”, maka tidak ada pilihan lain kecuali segera memperbaiki prinsip partisipasi, keadilan, akuntabilitas, transparansi, efisiensi, dan efektivitas di keempat arena tata kelola. 3.2. Rekomendasi 3.2.1. Rekomendasi untuk Masing-masing Arena • PEMERINTAH. Akuntabilitas, transparansi, dan efektivitas adalah tiga hal yang harus segera diperbaiki oleh pemerintah (Gubernur dan Legislatif). • Akuntabilitas berupa ketepatan waktu dalam pengesahan QanunAPBA, serta memperbanyak jumlah pengesahan Qanun terutama yang sudah di inisiasi sendiri oleh DPRA. • Transparansiberupakemudahanpublikuntukmengaksespenggunaandanaaspirasimerupakan hal paling penting untuk segera dilakukan. Di samping itu, juga harus segera dipermudah akses informasi terhadap dokumen kelengkapan APBA dan pertanggungjawabannya. Selain itu, kemudahan akses terhadap dokumen-dokumen hukum (Qanun dan Pergub non APBA lainnya), serta terhadap risalah rapat/kunjungan/kegiatan DPRA harus dibenahi secara online dan ter-update. Semua ini penting dilakukan untuk meningkatkan kontrol dan kepercayaan publik terhadap Gubernur dan DPRA. • Efektivitas berupa peningkatan produktifitas jumlah qanun inisiatif (DPRA) yang harus dihasilkan untuk mengatur jalannya pembangunan, termasuk membuat berbagai regulasi lingkungan hidup untuk provinsi Aceh, serta meningkatkan persentase perempuan di parlemen.
  • 42. Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 2012 25 “Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif” • BIROKRASI. Partisipasi, efektivitas, dan keadilan adalah tiga hal yang paling perlu diperbaiki oleh Birokrasi Aceh. • Partisipasi berupa perubahan paradigma kerja dari hal-hal administratif (office-centered) ke persoalan publik (people-centered). Birokrat harus lebih membuka ruang keterlibatan masyarakat dalam pembangunan dengan aktivasi unit-unit pengaduan di bidang kesehatan, pendidikan, pengentasan kemiskinan, dan keuangan. Juga diperlukan interaksi dengan kampus dan elemen sipil lainnya untuk peningkatan kualitas pembangunan melalui colaborative research and development. • Efektivitas pembangunan harus diupayakan melalui pertumbuhan investasi dan bisnis lokal melalui peningkatan PAD, sehingga tidak tergantung dengan transfer dari pusat. Implementasi proyek pembangunan pun harus mempertimbangkan kelestarian alam, yang selama ini cenderung semakin rusak. • Keadilan adalah dengan memperbaiki kualitas kelompok kerja pengarusutamaan gender di tingkat provinsi guna mencapai kualitas pembangunan yang tidak timpang terhadap kelompok-kelompok rentan. Terlebih dengan semakin meningkatnya kekerasan terhadap perempuan dan anak. • MASYARAKAT SIPIL. Partisipasi OMS yang terlihat cenderung ramai pada level evaluasi pembangunan, harus lebih diramaikan lagi sejak tahap perencanaan. Keterlibatan masyarakat sipil sejak awal sangat krusial bagi kualitas proses dan hasil pembangunan. • MASYARAKAT EKONOMI. Berada pada peringkat 31, yang hampir keseluruhan prinsip tata kelola berada di bawah rata-rata nasional, asosiasi dan kelompok buruh Aceh harus melakukan perbaikan mulai dari kesolidan asosiasi dalam memperjuangkan kebijakan pembangunan yang pro-pertumbuhanekonomirakyatdanmendukunghak-hakpekerja,sampaikepadatanggungjawab untuk menumbuhkan usaha dan penyerapan tenaga kerja tanpa ketergantungan kepada realisasi APBA.
  • 43. Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 201226 “Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif” 3.2.2. Rekomendasi Umum Di samping itu, interaksi positif antar empat regional stakeholders ini juga harus ditingkatkan. Selama diskusi kelompok, para WIP menilai bahwa komunikasi antara Pemerintah, Birokrasi, OMS dan Masyarakat Ekonomi belum terbangun dengan baik. Ketiga stakeholder pembangunan regional ini seperti sedang berjalan ke arah tujuan masing-masing. Padahal, tujuannya sama, hendak membangun masyarakat yang lebih baik. Ketidakharmonisan ini memicu timbulnya isu-isu seperti lemahnya transparansi dan partisipasi. Untuk itu perlu pola komunikasi yang lebih intensif dan terarah, sehingga semua elemen ini sejak awal secara bersama-sama terlibat dalam proses formulasi sampai kepada pelaksanaan kebijakan, peraturan, pelayanan serta prioritas-prioritas pembangunan dan pelayanan publik. Interaksi dan kolaborasi ini dipercayai akan memperkuat efektivitas, efisiensi, akuntabilitas dan nilai-nilai keadilan dalam pembangunan.
  • 44. Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 2012 27 “Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif” 2. PROVINSI SUMATERA BARAT “ADA APA dengan SUMBAR?” Oleh: Edi Indrizal
  • 45. Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 201228 “Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
  • 46. Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 2012 29 “Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif” I. Sekilas Provinsi Sumatera Barat 1.1. Kondisi Umum Geografis, Demografis, Sosial dan Ekonomi Sumatera Barat merupakan salah satu daerah provinsi di wilayah bagian barat Indonesia. Sebaran wilayahnya meliputi bagian daratan P. Sumatera bagian tengah sebelah barat hingga gugusan pulau-pulau kecil dan besar yang berhadapan di perairan Samudera Indonesia dengan jumlah 377 pulau.Luas Provinsi Sumatera Barat 42.297,30km² atau 2,27% dari luas Republik Indonesia. Wilayah ini terletak pada 0o 54’ Lintang Utara sampai dengan 3o 30’ Lintang Selatan dan dari 98o 36’sampai 101o 53’Bujur Timur. Daerah ini beriklim tropis basah. Curah hujan tahunannya berkisar antara 1.980 - lebih dan 5.000 mm/tahun dengan kecenderungan daerah bagian barat lebih basah dibandingkan bagian timur. Suhu rata-rata 220 – 280 C dengan perbedaan antara temperatur siang dan malam antara 50 – 70 C. Topografi daerah Provinsi Sumatera Barat memiliki variasi yang unik, mulai dari dataran rendah di pantai berketinggian 0 m hingga dataran tinggi (pegunungan) berketinggian >3.000 m di atas permukaan laut.Wilayah dataran tinggi amat subur untuk pertanian tersebar di sekitar pegunungan Bukit Barisan seperti di Agam, Tanah Datar, Limapuluh Kota, Pasaman, Bukittinggi, Padang Panjang dan Solok. Beberapa gunung berapi di daerah ini tercatat masih aktif, seperti: G. Marapi, G. Singgalang dan G. Tandikat, G. Talang dan G. Talamau. Daerah ini juga memiliki beberapa danau alam berukuran besar, seperti: danau Singkarak, danau Maninjau, danau Diatas dan danau Dibawah. Adanya pegunungan dan danau di dataran tinggi menjadi sumber air utama bagi banyak sungai yang mencapai 254 jumlahnya, sebagian bermuara ke Samudera Hindia di pantai barat dan sebagian lainnya ke arah pantai timur Pulau Sumatera yang berhilir di Provinsi Riau dan Provinsi Jambi. Sementara itu daerah dataran rendahnya tersebar di wilayah pantai barat meliputi Pasaman Barat, Padang Pariaman, Pariaman, Padang dan Pesisir Selatan yang memiliki potensi kelautan dan perairan yang besar. Pada gugusan pulau di Samudera Indonesia terdapat beberapa wilayah yang dikenal memiliki ombak indah yang tinggi dan menjadi tantangan yang amat disukai oleh para peselancar, seperti di kawasan pantai barat Pulau Siberut di Kepulauan Mentawai. Di satu sisi variasi potensi kekayaan alam daerah ini terbukti amat baik untuk pengembangan kegiatan ekonomi agraris. Pemandangan alamnya yang indah tidak ayal telah menjadi faktor daya tarik tersendiri pula untuk dikunjungi para wisatawan dalam negeri maupun mancanegara. Namun di sisi lain daerah ini juga dikenal sebagai salah satu daerah ‘minimarket’ bencana alam karena rawan gempa bumi, banjir, longsor hingga angin kencang.
  • 47. Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 201230 “Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif” Wilayah Sumatera Barat berbatasan langsung dengan Provinsi Sumatera Utara di sebelah utara, Provinsi Jambi dan Provinsi Bengkulu di sebelah selatan, Provinsi Riau di sebelah timur, dan dengan Samudera Indonesia dan Madagaskar di bagian barat. Ibukota pusat pemerintahan provinsi ini berada di Kota Padang. Secara administratif Provinsi Sumatera Barat terdiri atas 19 wilayah kabupaten/kota, meliputi 12 Kabupaten dan 7 Kota, yakni: Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Agam, Kabupaten Lima Puluh Kota, Kabupaten Padang Pariaman, Kabupaten Pesisir Selatan, Kabupaten Solok, Kabupaten Solok Selatan, Kabupaten Sijunjung, Kabupaten Dharmasraya, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Kabupaten Pasaman, Kabupaten Pasaman Barat, Kota Padang, Kota Bukittinggi, Kota Payakumbuh, Kota Padang Panjang, Kota Sawahlunto, Kota Solok dan Kota Pariaman. Penambahan 3 kabupaten baru yang melengkapinya menjadi 19 kabupaten/kota dimulai pada awal tahun 2004, yaitu Pasaman Barat, Dharmasraya dan Solok Selatan, masing-masing pecahan dari Kabupaten Pasaman, Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung dan Kabupaten Solok. Struktur pemerintahan daerah Provinsi Sumatera Barat secara umum kurang lebih sama dengan provinsi lainnya di Indonesia. Hanya saja pada struktur pemerintahan terendah di provinsi ini dijumpai kekhasan. Sejak pemberlakuan otonomi daerah, di provinsi ini telah berlangsung juga perubahan struktur pemerintahan desa ”Kembali ke Nagari”. Pemerintahan Nagari dikepalai oleh Wali Nagari yang merupakan unit pemerintahan setara dengan Pemerintahan Desa yang umum dijumpai secara nasional. Oleh karena itu unit pemerintahan terendah di Sumatera Barat itu ada di tingkat Nagari dan Kelurahan. Menurut data BPS (2011) penduduk Sumatera Barat berjumlah 4.904.460 jiwa. Pertumbuhan pendudukdaerahiniterutamadipengaruhiolehfaktorpertumbuhanalamidanmigrasi.SumateraBarat sering juga disebut dengan istilah “ranah Minang” karena mayoritas penduduknya bersuku bangsa Minangkabau dan mengidentifikasi wilayah ini sebagai daerah asal mereka. Orang Minangkabau dikenal sebagai salah satu kelompok suku bangsa di Indonesia yang masih kuat berpegang pada adat dan agama Islam sebagaimana digambarkan dalam filosofi adatnya: “Adat Bersendi Syarak, Syarak Bersendi Kitabullah”. Masyarakat Minangkabau yang menganut sistem kekerabatan matrilineal ini juga dikenal sebagai salah satu kelompok suku bangsa dengan tradisi merantau dan kewirausahaan yang kuat di Asia Tenggara. Daerah Sumatera Barat masih lebih menonjol memperlihatkan ciri-ciri daerah agraris. Daerah ini sejak dulu telah dikenal sebagai salah satu “lumbung padi” di luar Jawa. Sebagain besar areal sawah di provinsi ini sudah merupakan sawah beririgasi teknis, semi teknis dan sederhana. Selain komoditi pertanian padi, sayuran dataran tinggi juga banyak dihasilkan dari daerah ini dan dipasarkan ke Provinsi tetangga seperti Riau, Jambi dan Kepulauan Riau, bahkan juga hingga ke Jakarta dan untuk diekspor ke beberapa negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia. Selain itu kegiatan
  • 48. Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 2012 31 “Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif” peternakan, perkebunan dan kelautan juga sudah lama menjadi bagian dari kegiatan mata pencaharian penduduknya. Sektor pariwisata pun merupakan salah satu sumber perekonomian yang penting bagi daerah ini. Sementara itu untuk sektor lainnya seperti pertambangan, potensinya relatif terbatas dan kurang dapat dikembangkan karena adanya batasan kawasan lindung di beberapa daerah. Potensi bahan galian berupa deposit pasir dan batu gunung, tanah liat silika dan besi oksida serta kapur sebagai bahan dasar industri semen dan batu bara juga dijumpai di daerah ini. Khusus ketersediaan clay sebagai bahan baku semen, saat ini masih dapat memasok kebutuhan BUMN PT Semen Padang. Sedangkan ekspoitasi batu bara skala besar kini tidak dilakukan lagi karena depositnya yang sudah menipis sehingga PT TBO Bukit Asam di Sawahlunto akhirnya telah berhenti beroperasi sejak beberapa tahun lalu. Demikian pula industri manufaktur, meskipun upaya pengembangannya terus diupayakan namun hingga kini tidak mengalami perkembangan berarti untuk diekspor. Secara umum angka Produk Domestik Bruto Regional (PDRB) Provinsi Sumatera Barat mengalami peningkatan dari 17.960.699,96 pada tahun 2010 menjadi 20.168.840,07 pada tahun 2011. Hal ini menandakan adanya perbaikan laju pertumbuhan ekonomi daerah bersangkutan dewasa ini. Namun demikian jika dilihat lebih jauh menurut kontribusinya per sektor, ternyata peran sektor pertanian cenderung menurun. Sementara itu pada sektor industri, Sumatera Barat masih tetap didominasi oleh industri kecil, industri rumah tangga dan industri kerajinan. Dari sisi jumlah pelaku, sektor industri Sumatera Barat cukup besar, namun dari sisi penciptaan nilai tambah ternyata masih relatif kecil. Tingkat pengolahan hasil pertanian yang menciptakan pertumbuhan ekonomi masih sangat rendah sehingga nilai tambah lokal yang ditinggalkan dalam percepatan pertumbuhan sektor manufaktur lokal masih sangat terbatas. Ini tercermin dari rendahnya laju pertumbuhan sektor industri manufaktur dan rendahnya kontribusi sektor manufaktur di dalam PDRB. Jika jumlah investasi PMA dan PMDN di tahun 2011 dikurangi jumlah investasi PMA dan PMDN di tahun sebelumnya 2010 dibagi nilai investasi tahun sebelumnya, maka ternyata angka pertumbuhan investasi di Provinsi Sumatera Barat tahun 2011 sebenarnya cukup tinggi yakni 306%. Sementara itu jika jumlah proyek investasi PMA dan PMDN tahun 2011 dikurang jumlah proyek investasi tahun 2010, dibagi jumlah proyek tahun 2010, persentasenya pun meningkat yakni sebesar 18,92. Namun angka pertumbuhan nilai dan jumlah proyek investasi yang relatif besar ini agaknya masih belum sebanding dengan laju pertumbuhan ekonomi daerah dan dampak perbaikan ekonomi per kapita pendudukan yang bisa dihasilkannya.
  • 49. Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 201232 “Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif” Pada tahun 2010 jumlah penduduk berumur 15 tahun keatas (usia kerja) yang dapat dikelompokkan ke dalam kategori angkatan kerja adalah sebesar 2,042.454, meningkat menjadi 2.070.725 pada 2011. Persentase pengangguran terbuka tahun 2011 di Provinsi Sumatera Barat tercatat 7,14%. Sedangkan jumlah penduduk miskin di provinsi ini masih sebesar 442.090 jiwa atau kurang lebih 9,00% dari total jumlah penduduknya. Pendapatan per kapita penduduk provinsi Sumatera Barat tahun 2011 Rp. 8.021.800,-/tahun. Mayoritas penduduknya masih bekerja pada lapangan usaha pertanian, kehutanan dan perikanan, disusul lapangan usaha perdagangan, rumah makan dan hotel di urutan kedua. Meskipun banyak pencari kerja masih menargetkan untuk bisa bekerja di sektor formal menjadi Pegawai Negeri Sipil dan Pegawai Swasta di perusahaan atau industri, namun penyerapan tenaga kerja baru pada lapangan kerja ini di provinsi Sumatera Barat lebih terbatas. 1.2. Implikasi dan Tantangan Tata Kelola Sungguhlah sulit untuk tidak mengatakan bahwa sejak memasuki era otonomi daerah Sumatera Barat menghadapi tantangan cukup berat menjalaninya. Dalam perhitungan sekarang ini Sumatera Barat tidaklah tergolong provinsi yang kaya sumber daya alam (SDA). Kalaupun orang mengatakan Sumatera Barat memiliki kekayaan potensi sumber daya manusia (SDM), sesungguhnya hal itu pun lebih mencerminkan gambaran di masa lalu, bukan sekarang. Keadaannya terasa menjadi lebih berat setelah daerah ini dilanda beberapa gempa bumi antara lain Gempa 30 September 2009 berkekuatan 7,6 SR disusul 6,2 SR menghantam lepas pantai Sumatera Barat yang menimbulkan dampak tidak hanya menghancurkan cukup banyak prasarana hasil pembangunan yang ada sebelumnya, tapi juga merenggut banyak korban jiwa. Tercatat lebih dari 1.100 orang korban jiwa dan lebih dari 100.000 bangunan rusak berat serta 100.000 lainnya rusak ringan. Hingga saat ini rehabilitasi dan rekonstruksi pembangunan pascagempa itu masih berlangsung. Oleh sebab itu amatlah relevan dan penting untuk mencermati lebih mendalam praktik tata kelola pemerintahan di daerah ini. Dasar pemikirannya ialah bahwa dinamika relasi antara pemerintah, birokrasi, masyarakat sipil dan masyarakat ekonomi sejatinya menentukan derap langkah dan pencapaian tujuan pembangunan daerah. Sebagaimana juga lazimnya merupakan bagian yang tidak terpisahkandidalampenyelenggaraanpemerintahandemokrasidanotonomidaerah,manakalatakelola pemerintahandaerah baik maka akan berarti positif bagi upaya mewujudkan tujuan pembangunan daerah tersebut. Sebaliknya jika tata kelolanya buruk maka tujuan hakiki pembangunan daerah untuk memajukan kesejahteraan masyarakat niscaya sulit diwujudkan.
  • 50. Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 2012 33 “Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif” Faktanya, praktik tata kelola pemerintahan di daerah ini menunjukan adanya gejala dinamika yang memburuk dewasa ini. Menurut laporan The Partnership Indonesia indeks tata kelola pemerintahan Provinsi Sumatera Barat kini mengalami penurunan cukup signifikan. Pada Tahun 2008 Provinsi Sumatera Barat menduduki peringkat ke-3 terbaik untuk indeks tata kelola pemernitahan provinsi se- Indonesia dengan skor indeks keseluruhan 5,98. Namun menurut hasil asesmen 2012 skor indeksnya turun menjadi 5,70, yang memiliki indeks yang sama dengan angka rata-rata indeks tata kelola pemerintahan provinsi di Indonesia (rata-rata nasional) yakni 5,70. Akibatnya peringkat Provinsi Sumatera Barat pun melorot menjadi ke-20 secara nasional dan urutan ke-3 paling rendah di antara provinsi yang ada di Pulau Sumatera dewasa ini. Dengan menggunakan rentang nilai 1 - 10, skor nilai total indeks tata kelola pemerintahan Provinsi Sumatera Barat 2012 yakni 5,70 artinya secara umum hanya berkategori “cukup”. Secara keseluruhan nilai indeks tata kelola pemerintahan provinsi merupakan kontribusi skor dari empat arena yang dijadikan sebagai rujukan dalam penyusunan indeks tata kelola pemerintahan daerah, yaitu: Pemerintah (Government/political-offices), Birokrasi (Bureaucracy), Masyarakat Sipil (Civil Society), dan Masyarakat Ekonomi (Economic Society) di tingkat provinsi bersangkutan. Sementara, skor akhir dari empat arena tersebut diperoleh berdasarkan kontribusi dari skor enam prinsip tata kelola atau secara metodologis berperan sebagai “variabel”, yaitu: partisipasi (participation), keadilan (fairness), akuntabilitas (accountability), transparansi (transparency), efisiensi (efficiency)dan efektivitas (effectiveness). Jika dipilah menurut kontribusi masing-masing arena tata kelolanya dapat ditunjukan bahwa penurunan nilai indeks tata kelola pemerintahan Provinsi Sumatera Barat ternyata terjadi pada semua arena tata kelola yang ada tanpa terkecuali. Kesenjangan kontribusi skor antara masing-masing arena terhadap angka nilai indeks tata kelola pemerintahan provinsi ini pun terlihat. Penurunan nilai indeks tata kelola terutama disebabkan kontribusi yang relatif rendah pada Arena Pemerintah dan Birokrasi. Skor indeks Arena Pemerintah 5,20, sedangkan Arena Birokrasi berskor 5,50, berarti keduanya sama-sama berkategori “cukup”. Sementara itu kontribusi Arena Masyarakat Sipil dan Masyarakat Ekonomi berada pada kategori “cenderung baik”, masing-masing arena ini memiliki skor nilai indeks 6,40 dan 6,13. Gambaran penurunan dan kesenjangan kontribusi skor indeks tata kelola dari masing- masing arena ini selengkapnya dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini.
  • 51. Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 201234 “Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif” Tabel 1. Indeks Tata kelola Pemerintahan Provinsi Sumatera Barat menurut Masing-Masing Arena Arena Indeks Sumbar 2008 Indeks Sumbar 2012 Rata - Rata Nasional 2012 INDEKS KESELURUHAN 5,98 5.70 5.70 Pemerintah (Government / Political Office) 5.35 5.20 5.28 Birokrasi (Bureaucracy) 5.87 5.50 5.68 Masyarakat sipil (Civil Society) 6.61 6.40 6.33 Masyarakat ekonomi (Economic Society) 6.62 6.13 5.72 Pemerintah: meski akuntabilitas masih cenderung baik, namun lemah dalam transparansi dan keadilan Hasil temuan IGI 2012 menunjukan bahwa kontribusi nilai indeks tata kelola Provinsi Sumatera Barat pada Arena Pemerintah memiliki skor 5,20 merupakan paling rendah dibandingkan kesemua arena tata kelola yang ada. Skor total indeksArena Pemerintah ini juga mengalamipenurunan dibandingkan tahun 2008 yakni 5,35. Secara lebih terperinci dapat pula dilihat bahwa meskipun terjadi sedikit perbaikan pada praktik prinsip keadilan yaitu 3,19, namun skor ini masih yang paling rendah di antara prinsip-prinsip tata kelola yang ada. Bertolak belakang malah praktik prinsip akuntabilitas mengalami penurunan dari 8,31 pada 2008 menjadi 6,32 pada 2012.. Selengkapnya kesemua ini tergambar pada tabel 2 di bawah ini. Tabel 2. Kontribusi Skor Indeks Arena Pemerintah menurut Prinsip Tata kelola Pemerintahan Prinsip Indeks Sumbar 2008 Indeks Sumbar 2012 Rata-Rata Nasional 2012 Partisipasi (Participation) 6.30 5.93 5.87 Keadilan (Fairness) 1.73 3.19 3.89 Akuntabilitas (Accountability) 8.31 6.32 5.45 Transparansi (Transparency) 3.59 3.74 4.58 Efisiensi (Efficiency) 5.51 7.23 7.51 Efektivitas (Effectiveness) 6.99 5.56 5.49 Indeks Keseluruhan 5,35 5.20 5.28 Kalau begitu apakah yang dapat dijelaskan melalui distribusi skor enam prinsip tata kelola berkaitan dengan Arena Pemerintah di Provinsi Sumatera Barat tersebut? Berdasarkan hasil asesmen IGI 2012
  • 52. Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 2012 35 “Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif” ini ditemukan masih terdapat kesenjangan skor yang complang dari perbandingan antara skor tertinggi pada prinsip akuntabilitas dibandingkan skor yang rendah pada praktik prinsip keadilan dan transparansi. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa “meskipun praktik prinsip akuntabilitas Arena Pemerintahnya terbilang masih memadai, namun lemah dalam praktik prinsip transparansi dan keadilan”. Dalam hal praktik transparansi, akses publik terhadap berbagai dokumen publik di DPRD, termasuk akses terhadap laporan kegiatan DPRD rata-rata skor nilai indeksnya 3,25 yang berarti masih buruk. Sedangkan keadaan masih buruknya praktik keadilan terutama terlihat dari nilai indeks atas anggaran APBD untuk kesehatan (non belanja pegawai) per kapita (disesuaikan dengan Indeks Kemahalan Konstruksi) skornya 2,23, Demikian pula nilai indeks atas anggaran APBD bidang pendidikan dibagi jumlah siswa sampai jenjang pendidikan 9 tahun (disesuaikan dengan indeks kemahalan konstruksi) skornya bahkan hanya 1,68. Performa Birokrasi yang Paradoks Dilihat dari nilai indeks total Arena Birokrasi 5,50 skornya sedikit lebih baik dibandingkan Arena Pemerintah. Namun kategori skor indeks birokrasi ini sama-sama masih tergolong “cukup” atau pas- pasan saja. Distribusi kontribusi skor menurut prinsip tata kelola padaArena Birokrasi ini juga tampak bervariasi dan mengandung kesenjangan yang cukup menganga. Pada Tabel 3 diperlihatkan bahwa dari keenam prinsip tata kelola yang ada, kendati skor variabel efisiensi (7,99) dan keadilan (7,53) telah berkategori baik, namun amatlah complang dibandingkan nilai praktik prinsip transparansi (2,34) dan partisipasi (2,63). Skor indeks praktik prinsip partisipasi bahkan memburuk, turun dua kali lipat dibandingkan periode sebelumnya. Temuan yang juga menarik diperhatikan ternyata skor indeks untuk prinsip partisipasi dan transparansi pada Arena Birokrasi juga paling rendah di antara kesemua arena tata kelola, tidak terkecuali dibandingkan Arena Pemerintah. Skor indeks praktik prinsip transparansi dan partisipasi pada Arena Birokrasi provinsi ini pun terbilang lebih rendah dibandingkan skor indeks rata-rata secara nasional.
  • 53. Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 201236 “Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif” Gambaran terperinci nilai indeks tata kelola Arena Birokrasi Provinsi Sumatera Barat 2012 menurut masing-masing prinsip dapat dilihat pada tabel 3 berikut ini. Tabel 3. Kontribusi Skor Indeks Arena Birokrasi menurut Prinsip Tata Kelola Pemerintahan Prinsip Indeks Sumbar 2008 Indeks Sumbar 2012 Rata-Rata Nasional 2012 Partisipasi (Participation) 2.37 2.63 3.96 Keadilan (Fairness) 7.91 7.53 5.91 Akuntabilitas (Accountability) 6.72 6.62 6.17 Transparansi (Transparency) 4.92 2.34 5.04 Efisiensi (Efficiency) 4.82 7.99 6.98 Efektivitas (Effectiveness) 7.11 5.60 5.38 Indeks Keseluruhan 5,87 5.50 5.68 Variasi kontribusi skor indeks keenam prinsip tata kelola pemerintahan pada Arena Birokrasi Pemerintah Provinsi Sumatera Barat seperti ini dapat dikatakan menampilkan gejala yang paradoks. Performa yang relatif lebih tinggi pada praktik prinsip efisiensi dan keadilan, berbanding terbalik dengan buruknya praktik prinsip transparansi dan partisipasi. Bahkan skor indeks untuk prinsip transparansinya pada IGI 2012 ini tercatat mengalami penurunan paling signifikan dibandingkan periode 2008. Berdasarkan temuan hasil asesmen IGI 2012 terhadap ada tidaknya Unit Pelayanan Pengaduan Masyarakat (UPPM) di Dispenda provinsi skor indeksnya 2,80. Untuk Unit Pelayanan Pengaduan Masyarakat di bidang kesehatan, pendidikan, dan pengentasan kemiskinan, skor indeksnya 2,80. Begitu pula temuan hasil asesmen terhadap ada tidaknya forum reguler antara pemerintah provinsi dan masyarakat untuk memperkuat iklim investasi, penciptaan lapangan kerja, dan pemberdayaan ekonomi rakyat skor indeksnya 1,00. Sementara itu nilai indeks untuk kemudahan akses publik terhadap perencanaan dan penganggaran, maupun kemudahan akses publik terhadap berbagai regulasi daerah pun masih tergolong amat buruk, masing-masing skornya 1,00 dan 3,25. Kontribusi Masyarakat Sipil Cenderung Stagnan Kontribusi Arena Masyarakat Sipil terhadap skor indeks tata kelola Provinsi Sumatera Barat 2012 tercatat paling tinggi dibandingkan arena lainnya. Dibandingkan hasil penilaian indeks tata kelola Tahun 2008, kontribusi skor indeks Arena Masyarakat Sipil ini pun masih tetap menduduki posisi
  • 54. Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 2012 37 “Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif” tertinggi di antara kesemua arena. Dengan kontribusi skor indeks arena 6,40 berarti kategorinya “cenderung baik”. Skor nilai indeks arena ini spartan pada kesemua prinsip tata kelola, baik partisipasi, keadilan, akuntabilitas, transparansi, efisienasi, maupun efektivitas. Namun patut dicatat secara keseluruhan skor nilai indeks Arena Masyarakat Sipil Provinsi Sumatera Barat 2012 ini juga mengalami sedikit menurun dibandingkan periode sebelumnya. Penurunan skor paling signifikan pun tampak pada praktik prinsip transparansi. Pada tabel 4 berikut ini dipaparkan kontribusi skor indeks Arena Masyarakat Sipil menurut masing-masing prinsip tata kelola sebagai berikut. Tabel 4. Kontribusi Skor Arena Masyarakat Sipil per Prinsip Tata kelola Pemerintahan Prinsip Indeks Sumbar 2008 Indeks Sumbar 2012 Rata-Rata Nasional 2012 Partisipasi (Participation) 5.22 6.40 6.53 Keadilan (Fairness) 5.85 6.40 6.28 Akuntabilitas (Accountability) 7.84 6.40 6.17 Transparansi (Transparency) 10.00 6.40 6.28 Efisiensi (Efficiency) 4.13 6.40 6.22 Efektivitas (Effectiveness) 4.83 6.40 6.48 Indeks Keseluruhan 6,61 6.40 6.33 Kontribusi Arena Masyarakat Sipil terhadap indeks tata kelola Provinsi Sumatera Barat 2012 seperti ini dapat dikatakan mencerminkan suatu keadaan yang relatif stagnan. Meskipun dibandingkan kesemua arena keberadaannya telah memberi kontribusi paling positif terhadap nilai total indeks tata kelola provinsi ini, namun tidaklah signifikan pengaruhnya. Dalam interrelasi antar arena tata kelola dimana terdapat kesenjangan performa tata kelola pada Arena Pemerintah dan Birokrasi yang belum cukup baik, maka sejatinya peran masyarakat sipil amatlah diperlukan guna mendorong perbaikan tata kelola pemerintahan yang lebih baik ke depan. Oleh karena itu stagnasi masyarakat sipil hendaknya harus dipecahkan dimulai dari pembenahan tata kelola pada lingkungan arena mereka sendiri terlebih dahulu. Kontribusi Masyarakat Ekonomi yang Belum juga Cukup Efektif Secara agregat skor indeks Arena Masyarakat Ekonomi yakni 6,13 juga dapat dikatakan cukup lumayan atau berkategori “cenderung baik”. Dari masing-masing prinsip tata kelola pemerintahan yang ada ditunjukan bahwa skor untuk prinsip efektivitasnya relatif lebih rendah yakni 4,66. Skor
  • 55. Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 201238 “Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif” indeks prinsip efektivitas masyarakat ekonomi ini tercatat juga menurun dari periode sebelumnya yaitu 5,50 pada 2008. Sementara itu meskipun terjadi peningkatan tertinggi pada skor indeks praktik prinsip efisiensi, namun skor indeks prinsip transparansi justru mengalami penurunan relatif signifikan. Secara terperinci gambaran skor indeks Arena Masyarakat Ekonomi menurut masing- masing prinsip tata kelola pemerintahan dapat dilihat pada tabel 5 di bawah ini. Tabel 5. Kontribusi Skor Indeks Arena Masyarakat Ekonomi menurutPrinsip Tata kelola Pemerintahan Prinsip Indeks Sumbar 2008 Indeks Sumbar 2012 Rata-Rata Nasional 2012 Partisipasi (Participation) 8.26 6.40 6.16 Keadilan (Fairness) 7.00 6.40 5.83 Akuntabilitas (Accountability) 7.35 6.40 6.18 Transparansi (Transparency) 10.00 6.40 5.80 Efisiensi (Efficiency) 1.00 6.40 5.54 Efektivitas (Effectiveness) 5.50 4.66 4.74 Indeks Keseluruhan 6,62 6.13 5.72 Pertanyaannya kenapa efektivitas masyarakat ekonomi masih rendah? Dalam interaksi antar arena agaknya hal ini agaknya terkait erat dengan performa skor untuk prinsip-prinsip tata kelola yang lainnya. Keadaan masih terbatasnya praktik prinsip keadilan dan akuntabilitas, serta penurunan transparansi dalam kiprah masyarakat bisnis Provinsi Sumatera Barat menjadikan suatu gambaran keadaan meskipun masih ”cenderung baik”, namun belum cukup menggambarkan adanya perubahan yang lebih baik. II. Analisis Indeks Tata Kelola Pemerintahan Bertolak dari uraian deskripsi skor indeks menurut masing-masing arena dan prinsip tata kelola pemerintahan Provinsi Sumatera Barat di atas, pertanyaannya kemudian adalah: apakah yang dapat dijelaskan oleh konfigurasi angka-angka tersebut tentang “karakteristik” dari tata kelola pemerintahan Provinsi ini?. Secara umum skor indeks tata kelola pemerintahan Provinsi Sumatera Barat 2012 termasuk pada kategori “cukup”, yang ditunjukan oleh nilai indeks akhir sebesar 5.70. Dengan kata lain dapat dikatakan masih pas-pasan. Artinya “dibilang cenderung buruk tidak, dikatakan cenderung baik pun juga belum”. Skor indeks tata kelola pemerintahan provinsi yang nilainya relatif pas-pasan seperti ini seyogyanya mendapatkan perhatian lebih serius oleh kesemua arena untuk melakukan berbagai pembenahan demi perbaikannya ke depan. Apalagi jika mengingat tidak saja telah terjadi penurunan skor indeks tata kelola, tetapi juga peringkatnya di antara provinsi yang ada di Indonesia.
  • 56. Kompilasi Laporan 33 Provinsi Indonesia Governance Index 2012 39 “Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif” Apabila fokus perhatian kita ditujukan pada distribusi skor empat arena yang ada ---Pemerintah, Birokrasi, Masyarakat Sipil dan Masyarakat Ekonomi --- maka berdasarkan hasil skor indeks tata kelola pemerintahan provinsi 2012 ini akan dapat pula dilihat lebih jauh nuansa informasi yang menarik untuk dikaji lebih jauh. Di satu sisi skor total indeksArena Masyarakat Sipil dan Masyarakat Ekonomi masih relatif cukup baik dan tidak terlalu jauh berbeda, sementara di sisi lain untuk Arena Pemerintah dan Birokrasi skor total indeksnya lebih rendah. Untuk Arena Pemerintah skor yang rendah ada pada prinsip keadilan (3,19) dan transparansi (3,74). Sesuai tugas pokok dan fungsi arena ini yang teramat penting dalam pengambilan keputusan kebijakan daerah, meliputi pengalokasian anggaran program-program pembangunan hingga pengawasan implementasinya, maka seharusnya perbaikan pada prinsip keadilan dan transparansi amat mendesak untuk dibenahi. Secara khusus patut pula menjadi sorotan perhatian pada Arena Birokrasi yang menunjukan performa paradoksnya secara unik. Skor indeks praktik prinsip efisiensi (7,99),keadilan (7,53) dan akuntabilitas (6,62) pada arena ini tercatat paling tinggi dibandingkan kesemua arena yang ada. Namun demikian skor indeksnya senjang untuk praktik prinsip transparansi (2,34) dan partisipasi (2,63). Skor indeks kedua prinsip tata kelola pemerintahan pada Arena Birokrasi ini tercatat juga paling rendah dibandingkan arena-arena lainnya. Bahkan skor indeks praktik prinsip transparansi Arena Birokrasi di provinsi ini pantas dipandang mengkhawatirkan karena mengalami penurunan memburuk kurang lebih dua kali lipat dibandingkan periode sebelumnya. Jika setiap kontribusi skor indeks diperbandingkan berdasarkan arena dan prinsip tata kelola pemerintahan dapat dikatakan bahwa kinerja tata kelola pemerintahan Provinsi Sumatera Barat 2012 ini mengalami defisit pada Arena Birokrasi dan pemerintahnya. Sementara itu kontribusi masyarakat sipil dan masyarakat ekonomi belum pula dapat dikatakan surplus untuk menyangga tata kelola pemerintahan provinsi ini menjadi lebih baik. Gambaran seperti ini agaknya menandakan adanya gejala ironi manakala mengingat janji kampanye kepala daerah “Untuk Perubahan Yang Lebih Baik” yang kemudian dijadikan landasan visi, misi dan program pembangunan Provinsi Sumatera Barat 2010-2015. Sebab, mustahil mewujudkan pelayanan untuk perubahan kesejahteraan masyarakat menjadi lebih baik manakala tata kelola pemerintahan provinsinya memburuk. Berikut pada gambar grafik dibawah ini dipaparkan rekapitulasi skor indeks tata kelola pemerintahan Provinsi Sumatera Barat menurut masing-masing arena dan prinsipnya.